Mengemas Organisasi

Mengemas Organisasi

Unsur pokok yang tidak bisa dihilangkan dari kemajuan suatu organisasi ada tiga. Etos Kerja, managemen, dan sarana pra sarana. Tiga hal tersebut bersifat imperatif, artinya masing-masing unsur harus benar-benar diaplikasikan demi tercapainya esensi organisasi. Salah satu unsur saja tidak direalisasikan, maka progres organisasi akan cukup sulit tercapai. 

Etos kerja merupakan semangat menjalankan kewajiban sesuai dengan porsi tugas organisasi. Organisasi yang setiap anggotanya mempunyai etos kerja yang baik, maka prospek menuju kemajuan juga akan sangat mudah dicapai. Namun dalam konteks etos kerja, semangat saja tidak cukup, karna dinamisme kehidupan dewasa ini cenderung kompetitif, jika hanya mengandalkan semangat bekerja tanpa dibubuhi stimulus yang lain, maka niscaya akan tertinggal dengan mereka yang mempunyai lebih banyak stimulan. Stimulasi disini ibarat beberapa varian penyedap, yang apabila tidak dituangkan maka rasanya akan hambar dan tak laku jual.

Salah satu varian tersebut adalah inovasi. Inovasi adalah pembaharuan atau pengenalan hal-hal baru. Tanpa inovasi, suatu organisasi akan tertinggal dari dinamisme perkembangan zaman dan hidup dalam stagnasi. Salah satu kiat untuk mencapai inovasi adalah; Pertama, tidak pernah merasa puas pada sesuatu yang telah diraih. Kedua, tidak terlalu terpaku pada aturan dan kebiasaan. Ketiga, bermusyawarah dengan mengumpulkan banyak tenaga dan pikiran.

Hal lain yang juga harus tewujud dalam ranah etos kerja adalah keberanian. Bisa jadi seseorang mempunyai banyak kreatifitas, inovasi dan ide-ide canggih, namun jika dia tidak punya keberanian untuk berusaha mengemukakan dan mewujudkannya, maka hal itu hanya akan bersemayam dalam angannya dan mati dalam peraduan. Sebanyak apapun ide pembaharuan yang dimiliki, jika tidak diselingi dengan keberanian, maka sama saja dia telah melahirkan kesia-sian. Dia juga telah menghianati anugerah karena telah membuang kesempatan emas tercapainya  perubahan. Berani akan menjadi pintu bagi masuknya segala macam pembaharuan. Revolusi, reformasi dan perubahan penting di negara mana pun tidak akan pernah terjadi tanpa disulut oleh keberanian.

Poin terakhir adalah Komunikasi dan interaksi. Kiranya komunikasi dan interaksi disini tidak perlu dipertanyakan lagi urgensinya, karena manusia cenderung lebih gampang diajak bekerja sama dengan komunikasi dan interkasi yang aktif, daripada hanya sepenggal dua penggal perintah atau ajakan, yang disematkan dengan kerutan dahi. Komunikasi menjadi penting peranannya karena dari sinilah kemudian akan muncul team work yang baik.

Manajemen bukan hanya kodifikasi regulasi dari sebuah organisasi. Lebih dari itu, kebiasaan umum yang diterapkan para anggota juga merupakan bagian dari manajemen.

Jika organisasi diibaratkan sebagai tubuh manusia yang sempurna, maka tubuh manusia merupakan organisasi dengan managemen yang sangat baik. Sebagaimana apa yang telah dikaji oleh Harun Yahya bahwa setiap manusia memiliki tubuh dengan keselarasan yang sangat sempurna. Manusia mempunyai tubuh yang delapan kali lebih besar dari kepala, dengan muka tiga kali lebih panjang dari hidung, jarak antara dua mata sebesar satu mata, demikian pula perbandingan antara tangan dan kaki diukur dengan sebaik-baiknya. Bagaimana keadaannya jika kepala manusia 1/3 dari tubuh manusia, atau besar hidung manusia setengah dari besar muka. Demikian juga, ketika perut terasa lapar, maka tangan akan berusaha membantu mendorong makanan ke mulut, gigi berusaha mengunyah agar mempermudah proses pencernaan, organ tubuh bagian dalam akan mengubah makanan menjadi  nutrisi, yang kemudian juga akan bermanfaat untuk menggerakkan tangan dan organ yang lain. Jika organisasi dapat dijalankan sebagaimana tubuh manusia, dengan keselarasan masing-masing organnya dan kerja sama tim yang begitu baik, maka niscaya organisasi akan mudah menggapai esensi sebagaimana yang diorientasikan.

Secara tidak langsung managemen organisasi yang baik juga akan membangun kualitas sumber daya manusia yang baik pula. Manajemen tidak harus melulu berupa peraturan, prosedur, sanksi ataupun hak dan kewajiban. Tapi lebih dari itu, manajemen harus bisa didesign dan diaplikasikan sebagai rekan kerja masing-masing anggota organisasi, sehingga seberat apapun tugasnya, mereka tetap bersemangat dan tidak begitu merasa terbebani. Manajemen dengan pola seperti ini memungkinkan organisasi akan lebih cepat menuju arah pembaharuan.

Disamping itu, managemen seharusnya juga tidak selalu berbicara mengenai regulasi yang mengekang, namun juga harus memuat komponen yang menjadikan semangat kerja anggota menjadi lebih tinggi. Salah satu contoh kecilnya adalah dengan banyak memberikan penghargaan bagi anggota yang mempunyai kelebihan dalam menjalankan tugasnya, menerapkan system kerja sama untuk setiap tugas yang ada, dan memasukkan hal-hal yang menunjang kedekatan emosional antar anggota sebagai program utama.

Sarana pra sarana merupakan langkah terakhir dalam mewujudkan organisasi yang progres. Beberapa pihak tentu akan mengesampingkan poin ini dan pihak yang lain akan tetap bersikukuh. Hal ini dikarenakan fasilitas atau sarana pra sarana merupakan unsur yang dengan sangat mudah diwujudkan apabila dua poin diatas telah direalisasikan dengan baik. Namun kenyataannya dalam mewujudkan dua unsur diatas juga memerlukan peranan dari sarana pra sarana. Sarana pra sarana yang tidak memadai akan menimbulkan terhambatnya progresifitas organisasi.

Target yang seharusnya bisa tercapai dengan efisien, karena minimnya fasilitas bisa berdampak pada  terhambatnya tujuan.  Demikian juga, meskipun managemen tidak begitu beraturan, jika sarana dan pra sarana ditunjang, kiranya hal itu bisa menjadi jalan alternatif untuk efisiensi tujuan.  

Tiga hal dan subpoin sebagaimana yang disebutkan diatas tidak akan pernah luput dari pengaruh kualitas kepemimpinan pemimpin organisasi. Pemimpin sebagai kepala tempat dimana otak berada, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab penuh untuk mengarahkan organnya kemanapun yang ia kehendaki, baik melangkah jauh kedepan melewati kompetitor yang lain, atau berdiam diri dengan melihat kompetitor melenggang bebas melampaui batas. Maka seorang pemimpin harus memiliki visi misi yang jelas dan terfokus. Pemimpin harus bisa mensosialisasikan visi misinya kepada para anggota dengan semangat yang membara, hal ini bertujuan agar orientasi  organisasi dapat dipahami bersama, karena visi misilah yang akan menjadi rel pacuan kemana organisasi akan diarahkan.

Kiranya visi misi Robert Woodruff, Presiden Coca cola, sudah menjadi bukti nyata, dia mengatakan “In My generation it’s my desire that everybody should taste coca cola” (Dalam generasiku adalah keinginanku bahwa setiap orang harus merasakan coca cola). Realitanya, memang disepanjang sudut dunia, Cocal Cola selalu bisa ditemukan dimana-mana.

Di samping visi misi sebagai faktor explisit yang harus diterapkan dan diexplorasi oleh pemimpin organisasi kepada seluruh anggota. Ada pula hal implisit yang harus benar-benar diaplikasikan dan dijaga kerahasiannya, hal tersebut adalah doktrinasi. Doktrinasi adalah sebuah proses agar setiap anggota bisa menyatu dan merasa memiliki terhadap organisasi. Sehingga problem sekecil apapun yang menimpa organisasi, mereka turut merasakan dan andil untuk membuat perubahan. Namun hal ini harus dilakukan secara geriliya.

Sebisa mungkin proses doktrinasi harus dibingkai dengan sebaik-baiknya. Banyak contoh bagaimana kekuatan doktrinasi bisa benar-benar memantik totalitas anggota. Bahkan dengan doktrinasi yang baik, bisa jadi seorang anggota akan mempertaruhkan nyawanya.

Sebagaimana di tahun 2003, Dani remaja lulusan SMA, yang bersedia meledakkan dirinya di Hotel Marriot karena doktrin Jihadisme. Doktrinasi bisa dilakukan dengan memberikan narasi dari sudut pandang manfaat dan keunggulan organisasi dan menanggalkan sudut pandang yang lain, atau bisa memakai persuasi dengan memberikan deskripsi bagaimana senior organisasi dahulu yang telah sukses mengukir sejarah. Kiranya jika hal-hal tersebut benar-benar di terapkan, bukan tidak mungkin jika suatu saat organisasi bisa melampaui batas visi-misi yang dicita-citakan.

Share:

Konsep Negara dan Manusia

Konsep Negara dan Manusia

Globalisasi yang digulirkan setelah perang dunia ke-dua telah memberikan perubahan signifikan pada dunia, khususnya dalam pergaulan internasional, baik hubungan diplomatik antar negara, kerjasama ekonomi, keamanan dan lain-lain. Hal ini berdampak pada kesejahteraan hidup umat manusia. Globalisasi merupakan salah satu alasan terkuat dari kemajuan dunia global saat ini. Robin Meredith dalam bukunya “Menjadi Raksasa Dunia, Fenomena Kebangkitan India dan China” menyebutkan bahwa sejatinya unsur yang bisa memberikan kemajuan pada dunia adalah 65% dari pergaulan global, 20% dari technology, dan 15% dari kekayaan alam.

Paparan tersebut mengindikasikan bahwa kemajuan negara-negara di dunia bukan hanya karena disebabkan oleh sumber daya alam dan manusia yang dimiliki, tapi juga sangat tergantung dari pergaulannya dengan negara-negara yang lain.

Secara umum, tujuan didirikannya negara adalah untuk mensejahterakan rakyat. Sejahtera di sini bisa meliputi berkecukupan dalam hal ekonomi, keamanan yang terjamin dan hak  bersama yang terjaga. System kenegaraan yang dipakai untuk mewujudkan hal tersebut terbilang beragam, mulai dari demokrasi, otoriter, monarki, fasisme, dan lain-lain. Demikian juga system ekonomi politik, berupa komunisme dan kapitalisme.

Sebagai instrumen progresifitas kemajuan, system-system sebagaimana yang disebutkan tidak dapat dikatakan bahwa yang satu lebih unggul dari yang lain. Hal ini karena perbedaan orientasi, tradisi dan tujuan rakyat yang ada di dalamnya. Sebut saja China, sebagai negara otoriter dibawah partai tunggal komunis, ekonomi rakyat cukup terjamin, bahkan sangat melejit sampai 6,9%. Jauh di atas Amerika sebagai negara yang paling demokratis di dunia dengan pertumbuhan hanya sebesar 3%. Demikian juga Indonesia.

Meski demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa system yang diberlakukan di China lebih baik dari Amerika, ataupun Indonesia. Ekonomi di China boleh melejit tinggi, isi dompet Chinese boleh berisi buntalan uang, namun di dalamnya tidak ada kartu untuk memilih secara langsung pemimpinnya. Demikian juga Arab Saudi, boleh saja masyarakatnya hidup sejahtera, tapi mereka tidak berhak menentukan arah negara, apalagi bercita-cita menjadi salah seorang pimpinannya.

Berbeda dengan Indonesia, dengan masyarakatnya yang selalu menuntut kebebasan berpendapat dan penerapan hak asasi manusia, rakyat Indonesia memilih systemnya sebagai negara yang demokratis dan mengedepankan kompromi konsensus sebagai akar dari segala kebijakan. Sehingga masyarakat berhak menentukan hukumnya sendiri, dan semua orang berhak atas jabatan apapun didalam pemerintahan, meskipun dalam hal ekonomi, progresnya tidak seceapt China.
 

System demokrasi dan otoriter sangat jauh berbeda. Dalam negara berdemokrasi, kebebasan pers terjamin, hak-hak masyarakat menjadi prioritas, hak asasi manusia selalu menjadi topik utama. Meskipun terkadang sampai melampaui batas. Sedangkan dalam negara otoriter, kacamata yang dipakai ialah kemaslahatan negara sebagai tujuan utama secara mutlak. Baik untuk kemajuan ataupun keamanan. Selain daripada itu adalah second urgent. Sehingga apabila ada individu yang merasa dirugikan atas kebijakan negara, atau apabila ada hak asasi manusia yang terjarah, maka itu adalah second urgent setelah kepentingan negara.

Demokrasi memang akan menentukan hak setiap orang, tapi perlu disadari bahwa negara tidak hanya dihuni oleh segelintir orang dengan hasrat dan keinginan yang sama, melainkan oleh banyak kalangan dan berbagai macam kepentingan. Negara dengan system demokrasi, kerap kali lambat dalam merencanakan dan mengekseskusi program karena doktrin kompromi konsensusnya.

Doktrin ini mewajibkan seluruh elemen sepakat dengan usulan program yang diajukan, jika belum ada kata sepakat, maka akan terus diperdebatkan dengan rasionalisasi, alasan dan kajian-kajian, sehingga bisa menyentuh kata mufakat. Apabila tetap tidak menemukan kesepakatan, biasanya akan dilakukan lobi, dan jalan terakhir adalah voting.

Dalam system ini, acap kali terobosan yang dirasa sudah sangat baik, gagal di laksanakan. Ketika negara mempunyai program yang bagus untuk perkembangan jangka pendek ataupun panjang, tapi ternyata ada segelintir pihak yang tidak sepakat karena kepentingannya terusik, maka atas dasar hak asasi manusia dia akan berontak, selanjutnya pers di negara tersebut akan memberitakan dengan sedemikian hebohnya, sehingga bisa membentuk opini kuat publik yang bisa memberikan penekanan yang intens, sehingga gugurlah program brilian tersebut.

Pada akhirnya, hanya segelintir program saja yang bisa berjalan, atau banyak program tapi memakan waktu yang cukup lama, karna harus menunggu kata sepakat dari semua pihak.

Dalam system monarki dan otoriter, kualitas pemimpin sangat menentukan maju tidaknya negara dengan system ini. Apabila pemimpinnya mempunyai integritas dan kreatifitas yang baik, maka dalam jangka waktu yang relatif cukup cepat negara ini bisa menjadi negara dengan kemajuan yang pesat. Namun apabila kualitas kepemimpinannya buruk, kemajuan hanya akan menjadi angan di setiap pikiran rakyatnya, karena pemimpin dapat melakukan penyimpangan apapun dan kapanpun yang lepas dari kontrol bersama.

Kabar baiknya adalah, ketika pemerintah menemukan celah program yang bagus untuk perkembangan negara, tanpa campur tangan siapapun, pemerintah dapat langsung mengekseskusi, akhirnya programpun bisa berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Sehingga masyarakat secara umum bisa dengan cepat menikmati hasil dari program tersebut. Maka dalam negara monarki atau otoriter, kapabilitas, integritas dan visi misi seorang pemimpin sangat dibutuhkan.

Negara dan Manusia

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat. Artinya bahwa masyarakat yang ada di wilayah tersebut telah menyapakati tatanan yang ada dalam pendirian negara tersebut. Tidak ada patokan yang khusus mengenai syarat pendirian suatu negara, baik dari segi kuantitas dan homogenitas masyarakatnya ataupun luasan geografisnya.

Tidak ayal jika dalam suatu negara terdapat banyak hegemonitas, baik ras, suku, warna kulit, bahasa, budaya, agama dan lain-lain. Hanya segelintir negara saja yang seluruh masyarakatnya homogen. Bahkan berdasarkan hukum, pemberontak yang berhasil p Artinya, berdasar perbedaan ini, konsep negara dengan segala macam nasionalisme yang ada di dalamnya adalah abstrak.

Padahal, konsep negara telah membuat manusia berfikir terpetak-petak dan egois. Masyarakat suatu negara akan melakukan apapun untuk harkat martabat negaranya, meskipun dengan cara mengambil hak masyarakat lain di belahan negara yang berbeda. Manusia cenderung menganggap negaranya adalah satu-satunya hal yang harus dijaga. Tidak peduli apakah yang dilakukan akan merugikan manusia lain di negara yang berbeda.

Sebut saja negara-negara kolonial masa lalu, mereka mengekspansi kekayaan negara-negara lain, melupakan sisi kemanusiaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan memajuan negaranya sendiri. Padahal, manusia yang ada di negaranya ataupun di negara lain adalah sama, baik hak asasi, perasaan, ataupun kebutuhannya.

Banyak contoh dari hal tersebut, sebagaimana Amerika membombardir negara timur tengah karena mengincar minyaknya, mengingat kebutuhan minyak di negaranya yang berkisar 20 Juta barel perhari. Banyak sekali korban berjatuhan dan pihak yang dirugikan.

Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dari bagaimana negara-negara di Eropa yang  masyarakatnya bisa melakukan apa saja, pendidikan terjamin, fasilitas terpenuhi, dan lain-lain. Sedangan di belahan dunia yang lain, di negara-negara miskin di Afrika semisal, banyak orang yang masih terbelakang,  tertinggal dan kelaparan.

Adanya negara seharusnya bukan menjadi terpetak-petaknya kumpulan ambisi egoisme suatu kaum untuk melahap kaum yang lain, melainkan hanya sebagai sarana agar suatu kumpulan kaum yang notabene berasal dari ras yang berbeda bisa berjalan beriringan bersama dan saling bahu membahu menuju kemajuan, baik dalam pendidikan, ekonomi dan lainnya.
Rasa nasionalisme harus ditanamkan pada setiap bangsa dari suatu negara, hal ini bertujuan agar semangat kompetitas dan kolaborasi antar negara bisa semakian membara yang akan berdampak pada kemajuan bersama antar negara. Nasionalisme atau cinta pada negara sendiri tidak boleh menjadi penyekat yang akan mengkotak-kotakkan, mengadu domba, dan memisahkan rasa persaudaraan antar umat manusia di negara yang berbeda.

Sejatinya setiap manusia harus mampu menjaga martabat dan kedaulatan negaranya sendiri namun dengan tetap menghormati hak dan kebutuhan negara yang lain. 

Share:

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh