Korupsi dan Demokrasi Transaksional



Moh. Usman
mohusmanainurrofiq@gmail.com

Pasang Surut Demokrasi Kita: Sebuah Pengantar

Sejak pertama kali diproklamirkan kemerdekaannya, Indonesia dideklarasikan sebagai negara republik. Latar belakang sejarah yang patriotik, kultur dan agama yang divergen menjadikan sistem negara dengan corak republik sangat cocok diterapkan di Indonesia. Konsep ini telah digariskan oleh founding father Indonesia di dalam konstitusi negara, UUD 1945.

Dalam sistem pemerintahan republik, dikenal slogan “dari rakyat untuk rakyat”. Artinya yang mempunyai kekuasaan penuh untuk menjalankan pemerintahan adalah rakyat. Sebab pada dasarnya kata republik berasal dari bahasa latin “res republica” yang secara lugawi memiliki makna “urusan awam”. Konsep ini sebenarnya sudah dianut di era Romawi kuno yang bertahan sejak 509 SM sampai dengan 44 SM. Karena pemerintahan dilaksanakan sendiri oleh rakyat, maka secara otomatis konsep ini menuntut pola pemerintahan yang demokratis.

Melalui sistem yang demokratis, semua elemen masyarakat mempunyai hak politis yang sama. Tak heran, di awal kemerdekaan Indonesia, pemilihan umum di tahun 1955 sudah diikuti oleh 118 peserta yang terdiri dari 36 peserta partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan dan 48 perorangan. Di awal implementasinya, sistem ini dianggap terlalu liberal untuk negara yang tergolong masih baru, sehingga membuat Ir. Soekarno, Presiden Indonesia kala itu memilih untuk menerapkan demokrasi terpimpin. Namun secara garis besar, negara tetap menjamin hak politis masyarakat untuk mendirikan partai atau aktif di partai politik manapun. Meski demikian, pertikaian politik tetap saja terjadi sehingga perkembangan menjadi prioritas yang ke sekian.

Masuk ke era periode orde baru, belajar dari masa lalu, Soeharto sadar bahwa demokrasi yang terlalu liberal hanya akan menciptakan banyak kegaduhan. Lambat laun interpretasi mengenai demokrasi mulai dipersempit tuang lingkupnya. Akses masyarakat untuk mendapatkan keterbukaan informasi di intitusi pemerintahan semakin terbatas. Partai politik dipadatkan hanya menjadi 3 bagian. Pers dibredel dan dipersulit ijin edarnya. Sementara tentara berkuasa di segala lini. Demokrasi pada saat itu tak lebih dari sekedar titel dan seremoni. Transparansi dikekang yang menjadikan peluang terhadap banyak birokrat untuk melakukan praktek-praktek ilegal. Pada akhirnya, koruspi, kolusi dan nepotisme terjadi hampir di semua lini.

Setelah keluar dari trah orde baru, nilai-nilai demokrasi di Indonesia mulai benar-benar bisa dikukuhkan. Ini dapat dilihat dari disahkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang pro demokrasi seperti Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers, Undang-undang Np. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan beberapa peraturan perundang-undangan lain. Kemudian juga dapat dilihat dari upaya merevitalisasi lembaga-lembaga instrumen demokratitasi seperti lembaga konstitusi, KPU, penghapusan dwifungsi ABRI, termasuk di antara pembangunan lembaga anti rasuah yang sampai saat ini dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jejak panjang orde baru selama kurang lebih 32 tahun berkuasa dengan otoriterianismenya telah banyak membentuk alam bawah sadar birokrasi di Indonesia sulit terlepas dari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang telah lama berjalan. Akhirnya praktek tersebut seperti menjadi kebiasaan yang sampai saat ini sulit untuk diubah.


Demokrasi Transaksional: Akar Korupsi di Segala Lini

Di era reformasi ini, masyarakat mulai “melek” politik. Semua elemen berlomba untuk mendedikasikan dirinya pada negera melalui jalur politik. Di samping berdampak positif terhadap kemajuan arus informasi dan kebebasan berpendapat, reformasi juga menjadikan birokrasi di Indonesia semakin transparan, terbuka dan tertata rapi.

Secara perlahan reformasi telah mengembalikan Indonesia menuju sistem demokrasi liberal, sistem yang dulunya sempat dibubarkan secara paksa. Demokrasi ini menuntut negara harus menjamin hak politik setiap kalangan masyarakat tanpa batas. Salah satu bentuk penerapannya ialah dengan menggelar pemilihan umum secara langsung. Pemilihan langsung akan membuat hak politik setiap lini masyarakat terpenuhi. Baik bagi mereka yang ingin mencalonkan dirinya sebagai pemimpin atau sekedar memilih calon yang diyakininya cocok untuk memimpin. Dengan sistem pemilihan ini, para calon pemimpin harus bersaing dengan calon lainnya untuk mendapatkan suara pemilih. Iklim demokrasi ini secara politis sangat baik karena setiap kalangan dapat turut andil dan menentukan sendiri arah masa depan bangsanya.

Namun di sisi lain, calon pemimpin harus rela menggelontorkan banyak dana agar mereka terpilih. Dana ini biasanya dikeluarkan untuk biaya kampanye, membiayai tim sukses atau sebagai mahar politik agar partai politik tertentu mau menyalonkannya. Artinya sebelum menyalonkan diri sebagai calon pemimpin, banyak sekali dana yang harus disiapkan. Di samping itu, perkembangan ekonomi dan pendidikan yang tidak merata di kalangan masyarakat juga dapat menjadi peluang penyimpangan. Hal ini berdampak pada banyaknya transaksi jual beli suara, kepada masyarakat sebagai pemilih ataupun kepada petugas di lapangan sebagai wasit.

Fakta-fakta tersebut membuat pemilihan umum yang tujuannya adalah menyaring pemimpin terbaik melalui sistem yang transparan dengan biaya yang tidak murah, ternyata malah sebaliknya. Pemilihan umum hanya dijadikan sebaga simbol demokrasi yang sebatas transaksional dan seremonial. Jabatan kepemimpinan tidak lebih hanya hasrat untuk berkuasa dan memperkaya diri.

Banyaknya dana yang dikeluarkan ketika pencalonan dan dibarengi dengan kewenangan besar ketika berkuasa membuat mereka hanya menjadikan jabatannya sebagai penggeruk laba dari modal yang sudah dikeluarkan. Tanpa pengawasan yang ketat, pada akhirnya, korupsi, kolusi dan nepotisme tak ubahnya di era orde baru, bahkan semakin menjalar.

Sistem demokrasi yang transaksional telah menjadi akar dari setiap masalah di intitusi pemerintahan. Jika korupsi dibiarkan, maka akan banyak sekali dampak negatif paralel yang akan terjadi. Termasuk berkurangnya anggaran pembangunan yang sudah disediakan, yang tentunya juga akan berdampak juga terhambatnya pembangunan. Program untuk menyejahterakan rakyat kecil pastinya juga akan terbengkalai.

Semenjak 2004-2019 ada sekitar 275 anggota DPR ataupun DPRD yang ditahan dan juga ada 119 Kelapa Daerah, baik Gubernur ataupun Bupati. Korupsi juga banyak melibatkan keluarga pejabat dan koleganya. Belum lagi korupsi yang dilakukan di jajajarn terendah yang karena keterbatasan yang diberikan kepada KPK menjadi sulit terdeteksi. Kendaraan politik dan suap untuk menuju jabatan tertentu menjadikan korupsi, kolusi dan nepotisme menggelinding ibarat bola salju yang akan semakin membesar sampai ke dasar. Akhirnya masyarakat sampai lapisan bawahpun akan merasakan dampaknya. Baik pembangunan di daerah yang cenderung stagnan lambat atau dipersulit ketika berurusan dengan birokrat.  

Korupsi dan Solusi Mendasar

Ada beberapa faktor mengapa korupsi semakin hari semakin menjalar. Pertama, Moralitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab utama terjadinya korupsi adalah moralitas yang rusak. Jika moralitas para pemangku jabatan baik, seberapapun banyak celah dan kesempatan yang ada untuk melakukan korupsi, niscaya korupsi tidak akan pernah terjadi. Demikian sebaliknya, meskipun celah dan kesempatan untuk korupsi sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali, tapi apabila moralitas dari para pemangku jabatan rusak, mereka akan tetap mencari-cari berbagai cara untuk memperkaya diri.

Pola pendidikan tentu sangat berpengaruh dalam membentuk moralitas. Pola pendidikan yang diberikan seharusnya tak hanya sebatas kepada nilai-nilai keilmuan saja, namun bisa lebih kepada pendidikan karakter dan tata nilai. Jika pendidikan karakter berhasil dan bisa merubah moralitas para terdidik, maka secara tidak langsung itu akan menjadi langkah antisipatif dari semaraknya korupsi di masa yang akan datang.

Kedua, karna banyaknya celah dan kesempatan. KPK sebagai lembaga utama yang bertindak sebagai pemberantas sekaligus pengawas korupsi, tentu mempunyai mandat yang cukup berat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia sudah barang tentu di dalamnya juga terdiri dari banyak lembaga dan instansi pemerintahan yang harus diawasi. Jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga dapat dikatakan KPK masih tertinggal di beberapa bidang. Sebagai contoh dari sekitar 260 juta jiwa masyarakat Indonesia, pegawai KPK hanya sebanyak 1500 lebih. Hal ini cukup berbeda dengan lembaga anti rusuah Malaysia. Malaysia yang hanya berpenduduk sekitar 27 juta jiwa, mempunyai lembaga Malaysian anti corruption commision (MACC) yang beramunisikan lebih dari 2900 pegawai. Tentu tak dapat dijadikan alasan jika hal tersebut di karenakan lembaga anti rusuah Malaysia sudah berdiri tahun 1967 dan KPK baru berdiri di tahun 2003, karna seyogyanya terbebas dari korupsi harus menjadi prioritas utama bagi setiap negara.

Ketiga, Penindakan hukum yang terbilang lemah. Sebenarnya cukup banyak kasus tindak pidana korupsi yang berhasil diberangus oleh KPK dan instansi lain. Namun acap kali terjadi kejanggalan ketika kasus tersebut sudah dilimpahkan ke lembaga penegak hukum selanjutnya. Mulai dari divonis ringan sampai dibebaskan. Menurut riset yang di lakukan oleh ICW pada Juli 2018 yang lalu, rata-rata koruptor hanya mendapatkan hukuman 2 tahun 5 bulan penjara.

Agaknya, dalam sistem hukum di Indonesia saat ini, materi dan kedudukan mempunyai pengaruh dominan. Acapkali karenanya, agenda-agenda hukum bertentangan dengan nurani keadilan. Kedudukan politik dan materi secara implisit telah memetakan orang-orang yang berperkara dalam hukum menjadi klaster-klaster. Klaster inilah yang menjadi pengaruh kesetaraan subjek dalam hukum sulit tercapai. Gelanggang politik dan para petinggi politik di lembaga-lembaga pemerintahan yang seharusnya menjadi aktor utama supremasi hukum malah mengambil peran sebaliknya. Maka sangatlah relevan apa yang dikatakan oleh Pluto, hukum bagaikan jaring laba-laba, hanya kuat terhadap yang lemah, namun rapuh terhadap yang kuat.

Keempat, budaya suap dan gaji pegawai pemerintahan yang relatif kecil. Sudah menjadi rahasia umum, banyak oknum yang mencari kesempatan di beberapa ajang tes pencalonan untuk menjadi pegawai atau pejabat pemerintahan. Hal tersebut diperparah dengan konfirmasi calon pegawai atau pejabat untuk mendapatkan posisi tertentu memberikan uang dalam jumlah besar. Tentunya hal ini akan berpotensi menjadi malapetaka di masa yang akan datang, mengingat gaji perbulan yang akan didapatnya bahkan tidak melebihi 5% saja dari apa yang dia bayarkan.




Share:

Sejarah Sistem Uang (yang Kelam)

Keterangan:  Ilustrasi di bawah ini adalah isi daripada buku "Masa Lalu Uang dan Masa Depan Dunia". Tulisan agak panjang tapi akan memberikan pemahaman pada kita bagaimana sejarah awal mula uang kertas yang kita pakai saat ini. Nama Fabian adalah ilustrasi dari sosok/gerombolan yang pertama menciptakan sistem uang kertas dan mengambil keuntungan darinya. Di masa modern Fabian ini dikenal dengan nama Bankir. Paragraf dalam kurung adalah tambahan keterangan dan opini dari penulis.


Berikut ilustrasinya:

-------------------------------------------------------------

Fabian sangat bahagia karena dia akan menyampaikan sebuah pidato ke masyarakat besok. Dia selalu menginginkan kekayaan dan kekuasaan dan sekarang impiannya akan segera menjadi kenyataan.

Dia adalah seorang tukang emas. Dia biasa mengukir emas dan perak menjadi perhiasan, tetapi semakin lama semakin tidak puas karena harus bekerja keras dalam hidupnya. Fabian menginginkan kesenangan, dan juga tantangan, dan sekarang rencana barunya siap untuk dimulai.

Awalnya, selama puluhan generasi, masyarakat terbiasa dengan sistem perdagangan barter (tukar menukar barang). Seseorang akan menghidupi keluarganya dengan memproduksi semua yang mereka butuhkan ataupun mengkhususkan diri dalam perdagangan produk tertentu. Kelebihan dari yang dia produksi, akan dia tukarkan dengan kelebihan barang lain yang diproduksi orang lain.

Pasar setiap hari ramai dan bersemangat, orang-orang berteriak dan rnelambaikan dagangannya. Sebelurnnya pasar adalah ternpat yang rnenyenangkan, tetapi sekarang jumlah orang terlalu banyak, pertengkaran pun semakin banyak. Tidak ada lagi waktu untuk ngobrol dan bercanda, sebuah sistern yang lebih baik dari barter mulai diperlukan.

Secara urnurn, orang-orang relatif bahagia, dan mereka menikrnati buah dari hasil kerja keras rnereka. Di setiap komunitas dibentuk sebuah pemerintahan yang sederhana yang tugasnya rnenjaga agar kebebasan dan hak setiap anggota masyarakat dilindungi dan untuk rnemastikan bahwa tak seorang pun akan dipaksa untuk melakukan hal yang tidak dia inginkan oleh siapapun juga.

Namun, ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan di perdagangan pasar sehari-hari. Apakah sebelah pisau senilai dengan dua keranjang jagung? Apakah seekor kerbau lebih berharga dari seekor ayam? Orang-orang menginginkan sistem yang lebih baik. Fabian mengiklankan diri kepada masyarakat, "Saya punya solusi atas masalah barter yang kita alami, dan saya mengundang kalian semua untuk sebuah pertemuan publik besok harinya."

Besok harinya orang-orang pun berkumpul di tengah kota dan Fabian menjelaskan kepada mereka konsep tentang "uang". Masyarakat yang mendengarkan pidatonya terkesan dan ingin mendengar lebih banyak. "Emas yang saya produksi menjadi perhiasan adalah logam yang luar biasa. Dia tidak akan berkarat, dan bisa bertahan sangat lama. Saya akan membuat emas dalam bentuk koin dan kita akan menyebut setiap koin dengan nama dolar.

Fabian menjelaskan konsep tentang nilai, dan bahwa "uang" akan menjadi medium pertukaran barang, sebuah sistem yang lebih baik daripada barter. Salah satu dari anggota pemerintah bertanya "Tetapi orang tertentu bisa menambang emas sendiri dan membuat koin untuk diri mereka sendiri?”

"Ini tidak boleh diterima" kata Fabian. "Hanya koin-koin yang disetujui pemerintah yang boleh digunakan, dan kita akan membuat stempel khusus di koin-koin tersebut." Ini kedengarannya masuk akal dan orang-orang pun mulai menyarankan agar setiap orang mendapatkan sama banyak. "Tetapi saya yang paling pantas mendapatkan lebih" kata si pembuat lilin. "Tidak, saya lah yang berhak mendapatkan lebih," kata si petani. Dan pertengkaran pun dimulai.

Fabian membiarkan mereka bertengkar selama beberapa saat, kemudian berkata, "Karena tidak ada kesepakatan di antara kalian semua, biarlah saya yang menentukan angkanya buat Anda. Tidak ada batasan berapa koin yang akan Anda dapatkan dari saya, semua tergantung kemampuan Anda untuk membayar. Semakin banyak yang Anda dapatkan, semakin banyak yang harus Anda kembalikan tahun depan."

"Lalu apa yang akan kamu dapatkan?" kata salah satu pendengar. "Karena saya yang menyediakan jasa ini, yaitu suplai uang, maka saya berhak mendapatkan bayaran dari kerja kerasku. Untuk setiap 100 koin yang Anda dapatkan dari saya, Anda akan membayarkan kembali kepadaku sebanyak 105 koin tahun depannya. 5 koin ini adalah bayaranku, dan saya akan menyebutnya bunga."

--( Artinya mereka yang menginginkan koin itu dari Fabian, dia harus berhutang. Seumpama saat ini dia mengambil 100 koin, maka tahun depannya dia harus mengembalikan dengan 105 koin. Tidak seorangpun berhak mendapatkan koin yang resmi itu kecuali dengan berhutang. Hal tersebut juga berarti setiap koin yang beredar itu mengandung hutang sebesar 5%.)--

Kedengarannya tidak terlalu buruk, lagipula 5% sepertinya tidak banyak. Maka orang-orang pun setuju. Mereka sepakat untuk bertemu seminggu kemudian dan memulai sistem baru ini. Fabian tidak membuang waktu. Dia membuat koin emas siang dan malam, dan seminggu kemudian dia pun siap dengan koinnya. Orang-orang antri panjang di depan tokonya. Setelah dicek dan disetujui oleh pemerintah, koin emas Fabian resmi diedarkan. Sebagian orang hanya meminjam sedikit koin, setelah itu mereka segera pergi ke pasar mencoba sistem baru ini.

Masyarakat segera menyadari sisi baik dari sistem ini, dan mereka pun mulai menilai harga setiap barang dengan koin emas atau dolar. Orang-orang memberikan harga pada dagangannya sesuai dengan usaha untuk memproduksi barang tersebut. Barang yang mudah diproduksi harganya lebih rendah, dan barang yang sulit diproduksi harganya lebih mahal.

Alan adalah seorang tukang jam. Satu-satunya di kotanya. Jam yang dia buat sangatlah mahal, tetapi orang-orang bersedia membayar untuk mendapatkan jam yang dia buat. Dan kemudian ada seorang lain yang juga mulai membuat jam dan menjualnya dengan harga yang lebih murah. Alan pun terpaksa menurunkan harga jamnya. Kedua orang ini bersaing memproduksi jam dengan kualitas terbaik dengan harga yang lebih murah. Ini adalah asal muasal dari apa yang kita sebut kompetisi.

--(Dengan alasan inilah mengapa suatu komoditas di dalam suatu negara yang hanya dikuasai satu perusahaan saja akan cenderung dimonopoli, sehingga perusahaan itu akan senantiasa mempermainkan harga dan distirubusi. Ini yang kemudian membuat pemerintah mengundang banyak perusahaan asing masuk, agar suatu komoditas tidak dimonopoli oleh satu perusahaan saja. sehingga baik kualitas ataupun harga akan bersaing dan masyarakat dapat memilih)--

Hal yang sama terjadi juga kepada para kontraktor, operator transportasi, akuntan, petani, dan lainnya. Para pembeli selalu memilih transaksi yang menurut mereka paling menguntungkan, mereka memiliki kebebasan untuk memilih. Tidak ada perlindungan buatan semacam Iisensi ataupun cukai tarif untuk menghambat orang-orang memulai perdagangan. Standar hidup masyarakat mulai meningkat, dan tak lama kemudian orang-orang pun tidak bisa membayangkan sebuah sistem perdangan tanpa uang.

Setahun kemudian, Fabian pun mulai mendatangi orang-orang yang berhutang kepadanya. Orang-orang tertentu memiliki koin emas lebih dari yang mereka pinjam, tetapi ini berarti ada orang lainnya yang memiliki lebih sedikit dari yang mereka pinjam, sebab jumlah koin yang dibuat pada awalnya memang terbatas jumlahnya. Orang-orang yang memiliki koin lebih membayar kepada Fabian dan juga 5% bunganya, tetapi mereka kemudian meminjam lagi kepadanya untuk melanjutkan sistem perdagangan di tahun mendatang.

Sebagian orang mulai menyadari untuk pertama kalinya seperti apa rasanya hutang. Sebelum mereka bisa meminjam kembali kepada Fabian, kali ini mereka harus menjaminkan aset-aset kepadanya, dan mereka pun melanjutkan perdagangan selama setahun mendatang, mencoba mendapatkan 5 koin lebih untuk setiap 100 koin yang mereka pinjam dari Fabian.

Saat itu, belum ada seorang pun yang menyadari bahwa seluruh masyarakat, sekalipun mengembalikan semua hutang koin mereka, tetap tidak bisa melunasi hutang mereka kepada Fabian, karena kelebihan 5% koin emas yang merupakan kewajiban mereka memang tidak pernah diedarkan oleh Fabian. Tak seorang pun selain Fabian yang mengetahui bahwa adalah hal yang mustahil bagi masyarakat ini untuk bisa melunasi hutang mereka bila ditambahkan dengan bunga, uang yang tldak pernah dia edarkan.

Memang benar Fabian sendiri juga membuat koin untuk dirinya sendiri dan koin ini akan beredar di masyarakat, namun tidak mungkin dia sanggup mengkonsumsi 5% dari semua barang di masyarakat.

Di dalam toko emasnya, Fabian memiliki sebuah ruang penyimpanan yang sangat kuat, dan sebagian masyarakat merasa lebih aman kalau menitipkan koin emas mereka kepada Fabian untuk disimpan. Fabian akan menagih sejumlah uang tertentu sebagai jasa penyimpanan untuk orang-orang tersebut. Sebagai bukti atas deposit emas mereka, Fabian memberikan mereka selembar kertas kwitansi.

Orang-orang yang membawa kwitansi dari Fabian ini bisa menggunakan kertas ini untuk membeli barang sama halnya seperti menggunakan koin emas. Dan lama-kelamaan kertaskertas ini beredar di masyarakat sebagai uang sama seperti koin emas. Tak lama kemudian, Fabian menemukan bahwa kebanyakan orang tidak akan menukarkan kembali kwitansi deposit mereka dengan koin emasnya.

Dia pun berpikir, "saya memiliki semua emas di sini dan saya masih juga bekerja sebagai tukang emas. Ini benar-benar tak masuk akal. Ada ribuan orang di luar sana yang akan membayarkan bunga kepada saya atas koin-koin emas yang mereka titipkan kembali kepada saya yang bahkan tidak mereka tukarkan kembali."

Memang benar, emas-emas mereka bukan milikku, tetapi emas-emas itu ada di dalam gudangku, dan itulah yang penting. Saya tidak perlu membuat koin sama sekali, saya bisa menggunakan koin-koin yang dititipkan kepadaku. Mulanya Fabian sangat hati-hati, dia hanya meminjamkan bagian kecil dari emas yang dititipkan orang kepadanya. Lama-kelamaan, karena terbukti tidak ada masalah, dia pun meminjamkan dalam jumlah yang lebih besar.

Suatu hari, seseorang mengajukan sebuah pinjaman yang nllainya sangat besar. Fabian berkata kepadanya "daripada membawa koin emas dalam jumlah sebesar itu, bagaimana kalau saya menu lis beberapa lembar kwitansi emas kepadamu sebagai bukti depositmu kepadaku." Orang itu pun setuju. Dia mendapatkan hutang yang dia inginkan tetapi emasnya tetap dl gudang Fabian. Sebab emas yang rencana akan dipinjam dengan bunga itu, sudah diganti dengan kwitansi sebagai pengganti emas.

Setelah orang itu pergi, Fabian pun tersenyum, dia bisa meminjamkan emas kepada orang sambil mempertahankan emas di gudangnya sendiri. Baik teman, orang tak dikenal, maupun musuh, membutuhkan uang untuk melanjutkan perdagangan mereka.

Selama orang-orang bisa memberikan jaminan, mereka bisa meminjam sebanyak yang mereka butuhkan. Dengan hanya menuliskan kwitansi, Fabian bisa meminjamkan emas-emasnya senilai beberapa kali Iipat dari yang sebenarnya dia miliki. Segalanya akan baik-baik saja selama orang-orang tidak menukarkan kwitansi deposit emas mereka kepada Fabian.

Fabian memiliki sebuah buku yang menunjukkan debit dan kredit dari setiap orang. Bisnis simpan-pinjam ini benar-benar sangat menguntungkan baginya. Status sosial Fabian di masyarakat meningkat secepat kekayaannya. Dia mulai menjadi orang penting, dia harus dihormati. Di dunia finansial, kata-katanya adalah ibarat sabda suci.

Tukang emas dari kota lain mulai penasaran tentang rahasia Fabian dan suatu hari mereka pun mengunjunginya. Fabian memberitahu apa yang dia lakukan, dan menekankan kepada mereka pentingnya kerahasiaan dari sistem ini. andainya skema ini terekspos, bisnis mereka pasti akan ditutup, jadi mereka sepakat untuk menjaga kerahasiaan bisnis Inl.

Masing-masing tukang emas ini kembali ke kota mereka dan menjalankan operasi seperti yang diajarkan oleh Fabian. Orang-orang menerima kwitansi emas sama seperti emas itu sendiri, dan banyak emas yang masyarakat pinjam yang akan dititipkan kembali kepada Fabian.

Ketika seorang pedagang lngin membayar kepada pedagang lainnya, mereka bisa menuliskan sebuah instruksi kepada Fabian untuk memindahkan uang dari rekening mereka kepada rekening Iainnya, yang akan dilakukan oleh Fabian dengan mudah dalam beberapa menit. Sistem ini menjadi sangat populer, dan kertas Instruksi ini pun mulai dikenal dengan sebutan cek.

Pada suatu malam, para tukang emas dari berbagai kota ini mengadakan sebuah pertemuan rahasia dan Fabian mengajukan sebuah rencana baru. Besok harinya mereka rapat dengan pemerintah dan Fabian berkata, Kertas kwitansi kami telah menjadi sangat populer. Tak perlu diragukan, Anda para wakil rakyat juga menggunakan mereka dan manfaatnya jelas sangat memuaskan.  Namun, sebagian kwitansi ini telah dlpalsukan oleh orang-orang. Hal ini harus dihentikan. Para anggota pemerintah pun mulai khawatir. "Apa yang bisa kami lakukan? Tanya mereka.

Jawaban Fabian ialah sebagai berikut: Pertama-tama, adalah tugas dari pemerintah untuk mencetak uang kertas dengan desain dan tinta yang unik, dan masing-masing uang kertas ini harus ditandatangani oleh Gubernur. Kami para tukang emas akan dengan senang hati membayar biaya cetak.

Ini juga akan menghemat banyak waktu kami untuk menulis kwitansi." Para anggota pemerintah berpikir "Ya, memang kewajiban kami untuk melindungi masyarakat dari pemalsuan uang dan nasehat dari Fabian ini kedengarannya memang masuk akal." Dan mereka pun setuju untuk mencetak uang kertas ini.

"Yang kedua", kata Fabian, "sebagian orang juga pergi menambang emas dan membuat koin emas mereka sendiri. Saya menyarankan agar dibuat sebuah hukum agar setiap orang yang menemukan emas harus menyerahkannya. Tentu saja, mereka akan mendapat ganti rugi koin yang saya buat dan uang kertas baru." Ide ini pun mulai dijalankan.

Pemerintah mencetak uang kertas baru dengan pecahan $1, $2, $5, $10, dan lainnya. Biaya cetak yang rendah ini dibayarkan oleh parang tukang emas. Uang kertas ini jauh lebih gampang untuk dibawa dan dalam waktu singkat diterima oleh masyarakat. Namun, di luar faktor kenyamanan, ternyata uang kertas dan koin emas yang beredar hanyalah 10% dari nilai transaksi masyarakat.

Kenyataan perdagangan menunjukkan bahwa 90% nilai transaksi dilakukan dengan cara pindah buku (cek). Rencana berikut Fabian mulai berjalan. Sampai saat itu, orang-orang membayar Fabian untuk menitipkan koin emas (uang) mereka. Untuk menarik lebih banyak uang ke gudangnya, Fabian akan membayar para depositor 3% bunga atas emas titipan mereka.

Kebanyakan orang mengira Fabian meminjamkan kembali uang yang dititipkan kepadanya. Karena dia meminjamkan kepada orang lain dengan bunga 5%, dan dia membayar para deposan 3%, maka keuntungan Fabian adalah 2%. Orang-orang pun berpikir jauh lebih baik mendapatkan 3% daripada membayar Fabian untuk menjaga emas (uang) mereka, dan mereka pun tertarik.

Volume tabungan meningkat dengan cepat di gudang Fabian. Dia bisa meminjamkan uang kertas $200, $300, $400, bahkan sampai sampai $900 untuk setiap $100 yang dia dapatkan dari deposan. Dia harus berhati-hati dengan ratio 9:1 ini, sebab menurut pengalamannya, memang ada 1 dari setiap 9 orang yang akan menarik emas mereka. Bila tidak ada cukup uang saat diperlukan, masyarakat akan curiga.

Dengan demikian, untuk $900 dolar pinjaman yang diberikan Fabian, dengan bunga 5% dia akan mendapatkan kembali $45. Ketika pinjaman + bunga ini dilunasi, Fabian akan membatalkan $900 di kolom debit pembukuannya dan sisa $45 ini adalah miliknya. Dia dengan senang hati akan membayar bunga $3 untuk setiap $100 yang dititipkan deposan kepadanya. Artinya, keuntungan riil dari Fabian adalah $42, Bukan $2 yang dibayangkan kebanyakan orang.

Para tukang emas di kota-kota lain melakukan hal yang sama. Mereka menciptkaan kredit (pinjaman) tanpa modal (emas) dan menagih bunga atas pinjaman mereka. Para tukang emas ini tidak lagi membuat koin emas, pemerintahlah yang mencetak uang kertas dan koin dan memberikannya kepada para tukang emas ini untuk didistribusikan. Satu-satunya biaya Fabian adalah ongkos cetak uang yang sangat murah.

Di samping itu, dia juga menciptakan kredit tanpa modal dan menagih bunga atas pinjaman barunya ini Kebanyakan orang mengira suplai uang adalah operasi dari pemerintah. Mereka juga perc.aya bahwa Fabian meminjamkan uang dari para deposan kepada peminjam baru, tetapi rasanya agak heran mengapa orang lain bisa mendapatkan uang padahal uang para deposan masih tetap tak berkurang. Seandainya semua orang mencoba mengambil uang mereka pada saat yang bersamaan, skema penipuan ini akan terekspos.

--(Awalnya, untuk mendapatkan kwitansi dari Fabian/Bankir, seseorang harus menyerahkan koin emasnya terlebih dahulu, artinya setiap kwitansi yang beredar sudah mengandung emas. Namun seiring berjalannya waktu, seseorang dapat mendapatkan pinjaman uang kertas tanp menyerahkan emas. Hanya berupa jaminan. Ini artinya setiap uang yang beredar nilainya sudah tidak mengandung emas, tidak seperti kwitansi sebagaiaman dipaparkan di awal)---

Tak masalah bila sebuah pinjaman diajukan dalam bentuk uang kertas atau koin. Fabian tinggal mengatakan kepada pemerintah bahwa penduduk bertambah dan produksi baru memerlukan uang baru, yang akan dia dapatkan~dengan biaya cetak yang sangat kecil. Suatu hari seseorang pergi menemui Fabian. "Bunga yang Anda tagih ini salah," katanya. "Untuk setiap $100 yang Anda pinjamkan, Anda meminta $105 sebagai kembalinya. $5 extra ini tidak mungkin bisa dibayarkan karena mereka bahkan tidak eksis.

"Petani memproduksi makanan, industri memproduksi barang, tetapi hanya Andalah yang memproduksi uang. Katakanlah hanya ada dua pedagang di negara ini, dan semua orang bekerja untuk salah satunya. Mereka masing-masing meminjam $100. Setahun kemudian, mereka harus mengembalikan masing-masing $105 kepada Anda (total $210). Bila salah satu orang berhasil menjual habis dagangannya dan mendapatkan $105, orang yang tersisa hanya akan memiliki $95, dia masih berhutang $10 kepadamu, dan tidak ada, uang yang beredar untuk melunasi $10 ini kecuali dia mengajukan pinjaman baru kepadamu. Sistem ini bermasalah!"

"Untuk setiap $100 yang kamu pinjamkan, kamu seharusnya mengedarkan $100 kepada sang peminjam dan $5 untuk kamu belanjakan, jadi total uang yang beredar memungkinan si peminjam untuk membayar" Fabian mendengarkan dengan tenang dan menjawab, "Dunia finansial adalah subjek yang rumit, anak muda, butuh waktu bertahun-tahun untuk memahaminya. Biarkan saya saja yang memikirkan masalah ini, dan kamu mengurus urusanmu saja.

Kamu harus belajar untuk menjadi lebih efisien, meningkatkan produksimu, memotong ongkos pabrikmu dan menjadi pengusaha yang lebih cerdas. Saya siap membantu untuk urusan itu." Orang ini pun pergi meninggalkan Fabian, tetapi hatinya masih juga bimbang. Sepertinya ada yang tidak beres dengan sistem kerja Fabian, dan pertanyaan yang dia ajukan masih belum dijawab.

Share:

Memahami Sejarah Al-Qur'an dalam 5 Menit

Dalam tulisan ini saya akan mengajak pembaca untuk memahami Sejarah Al-Qur'an mulai dari awal sebelum Nabi dilahirkan hingga termodifikasi. 


Nabi dan Al-Quran

Nabi Muhammad saw. dilahirkan di Makkah sekitar 570, di tengah-tengah keluarga atau klan (banû) Hasyim dari suku Quraisy yang pamornya ketika itu tengah surut. Ayahnya, Abdullah meninggal ketika beliau masih berada dalam kandungan ibunya, Aminah. Ketika berusia sekitar 6 tahun, ibunya menyusul kepergian ayahnya, dan si kecil Muhammad lalu diasuh kakeknya, Abd al- Muththalib, yang juga meninggal ketika ia berusia sekitar 8 tahun. 

Selanjutnya Nabi Muhammad diasuh pamannya, Abu Thalib, pemimpin banu Hasyim yang relatif miskin, tetapi terhormat. Orang inilah yang memberikan “perlindungan” kepada Nabi dan membelanya secara mati-matian dari berbagai tantangan berat yang diajukan pemuka-pemuka suku Quraisy terhadap agama baru yang didakwahkannya, sekalipun terlihat bahwa Abu Thalib sendiri tidak pernah menerima atau meyakini kepercayaan keponakannya. Solidaritas kesukuan, yang merupakan karakteristik asasi kode etik (muruwwah) suku-suku di Arabia, memang mengharuskan Abu Thalib melindungi dan menuntut balas atas setiap kerugian yang diderita Nabi Muhammad.

Kesetiakawanan kesukuan memang merupakan prasyarat mutlak dalam kehidupan liar di padang pasir. Tanpa suatu taraf solidaritas yang tinggi, tidak ada harapan bagi siapa pun untuk meraih keberhasilan dalam mempertahankan eksistensi di tengahtengah iklim dan kondisi sosial padang pasir yang kejam. Dalam taraf yang lebih jauh, solidaritas kesukuan mengharuskan seseorang berpihak secara membabi-buta kepada saudara-saudara sesukunya tanpa peduli apakah mereka keliru atau benar. 

Secara politik Nabi Muhammad terlihat telah menikmati keuntungan dari sistem perlindungan kesukuan di dalam masyarakat kota Makkah, khususnya pada tahun-tahun pertama aktivitas kenabiannya. Ia bisa bertahan hidup di kota ini, sekalipun dengan oposisi yang sangat keras, karena berasal dari banû Hasyim (suatu klan yang relatif cukup kuat di Makkah. Klan ini, berdasarkan prinsip solidaritas kesukuan, terikat kehormatan untuk menuntut balas atas setiap kerugian yang menimpanya, sekalipun banyak anggota klan tersebut tidak bersetuju dengan agama barunya. 

Sebelum mengajukan tawaran kompromi, orang-orang Quraisy telah berupaya melakukan negosiasi dengan Muhammad mengenai sejumlah masalah doktrinal yang diajarkannya: Jika Nabi memodifikasi ajarannya untuk mengakomodasikan dewa-dewa lokal mereka sebagai perantara-perantara manusia kepada Tuhan, dan barangkali menghapuskan gagasan tentang kebangkitan kembali manusia, maka mereka akan menjadi muslim. Tentang kebangkitan kembali, tidak ada kompromi yang bisa ditawarkan.

Pada 619, Khadijah dan Abu Thalib secara berturut-turut meninggal. Kepergian kedua orang ini merupakan suatu kehilangan yang sangat berat bagi Nabi. Ia kehilangan bantuan duniawi yang sangat penting baginya untuk mempertahankan kelangsungan misinya.
 
Pemimpin baru banu Hasyim, Abu Lahab, menarik perlindungan klannya atas Muhammad. Menghadapi situasi kritis semacam itu, Nabi berupaya mencari dukungan bagi perjuangannya dengan mengunjungi kota Thaif dan berdakwah di sana. Di kota tersebut, ia tidak hanya diperlakukan secara keji, tetapi juga dilempari batu, dan akhirnya terpaksa kembali ke Makkah. Hingga akhirnya Nabi hijrah ke Madinah.

Asal usul Al-Qur’an

Kitab suci kaum Muslimin, yang berisi kumpulan wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun, secara populer dirujukdengan nama “al-Qur’an”. Sebagian besar sarjana Muslim memandang nama tersebut. Secara sederhana merupakan kata benda bentukan (mashdar) darikata kerja (fi‘l ) qara’a , “membaca.” Dengan demikian al-qur’an bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqrû’). 

Dua istilah lain di Al-quan ialah sûrah dan âyah.  Penggunaan surah di dalam al-Quran merujuk kepada suatu unit wahyu yang “diturunkan” Tuhan. bukan dalam pengertian “surat” yang dipahami dewasa ini. Makna umum kata sûrah yang bisa disimpulkan di sini adalah unit wahyu terpisah yang diturunkan kepada Nabi dari waktu ke waktu.  Sedangkan ayah memiliki makna unit dasar wahyu terkecil, selaras dengan pemahaman kita dewasa ini tentangnya. 

Sehubungan dengan pewahyuan al-Quran, dikemukakan bahwa ia pertama kali diturunkan pada malam al-qadr. Sejumlah besar mufassir berupaya menginterpretasikan malam tersebut pada “hari bertemunya du  pasukan” – yakni bertemunya pasukan Islam dengan bala tentara Quraisy dalam Perang Badr – dan menetapkan tanggal 17 Ramadlan sebagai yang dimaksud oleh bagian-bagian al-Quran di atas. 

Proses turunnya Al-Qur’an ialah dengan beberapa cara seperti melalui) wahyu, dari balik tabir atau Allah mengutus utusan yang mewahyukan dengan seizinnya apa-apa yang Dia kehendaki. Penjelasan psikologis tentang pewahyuan al-Quran  mungkin merupakan salah satu penjelasan yang paling dapat diterima oleh akal pikiran modern. Dalam psikologi analitis atau psikologi kompleks, yang dirintis Carl Gustav Jung, fenomena wahyu atau pengalaman kenabian bisa dijelaskan lewat konsep heuristik tentang bawah sadar.

Di sini dipandang bahwa pesan Ilahi datang kepada Nabi dari bawah sadarnya; dan ini tentunya sejalan dengan pengalaman Nabi tentang pesan yang datang kepadanya dari luar dirinya, karena bawah sadar berada di luar diri dalam pengertian di luar akal yang sadar. 

Jadi, konsep heuristik membuka kemungkinan bahwa Tuhan dapat bekerja melalui bawah sadar seorang nabi. Lebih jauh, bawah sadar berkait erat dengan alam sadar dalam pengertian apa yang masuk ke dalam akal pikiran seseorang dari bawah sadarnya diungkapkan dalam istilah-istilah pandangan dunianya yang sadar, meski bawah sadar juga akan terlihat memiliki dinamisme batin yang menjangkau ke depan yang darinya pemikiran baru bisa muncul. 

Jika pesan al-Quran diterima akal sadar Nabi dari bawah sadarnya dalam cara semacam itu, maka hal ini akan bisa menjelaskan mengapa pesan ilahi itu diungkapkan dalam istilah-istilah mutakhir di kalangan orangorang Makkah dan pandangan dunia Arab ketika itu, serta bagaimana pesan tersebut mencerminkan inisiatif Ilahi.

Urutan turunnya Al-Qur’an versi kronologi Mesir

Ayat Makkiah
1. al-‘Alaq 96
2. al-Qalam 68 . ayat 17-33,48-50 Md.
3. al-Muzzammil 73 . ayat 10-11,20 Md.
4. al-Muddatstsir 74
5. al-Fatihah 1
6. al-Lahab 111
7. al-Takwîr 81
8. al-A‘la 87
9. al-Layl 92
10. al-Fajr 89
11. al-Dluha 93
12. Alam Nasyrah 94
13. al-‘Ashr 103
14. al-‘Ø£diyÙ…t 100
15. al-Kawtsar 108
16. al-TakÙ…tsur 102
17. al-MÙ…‘ûn 107
18. al-Kمfirûn 109
19. al-Fîl 105
20. al-Falaq 113
21. al-NÙ…s 114
22. al-IkhlÙ…sh 112
23. al-Najm 53
24. ‘Abasa 80
25. al-Qadr 97
26. al-Syams 91
27. al-Burûj 85
28 al-Tîn 95
29 Quraisy 106
30 al-QÙ…ri‘ah 101
31 al-QiyÙ…mah 75
32 al-Humazah 104
33 al-MursalÙ…t 77. ayat 48 Md.
34 QÙ…f 50. ayat 38 Md.
35 al-Balad 90
36 al-ThÙ…riq 86
37 al-Qamar 54. ayat 54 -56 Md.
38 ShÙ…d 38
39 al-A‘rÙ…f 7. ayat 163-170 Md.
40 al-Jinn 72
41 Yم Sîn 36. ayat 45 Md.
42 al-FurqÙ…n 25 . ayat 68-70 Md.
43 FÙ…thir 35
44 Maryam 19 . ayat 58, 71 Md.
45 ThÙ… HÙ… 20 . ayat 130-131 Md.
46 al-WÙ…qi‘ah 56 . ayat 71-72 Md.
47 al-Syu‘arÙ…’ 26 . ayat 197, 224 -227 Md.
48 al-Naml 27
49 al-Qashash 28 . ayat 52-55 Md, 85 waktu hijrah
50 al-IsrÙ…’ 17. ayat 26, 32-33, 57, 73-80 Md.
51 Yûnus 10 . ayat 40, 94-96 Md.
52 Hûd 11 . ayat 12, 17, 114 Md.
53 Yûsuf 12 . ayat 1-3, 7 Md.
54 al-Hijr 15
55 al-An‘Ù…m 6. ayat 20,23,91,114,141,151-153 Md.
56 al-ShaffÙ…t 37
57 LuqmÙ…n 31 . ayat 27-29 Md.
58 Saba’ 34. ayat 6 Md.
59 al-Zumar 39 . ayat 52-54 Md.
60 al-Mu’min 40 . ayat 56-57 Md.
61 al-FushshilÙ…t 41
62 al-Syûrم 42 . ayat 23-25, 27 Md.
63 al-Zukhruf 43 . ayat 54 Md.
64 al-DukhÙ…n 44
65 al-JÙ…tsiyah 45 . ayat 14 Md.
66 al-AhqÙ…f 46 . ayat 10, 15, 35 Md.
67 al-DzÙ…riyÙ…t 51
68 al-GÙ…syiyah 88
69 al-Kahfi 18 . ayat 28, 83-101 Md.
70 al-Nahl 16 . ayat 126-128 Md.
71 Nûh 71
72 Ibrمhîm 14 . ayat 28-29 Md.
73 al-AnbiyÙ…’ 21
74 al-Mu’minun 23
75 al-Sajdah 32 . ayat 16-20 Md.
76 al-Thûr 52
77 al-Mulk 67
78 al-HÙ…qqah 69
79 al-Ma‘Ù…rij 70
80 al-NabÙ… 78
81 al-NÙ…zi‘Ù…t 79
82 al-InfithÙ…r 82
83 al-InsyiqÙ…q 84
84 al-Rûm 30 . ayat 17 Md.
85 al-‘Ankabût 29 . ayat 1-11 Md.
86 al-Muthaffifîn 83

Susunan Surat Madaniyah Versi Kronologi Mesir 

1 al-Baqarah 2 . ayat 281 belakangan
2 al-AnfÙ…l 8 . ayat 30-36 Mk.
3 Ø£li ‘ImrÙ…n 3
4 al-AhzÙ…b 33
5 al-Mumtahanah 60
6 al-NisÙ…’ 4
7 al-Zalzalah 99
8 al-Hadîd 57
9 Muhammad 47 . ayat 13 pada waktu hijrah
10 al-Ra‘d 13
11 al-RahmÙ…n 55
12 al-InsÙ…n 76
13 al-Thalaq 65
14 al-Bayyinah 98
15 al-Hasyr 59
16 al-Nûr 24
17 al-Hajj 22
18 al-Munمfiqûn 63
19 al-MujÙ…dilah 58
20 al-HujurÙ…t 49
21 al-Tahrîm 66
22 al-TagÙ…bun 64
23 al-Shaff 61
24 al-Jumu‘ah 62
25 al-Fath 48
26 al-MÙ…’idah 5
27 al-Tawbah 9 . ayat 128-129 Mk.
28 al-Nashr 90

Sementara menurut Weil, Sarjana Barat periode pewahyuan dibagi empat: (i) Makkah pertama atau awal; (ii) Makkah kedua atau tengah; (iii) Makkah ketiga atau akhir; dan (iv) Madinah. Titik-titik peralihan untuk keempat periode ini adalah masa hijrah ke Abisinia (sekitar 615) untuk periode Makkah awal dan Makkah tengah, saat kembalinya Nabi dari Tha’if (620) untuk periode Makkah tengah dan Makkah akhir, serta peristiwa hijrah (September 622) untuk periode Makkah akhir dan Madinah.

Surat-surat periode Makkah pertama cenderung pendekpendek. Ayat-ayatnya juga pendek-pendek serta berima, serta bahasanya penuh dengan tamsilan dan keindahan puitis seperti surat  al-‘Alaq 96, al-Lahab,  al-Qalam dll.

Surat-surat periode kedua atau periode Makkah tengah lebih panjang dan lebih berbentuk prosa, tetapi tetap dengan kualitas puitis yang indah. Gayanya membentuk suatu transisi antara suratsurat periode Makkah pertama dan ketiga. Tanda-tanda kemahakuasaan Tuhan dalam alam dan sifat-sifat ilahi seperti rahmah ditekankan, sementara seperti surat YaSîn,  Nûh dan al-Qalam.

Surat-surat periode Makkah ketiga atau Makkah akhir lebih panjang dan lebih berbentuk prosa. Weil bahkan beranggapan bahwa “kekuatan puitis” yang menjadi ciri surat-surat dua periode sebelumnya telah menghilang dalam periode ini. Kisah-kisah kenabian dan pengazaban umat terdahulu dituturkan kembali secara lebih rinci. Susunan kronologis suratsurat al-Quran periode Makkah ketiga ini seperti: al-A‘raf , al-Sajdah dan al-Jinn.

Sementara surat-surat periode keempat (Madaniyah) tidak memperlihatkan banyak perubahan gaya dari periode ketiga dibandingkan perubahan pokok bahasan. Perubahan ini terjadi dengan semakin meningkatnya kekuasaan politik Nabi dan perkembangan umum peristiwa-peristiwa di Madinah setelah hijrah. Pengakuan terhadap Nabi sebagai pemimpin masyarakat, menyebabkan wahyu-wahyu berisi hukum dan aturan kemasyarakatan. Surat tersebut seperti al-Baqarah, al-Bayyinah dan al-Jumu‘ah. 


Bagaimana Al-Qur’an dikumpulkan?

Unit-unit wahyu yang diterima Muhammad pada faktanya dipelihara dari kemusnahan dengan dua cara utama: menyimpannya ke dalam “dada manusia” atau menghafalkannya; dan  merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis. 

Pada mulanya, bagian-bagian al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Quran dalam cara semacam itu. Jadi, setelah menerima suatu wahyu, Nabi – sebagaimana diperintahkan al-Quran, lalu menyampaikannya kepada para pengikutnya, yang kemudian menghafalkannya. 

Hadis memberi informasi sangat beragam tentang jumlah maupun nama-nama sahabat penghafal al-Quran. Yang paling sering disebut adalah: Ubay ibn Ka‘ab (w. 642), Mu‘adz ibn Jabal (w. 639), Zayd ibn Tsabit, dan Abu Zayd al-Anshari (w. 15H).

Sementara dalam berbagai laporan lainnya, muncul nama-nama selain keempat sahabat tersebut. Dalam Fihrist, disebutkan 7 nama pengumpul al-Quran, tiga di antaranya sama dengan tiga nama pertama dalam riwayat sebelumnya, dan empat lainnya adalah: Ali ibn Abi Thalib, Sa‘d ibn Ubayd (w.637), Abu al-Darda (w.652), dan Ubayd ibn Mu‘awiyah.16 Nama-nama lain yang sering muncul dalam riwayat adalah: Utsman ibn Affan, Tamim al-Dari (w. 660), Abd Allah ibn Mas‘ud (w. 625), Salim ibn Ma‘qil (w. 633), Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub (w. 672), dan Mujammi‘ ibn Jariyah.

Cara kedua yang dilakukan dalam pemeliharaan al-Quran di masa Nabi adalah perekaman dalam bentuk tertulis unit-unit wahyu yang diterima Nabi.  Setelah hijrah ke Madinah, dikabarkan bahwa Nabi mempekerjakan sejumlah sekretaris untuk menuliskan wahyu (kuttab al-wahy). Di antara para sahabat yang biasa menuliskan wahyu adalah empat khalifah pertama, Mu‘awiyah (w. 680), Ubay ibn Ka‘ab, Zayd ibn Tsabit, Abd Allah ibn Mas‘ud, Abu Musa al- Asy‘ari (w. 664), dan lain-lain. Syaikh Abu Abd Allah az-Zanjani, salah satu sarjana Syi‘ah terkemuka abad ke-20, bahkan menyebut 34 nama sahabat Nabi yang ditugaskan mencatat wahyu.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa unit-unit wahyu ang diterima Nabi telah ditulis dalam cara yang disebutkan di atas. Bahkan, dalam kasus wahyu-wahyu Madaniyah yang memuat ketentuan-ketentuan hukum, pasti merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk segera merekamnya secara tertulis. Tetapi, masalah yang timbul di sini tentang sejauh mana rekaman-rekaman tertulis al-Quran itu memiliki bentuk seperti al-Quran yang kita kenal dewasa ini, memang merupakan hal yang pelik untuk ditetapkan. 

Di satu pihak, meski memiliki bagian-bagian tertulis al-Quran yang digarap para sekretarisnya, sebagaimana disebutkan sejumlah riwayat, Nabi tidak pernah mempromulgasikan suatu kumpulan tertulis al-Quran yang resmi dan lengkap. Hal ini bisa diilustrasikan dengan sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada Zayd: “Nabi wafat dan al-Quran belum dikumpulkan ke dalam suatu mushaf tunggal.”

Bagaimana Kumpulan Unit Ayat digabung menjadi surat?

Diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Utsman ibn Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda “Letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu.” Al-Suyuthi juga mengungkapkan suatu riwayat dari Zayd: “Kami biasa menyusun al-Quran dari catatan-catatan kecil dengan disaksikan Rasulullah.” 

Banyak riwayat jenis ini yang bisa ditemukan dalam koleksi hadits-hadits. Riwayat-riwayat semacam itu pada dasarnya menunjukkan bahwa penggabungan unit-unit wahyu atau penempatannya ke dalam surat-surat al-Quran dilakukan atas petunjuk Nabi atau bersifat tawqîfî.

Jika Nabi telah mengupayakan pengumpulan dan promulgasi al-Quran, maka kebutuhan mendesak yang muncul sepeninggalnya untuk mengumpulkan al-Quran tentunya tidak akan mencuat ke permukaan. Di sisi lain, jika para sahabat telah menghafal dan menuliskan wahyu dalam kadar yang beragam, maka bisa diperkirakan berbagai perbedaan substansial dalam naskah-naskah mereka ketimbang yang bisa ditemukan dalam fenomena mashahif awal. Karena itu, merupakan suatu hal yang pasti bahwa Nabi sendirilah yang merangkai berbagai bagian atau ayat al-Quran yang diwahyukan kepadanya dan menetapkan susunannya secara pasti dalam surat-surat yang ada – dalam terminologi lama biasanya dikenal dengan istilah tawqîfî. 

Susunan ini diketahui dan diikuti para sahabatnya. Itulah sebabnya, ketika dibuka kumpulan al- Quran para sahabat, yang terutama ditemukan di dalamnya adalah perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan dalam susunan surat, bukan susunan ayat.

Pengumpulan Al-Qur’an pasca Nabi
Dalam Itqan, misalnya, disebutkan bahwa al-Quran pada masa Nabi tidak terkumpul dan tidak memiliki susunan surat yang pasti. Teori paling populer di kalangan ortodoksi Islam tentang pengumpulan pertama al-Quran secara tertulis adalah bahwa upaya semacam ini secara resmi baru dilakukan pada masa kekhalifahan Abu Bakr. Sebelumnya, al-Quran belum terhimpun di dalam satu mushaf, sekalipun terdapat fragmen-fragmen wahyu ilahi yang berada dalam pemilikan sejumlah sahabat. 

Riwayat-riwayat tentang pengumpulan al-Quran sebelum masa Umar Penggagas kemudian Abu Bakar yang memerintahkan Zaid bin Tsabit pasca perang Yamamah, karena banyak sahabat penghafal Al-Qur’an yang wafat di masa itu. 
Ketika diperintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an Zaid bin Tsabit berkata Aku lalu mencari al-Quran yang tertulis di atas pelepah-pelepah kurma, batubatu tulis,dan yang tersimpan (dalam bentuk hafalan) di dada-dada manusia, kemudian aku kumpulkan. Akhirnya aku temukan bagian akhir surat al-Tawbah pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak kudapatkan pada orang lain (yaitu: laqadj jaakum rasûl min anfusikum … dan seterusnya hingga akhir surat).” Dan shuhuf (yang telah dikumpulkan itu) berada di tangan Abu Bakr sampai wafatnya, lalu dipegang Umar semasahidupnya, kemudian disimpan oleh Hafshah bint Umar.

Dalam riwayat ini disebutkan bahwa ketika al-Quran dikumpulkan ke dalam mushaf pada masa Khalifah Abu Bakr, beberapa orang menyalin didikte oleh Ubay. Ketika mencapai 9:127, beberapa di antaranya memandang bahwa itu merupakan bagian al-Quran yang terakhir kali diwahyukan. Tetapi, Ubay menunjukkan bahwa Nabi telah mengajarkannya dua ayat lagi (9:128-129), yang merupakan bagian terakhir dari wahyu.

Ada riwayat lain bahwa pengumpulan pertama di masa Umar namun belum berakhir Riwayat lain mengungkapkan bahwa pekerjaan pengumpulan itu tidak terselesaikan dengan terbunuhnya Khalifah Umar: Umar ibn Khaththab memutuskan mengumpulkan al-Quran. Ia berdiri di tengah manusia dan berkata: “Barang siapa yang menerima bagian al-Quran apapun langsung dari Rasulullah, bawalah kepada kami.” Mereka telah menulis yang mereka dengar (dari Rasulullah) di atas lembaran-lembaran, luh-luh, dan pelepah-pelepah kurma.
 
Umar tidak menerima sesuatupun dari seseorang hingga dua orang menyaksikan (kebenarannya). Tetapi ia terbunuh ketika tengah melakukan pengumpulannya. Utsman ibn Affan bangkit (melanjutkannya) dan berkata: “Barang siapa yang memiliki sesuatu dari Kitab Allah, bawalah kepada kami….”

Dengan demikian, konsern terhadap isnad al-Quran dan kemutawatirannya (tawatur) terlihat sangat gamblang dalam laporan-laporan pengumpulan Zayd di atas. Tidak satu pun bagian al-Quran yang merupakan khabar wahid – riwayat terisolasi yang hanya didukung mata rantai periwayatan tunggal. Tidak satu pun yang bakal diterima sebagai bagian al-Quran atau dimasukkan ke dalam kitab suci tersebut, kecuali wahyu-wahyu yang didengarlangsung dari Nabi sendiri dan memenuhi kriteria kesaksian yang ditetapkan – yakni dua saksi.

Paling sering ditemukan adalah perujukan kepada mushaf-mushaf pra-utsmani yang populer, seperti mushaf Ibn Mas‘ud, mushaf Salim ibn Ma‘qil, mushaf Umar ibn Khaththab, mushaf Ali ibn Abi Thalib, Mushaf Ibn Abbas dan juga mushaf ubay bin Ka’ab yang mana sebelum kemunculan mushaf standar utsmani, mushaf Ubay telah populer di Siria. Salah satu karakteristik mushaf sebelum mushaf usmani seperti eksisnya dua surat ekstra yakni sûrat al-khal‘ dan sûrat al-hafd  di dalamnya, sebagaimana yang ada dalam mushaf ibnu Abbas, Ubay dan Abu Musa.

Bacaan dalam mushaf-mushaf pra-utsmani dianggap tidak mencapai derajat mutawatir dan mayshûr, dan karena itu – dalam gagasanortodoksi Islam – bukan merupakan bacaan al-Quran yang otentik. 
Penemuan manuskrip al-Quran pra-utsmani di San‘a, Yaman, sangat menyimpang dari susunan resmi mushaf utsmani, membenarkan hipotesis bahwa tidak terdapat keseragaman susunan surat dalam mashahif prautsmani.

Oleh sebab itu di masa sayyidina Usman  di masa Sayyidina usman abaru ada unifikasi teks, Mushaf-mushaf yang ada sebelumnya coba dimusnahkan di masa sayyidina Usman. Seperti mushaf hafsah kemudian dimusnahkan setelah sayyidah hafsah wafat karena ditakutkan perpecahan. Kemudian sayyidina usman mengirim teks Al-Qur’an ke seluruh penjuru termasuk ke Kufah ke Ibnu mas’ud
Namun capaian-capaian para sahabat Nabi dan generasi pra mushaf usmani ini tetap eksis melalui transmisi lisan ataupun tertulis dari generasi ke generasi serta direkam dalam sumber-sumber awal sebagai varian di luar tradisi teks utsmani, atau sebagai mushaf-mushaf pra-utsmani.

Kodifikasi Mushaf Usmany

Hudzayfah ibn al-Yaman menghadap Utsman. Ia tengah memimpin penduduk Siria dan Irak dalam suatu ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan. Hudzayfah merasa cemas oleh pertengkaran mereka (penduduk Siria dan Irak) tentang bacaan al-Quran. Maka berkatalah Khudzayfah kepada Utsman: “Wahai Amir al-Mu’minin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka bertikai tentang Kitab (Allah), sebagaimana yang telah  terjadi pada umat Yahudi dan Nasrani pada masa lalu.” 

Kemudian Utsman mengirim utusan kepada Hafshah dengan pesan: “Kirimkanlah kepada Kami shuhuf yang ada di tanganmu, sehingga bisa diperbanyak serta disalin ke dalam mushaf-mushaf, dan setelah itu akan dikembalikan kepadamu.” Hafshah mengirim shuhuf-nya kepada Utsman, yang kemudian memanggil Zayd ibn Tsabit, Abd Allah ibn al-Zubayr, Sa‘id ibn al-‘Ash, dan Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam, dan memerintahkan mereka untuk menyalinnya menjadi beberapa mushaf.

Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy (dalam tim) itu: “Jika kalian berbeda pendapat dengan Zayd mengenai al- Quran, maka tulislah dalam dialek Quraisy, karena al-Quran itu diturunkan dalam bahasa mereka.” Mereka mengikuti perintah tersebut, dan setelah berhasil menyalin shuhuf itu menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikannya kepada Hafshah. Mushaf-mushaf salinan yang ada kemudian dikirim Utsman ke setiap propinsi dengan perintah agar seluruh rekaman tertulis al-Quran yang ada – baik dalam bentuk fragmen atau kodeks – dibakar habis.

Riwayat lain mengatakan bahwa komisi bentukan Utsman yang dimotori Zayd Ibn Tsabit, telah mengumpulkan al-Quran dari berbagai sumber, tidak hanya dari mushaf hafshah, dan menyalinnya ke dalam mushaf-mushaf yang kemudian disebarkan ke berbagai kota metropolitan Islam ketika itu.

Sebagaimana diberitakan pengumpulan al-Quran di masa Utsman dilakukan oleh suatu komisi yang terdiri dari empat orang. Yang pertama dan merupakan ketua komisi pengumpulan adalah Zayd ibn Tsabit, seorang Anshar yang sewaktu mudanya aktif sebagai sekretaris Nabi dan mencatat wahyu-wahyu al-Quran.  Zayd meninggal dunia pada 45H. 

Anggota komisi lainnya adalah Abd Allah ibn al-Zubayr (w. 692), yang juga berasal dari keluarga terpandang Makkah. Lewat ibunya Asma, ia adalah cucu Abu Bakr dan keponakan Aisyah, bahkan anak tiri Khalifah Umar. Ia tidak hanya terlibat dalam berbagai pertempuran sebagai serdadu, tetapi juga terkenal sebagai seorang yang sangat religius. Sementara Sa‘id ibn al-‘Ash (w. 678/ 9) lahir beberapa saat setelah hijrah dari keluarga Ummayah. Setelah pemecatan Walid ibn Uqbah pada 29H, dikabarkan ia menggantikan posisinya sebagai gubernur Kufah hingga menjelang akhir tahun 34H. Anggota komisi terakhir adalah Abd al-Rahman ibn al-Harits (w. 633), berasal dari keluarga Mahzum yang terkemuka di Makkah. Ia tampaknya tidak memiliki prestasi atau kedudukan politik yang perlu dicatat.

Distribusi Mushaf Usmany

Setelah selesai melakukan kodifikasi al-Quran, sejumlah salinan mushaf utsmani dikirim ke berbagai kota metropolitan Islam. Riwayat-riwayat tentang jumlah mushaf yang berhasil diselesaikan penulisannya dan ke kota-kota mana saja ia dikirim sangat beragam. Menurut pandangan yang diterima secara luas, satu mushaf al-Quran disimpan di Madinah, dan tiga salinannya dikirim ke Kufah, Bashrah dan Damaskus.

Susunan pembuatan mushaf tersebut berdasarkan analisa pakar sejarah ialah mushaf yang paling awal adalah mushaf Madinah. Dari mushaf inilah disalin mushaf Damaskus dan Bashrah. Sementara dari mushaf Bashrahlah disalin mushaf Kufah. Secara skematis, asal-usul mushaf-mushaf tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

Di samping itu agar tidak terjadi perpecahan, materi-materi al-Quran non-utsmani coba dimusnahkan, dengan tujuan utama menyebarluaskan edisi kanonik resmi. Namun hal tersebut tidak dicapai dalam waktu singkat. Ketika itu, al-Quran – terutama sekali – dipelihara dalam bentuk hafalan menurut bacaan tertentu. Adalah pelik membayangkan bagaimana hafalan yang telah mapan di kepala seseorang kemudian mesti disesuaikan dengan mushaf resmi yang dikeluarkan Utsman. 

Dalam kondisi semacam ini, ditambah keengganan beberapa sahabat Nabi – seperti Ibn Mas‘ud dan Abu Musa al-Asy‘ari – untuk mengikutinya, kodeks utsmani tentunya tidak segera memasyarakat dalam waktu singkat, hingga suatu generasi baru penghafal al-Quran dalam tradisi teks utsmani muncul. Setelah itu, kodeks-kodeks pra-utsmani secara bertahap menghilang dengan sendirinya tanpa perlu dimusnahkan.

Bagaimana susunan surat-surat dalam Al-Qur’an tersusun seperti sekarang?

Terdapat sejumlah Pandangan yang mengungkapkan bahwa susunan surat dalam mushaf utsmani bersifat ijtihadi. Al-Suyuthi mengutip pendapat bahwa Utsman mengumpulkan lembaran-lembaran (shuhuf) al-Quran ke dalam satu mushaf menurut tertib suratnya (murattaban li-suwarihi). Sementara di tempat lain, ia mengemukakan suatu riwayat yang menyatakan bahwa Utsman memerintahkan komisinya untuk menempatkan surat-surat panjang secara berurutan.

Lebih jelas lagi adalah pernyataan al- Ya‘qubi, “Utsman mengkodifikasikan al-Quran, menyusun (allafa) dan mengumpulkan surat-surat panjang dengan surat-surat panjang dan surat-surat pendek dengan surat-surat pendek.

Jumlah surat di dalam mushaf utsmani – kesemuanya 114 surat – berada di tengah-tengah antara jumlah surat dalam mushaf Ubay (116 surat) dan Ibn Mas‘ud (111 atau 112 surat). Surat-surat ini, dalam sejarah awal Islam, dirujuk dengan nama-nama yang beragam. 

Tidak jarang terdapat dua nama atau lebih untuk satu surat, dan dalam literatur-literatur Islam yang awal, terdapat rujukan-rujukan kepada nama-nama lainnya yang digunakan untuk suatu waktu, tetapi belakangan dibuang atau tidak digunakan lagi. Contohnya, surat 1, selain dirujuk dengan nama al-Fatihah, dikenal pula dengan nama fatihatu-l-kitab (pembuka kitab) atau umm alkitab/ al-qur’an (induk kitab/al-Quran).

Siapa yang Memberi Nama-nama Surat?

Tidak ada kesepakatan formal di kalangan sarjana Muslim mengenai penamaan ke-114 surat tersebut, sekalipun sekuensi atau tata urutannya telah ditetapkan secara definitif di dalam mushaf utsmani.49 Jadi, merupakan suatu hal yang pasti bahwa nama-nama yang diberikan kepada surat-surat itu bukanlah bagian dari al- Quran. Tidak jelas kapan munculnya nama-nama surat yang beragam itu.
 
Namun, dapat dikemukakan dugaan bahwa segera setelah adanya kodifikasi al-Quran, timbul kebutuhan untuk pemberian nama-nama surat guna memudahkan perujukannya, dan sekitar pertengahan abad ke-8 dapat dipastikan bahwa namanama surat yang beragam itu telah memasyarakat. Fragmen papirus al-Quran yang berasal dari pertengahan abad ke-8 – diedit oleh Nabia Abbott – merupakan salah satu bukti tertulisnya.

Penelitian sepintas terhadap nama-nama surat di atas menunjukkan non-eksistensinya kaidah yang baku tentang penamaan surat. Terkadang surat-surat dirujuk secara mekanis menurut ungkapan yang ada dibagian awalnya, seperti penyebutan surat 78 sebagai ‘amma yatasa’alûn atau sekedar ‘amma. Di lain kesempatan, penamaan diambil dari kata pengenal atau kata kunci yang muncul pada permulaan surat – misalnya surat 30: al-Rûm  dan surat 35: Fathir.

Bagaimana dengan Juz dan Sebagainya?

Kaum Muslimin membagi Al-Qu’ran ke dalam 30 bagian atau juz’ yang hampir sama. Pembagian ini berkaitan dengan jumlah hari di bulan Ramadlan, di mana tiap juz al-Quran dibaca setiap harinya. Pembagian yang 30 juz’ ini biasanya diberi tanda di pinggiran salinan kitab suci tersebut.

Bagian yang lebih kecil lagi adalah hizb yang membagi juz menjadi dua – jadi dalam setiap juz ada dua hizb. Bagian yang lebih kecil dari hizb adalah perempatan hizb, yang juga sering diberi tanda di pinggiran salinan al-Quran.

Pembagian lainnya adalah ruku‘, sejumlah 554 untuk keseluruhan al-Quran. Tetapi panjang-pendeknya ruku‘ tidak seragam: surat panjang biasanya terdiri dari beberapa ruku‘, dan surat pendek berisi satu ruku‘. Keseluruhan pembagian al-Quran ini, yang diberi tanda tertentu di pinggiran teks kitab suci, bukanlah bagian orisinal wahyu. Bahkan tanda-tanda yang menunjukkan kepada bilangan ayat dan tanda waqaf– secara harfiah “berhenti”, tanda boleh tidaknya menghentikan bacaan pada akhir kalimat atau ayat – dituliskan di dalam teks.

Jumlah ayat di dalam Surat

Surat-surat al-Quran terbagi ke dalam ayat-ayat yang panjangnya sangat bervariasi, tetapi tidak ditetapkan secara arbitrer. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan sarjana Muslim dalam menetapkan panjang pendeknya suatu ayat. Orangorang Madinah yang awal menghitung sejumlah 6000 ayat di dalam al-Quran, sedangkan orang-orang Madinah yang belakangan menghitung 6124 ayat; orang-orang Makkah menghitung sejumlah 6219 ayat; orang-orang Kufah sejumlah 6263 ayat; orang-orang Bashrah sejumlah 6204 ayat; dan orang-orang Siria (Syam) sejumlah 6225 ayat. Sementara suatu riwayat dalam Fihrist menyebutkan terdapat 6226 ayat di dalam al-Quran. 

Perbedaan penghitungan ayat – selain dikarenakan perbedaan dalam penetapan basmalah sebagai ayat atau bukan dan fawatih sebagai ayat/ayat-ayat terpisah atau tersendiri, sebagaimana telah dikemukakan di atas – pada hakikatnya disebabkan oleh perbedaan dalam menentukan apakah rima telah menandakan berakhirnya suatu ayat atau masih berlanjut – dalam istilah tradisionalnya: perbedaan dalam penetapan ra’sul ayah (kepala ayat) dan fashilah. Hal ini terjadi akibat adanya kenyataan bahwa rima atau purwakanti di dalam al-Quran sebagian besarnya dihasilkan lewat penggunaan bentuk-bentuk atau akhiran-akhiran gramatikal yang sama.
Share:

Apakah Mungkin di Nusantara Pernah Ada Seorang Nabi?

Adanya Rosul dan Nabi merupakan dua hal yang harus dipercaya oleh seorang mu’min. Seorang tidak diterima imannya kecuali sebelum mengimani adanya Rosul dan Nabi. Diceritakan bahwa jumlah Rosul dalam Islam adalah sekitar 300 lebih, ada riwayat yang mengatakan bahwa jumlahnya 313/315. Sedangkan jumlah Nabi ada riwayat yang mengatakan sekitar 124.000. Namun di antara semuanya, hanya ada beberapa yang wajib diketahui.

Artinya jumlah para Rosul dan para Nabi ini sangat banyak. Yang tugasnya adalah menyebarkan ajaran ketauhidan. Hal ini sejalan sebagaimana di dalam Al-Qur’an An-Nahl ayat 36.  “Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), sembahlah Allah saja dan jauhilah taghut.”

Ciri utama dari Rasul dan kenabian adalah mengajak kepada kebenaran. Di samping kebenaran dalam berkeyakinan juga kebenaran dalam prilaku. Hal ini kemudian yang menjadikan beberapa orang mengatakan bahwa orang-orang penting di masa lalu yang megajak pada kebaikan, ada kemungkinan mereka adalah seorang Nabi atau Rosul. Sebut saja Socrates, meskipun tidak jelas Nabi siapa. Karena hanya sekedar anggapan. Kemudian Siddharta Gautama yang notabene menjadi kiblat orang budha disebut-sebut juga ada kemungkinan adalah Nabi Dzulkifli.

Bahkan sebelum zaman Nabi pun, ada istilah Al-Khunafa’ sebutan bagi mereka yang menolak paganisme. Mereka ini adalah penganut monoteisme. Jumlahnya memang tidak banyak. Tapi mereka teguh menolak untuk menyembah pada berhala yang diletakkan di sekitar Ka’bah. Mereka mengatakan bahwa mereka hanya akan menyembah tuhannya Ibrahim.

Di dalam buku sejarah Ka’bah disebutkan bahwa salah satu dari mereka adalah Khalid bin Sinan. Bahkan di buku tersebut juga mengutip bahwa Nabi bersabda mengenainya bahwa Khalid adalah seorang Nabi yang ditelantarkan oleh kaumnya. Demikian juga ketika anak perempuan Khalid datang kepada Nabi dan mendengar Nabi membaca penggalan surat Al-Ikhlas (qul huwallahu ahad), perempuan tersebut seketika mengatakan bahwa ayahnya pernah membaca seperti itu. Ini artinya jika hadis tersebut shohih dan perkataan Nabi Muhammad yang menyebut Khalid sebagai seorang Nabi bukanlah kiasan, artinya bahkan dalam kurun waktu yang tidak begitu jauh sebelum Nabi Muhammad pun juga ada seorang Nabi.

Pada intinya Rosul dan Nabi itu memang orang yang dipilih oleh Allah sebelum Islam untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan ke seluruh jagat raya. Lalu bagaimana dengan Nusantara? Apakah ada kemungkinan di Nusantara ini pernah diturunkan seorang Nabi atau Rosul?

Hal tersebut tentu menjadi misteri. Karena yang banyak tercatat di pelajaran sejarah hanya agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh para pedagang India berabad-abad yang lalu. sebagai jawabannya tertera di dalam buku Atlas Walisongo bahwa Di era jauh sebelum tibanya pendatang (pedagang India dengan agama Hindu Budha-nya) di bumi Nusantara, penduduk setempat sudah mempunyai kepercayaan sendiri, yang biasa disebut dengan “Kapitayan”. Ajaran Kapitayan dapat digambarkan sebagai suatu ajaran dimana penganutnya memuja sembahan yang disebut dengan Sang hyang Taya. “Hyang” bermakna Hampa Kosong, suwung atau awung awung, sedangkan “Taya” bermakna  Absolut, tidak bisa dipikir, didekati dengan panca indera dan dibayang-bayangkan. Atau orang jawa biasa menyebut “tan kena kinaya ngapa”.

Dalam rangka memuja Sang Hyang Taya, biasanya penganut Kapitayan menyediakan sesajen dari anyaman bambu untuk tempat bunga, arak, Tu-Kung (sejenis ayam) untuk dipersembahkan. Berbeda dengan sembahyang tunggal yang dilakukan oleh masyarakat awam, amaliah yang dilakukan oleh para ruhaniawan Kapitayan berlangsung khusus di tempat yang disebut dengan sanggar (bangunan bersegi empat beratap tumpang dengan lubang ceruk di dinding sebagai lambang kehampaan Sang Hyang Taya).

Dalam bersembahyang menyembah Sang Hyang Taya, mereka mengikuti gerakan tertentu: mulanya sang ruhaniawan Kapitayan melakukan Tu-lajeg (berdiri tegak) menghadap tutu-k (lubang ceruk) dengan kedua tangan diangkat ke atas menghadirkan Sang Hyang Taya di dalam tutu-d (hati), lalu kedua tangan diturunkan dan didekapkan di dada tepat pada hati. Setelah Tu-lajeg ini kemudian dilanjutkan dengan proses tu-ngkul (membungkuk memandang ke bawah) lumayan lama, lalu prosesi tu-lumpak (bersimpuh dengan kedua tumit diduduki). Yang terakhir adalah to-ndhem (bersujud seperti bayi dalam perut).

Jika melihat sejarah tersebut bahwa ajaran yang dianut oleh orang Jawa sebelum datangnya agama Hindu-Budha adalah monoteisme. Dimana mereka menyemabh dzat yang tunggal. Tatacara sembahyang-nya pun sangat mirip dengan sembahyang-nya Islam. Meskipun di sana masih ada praktek sesajen. Sebagai catatan bahwa Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad juga diperintahkan untuk melakukan sholat. Sedangkan Islam datang untuk menyempurnakan agama-agama terdahulu, termasuk dalam hal sholat.

Artinya tidak mungkin ajaran kapitayan dengan praktek sembahyang-nya yang mirip ajaran Nabi terdahulu itu ada secara ujuk-ujuk dan dikarang sedemikian miripnya. Pasti ada sebab dan penyebab sehingga praktek dan keyakinan monoteisme-nya bisa sangat serupa. Sehingga kembali muncul pertanyaan di atas, apakah mungkin di Nusantara ini pernah ada seorang Nabi?

Share:

Pengalaman menjadi Volunteer di Negeri Gajah Putih (PART 2)

Lanjutan....

Sehabis isya' kita baru sampai di sekolah. Saat itu saya agak capek, jadi cuma melihat sekolah dengan sekilas saja. Yang jelas, sekolahnya agak besar, tapi di kampung. Saya dibawa ke suatu tempat dimana di sana ada bangunan yang tidak begitu besar. Saya baru tau kalo itu bangunan khusus untuk guru. Di bangunan itu dibagi dua sekat. Satu bangunan untuk guru asli sana. Dan di sebelahnya khusus untuk saya, atau guru luar, katanya. 

Saat itu saya disambut banyak sekali murid. Mereka masih memakai jubah, sebagian memakai sarung dan berkopyah. Nampaknya baru selesai sholat isya'. Mereka melihat saya. Saya turun dari mobil sambil menurunkan barang-barang.

Kesan saya ketika melihat sekitar adalah sekolahnya luas sekali. Ada lapangan sepak bola. Gedung sekolahnya juga lumayan besar. Tapi ada beberapa gedung yang hanya berupa bangunan yang berjejer layaknya sekolah-sekolah di Indonesia.

Ada masjid yang cukup besar. Lebih besar dari masjid kampung tempat saya sholat barusan. Kebetulan bangunan tempat saya tinggal itu pas di samping masjid. Di belakang masjid dan belakang bangunan yang akan saya tinggali itu nampaknya seperti hutan, atau jurang. Entah, saya tidak tau pastinya saat itu. Yang jelas, banyak sekali pohon, juga gelap.

Turun dari mobil,saya diantar ke tempat saya. Awalnya saya agak ngeri jika harus tinggal sendiri di bangunan itu. Karena belakangnya itu hutan. Setelah masuk, ternyata di dalam ada cowok agak tinggi, berpenampilan rapi, anggap saja namanya mas A. Dia nampak sibuk di depan laptop. 

Tahu saya datang, dia langsung berdiri menyambut. Mas A nampaknya sosok yang baik hati. Saya kira dia juga murid di sana. Ternyata tiba-tiba dia berbicara dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih. Saya agak lupa apa dikatakan pertama kali. Tapi yang jelas dari sana saya tau bahwa dia berasal dari Pamulang. Dia lulusan salah satu kampus besar di Jogjakarta. Berada di sana sebagai guru internasional.

Saat itu saya bersyukur sekali. Ternyata saya tidak sendiri. Alhamdulillah. Ada orang Indonesia lagi di sekolah itu. Dan dari dia juga saya tahu bahwa ada orang Indonesia lagi bersama dia. Seorang cewek, mbak L, asli Jogja dengan program dan kampus yang sama dengan mas A. 

Mas A juga cerita kalo di sekolah itu juga ada orang Filipina yang juga mengajar di sana. Guru-guru juga banyak yang alumni Universitas di Indonesia. Jadi banyak yang sudah mengerti bahasa Indo. Dari situ saya sangat bersyukur karena bayangan bahwa saya akan sulit berkomunikasi dan hanya hidup sebagai orang Indonesia sendiri ternyata salah. Ada banyak orang Indonesia atau setidaknya yang bisa bahasa Indonesia.

Tiba di sana, ada seorang murid yang langsung mengantarkan kasur untuk saya tidur. Alhamdulilah. Badan saya yang capek pada saat itu rasanya memang sangat butuh sekali kasur. Tapi karena sudah melalui perjalanan yang agak panjang barusan, saya mandi dulu sebelum tidur.

Karena di kampung, nampak jelas air yang digunakan untuk mandi itu bukan kayak yang PDAM di Surabaya. Bukan pula seperti air sumur di Madura. Itu semacam air bor yang langsung ngambil dari tanah. Jadi semacam masih ada keruh-keruhnya. Tapi no problem yang penting air alami dan bisa diambil bersih-bersihnya.

Sekolah tempat saya ini adalah sekolah asrama. Para muridnya disediakan kamar khusus untuk menginap. Hampir semuanya memang wajib menginap, kecuali hari libur. Hari liburnya pun hari Jumat dan Sabtu. Karena memang sekolah itu sekolah swasta yang cenderung ke agama. Kalo di Indonesia mungkin mirip pondok pesantren. 

Muridnya cukup banyak. Jika berkumpul semua, isi masjid full. Jika negara, sekolah itu layakanya negara yang berkembang seperti Indonesia, Korea dll, bukan taraf negara maju sepeti Amerika, Jerman, dll.

*sekolah khampee dari arah timur. Di sebelah masjid itu adalah bangunan tempat saya menginap. Belakangnya hutan dan jurang.

*Sekolah khampee dari arah selatan.

*sekolah khampee tingkat Annuban (TK)

*Di belakang itu adalah bangunan tempat saya tinggal selama 4,5 bulan di sana

Sekolah khampe ini terdiri dari beberapa tingkatan. Mulai dari Annuban (TK), PRATHOM (SD) sampai MATAYUM (SMP-SMA). Hanya murid di tingkat MATAYUM saja yang diharuskan menginap. Sedangkan di tingkat di bawahnya biasanya mereka pulang pergi. Bahkan tingkat Annuban dan prathom ini makan siang juga disiapkan pihak sekolah. Sedangkan tingkat MATAYUM biasanya murid-murid beli. Jam sekolah ialah dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Kebetulan saya diberikan kesempatan mengajar di MATAYUM. Jadi Alhamdulillah. Karena saya tidak begitu telaten mengajar anak kecil. Di Atthohiriyah saja dulu, saya memang lebih nyaman ngajar bagian dewasa. Ya orang tentunya beda-beda.

Besok harinya saya tidak langsung mengajar. Kholi memberikan waktu saya untuk istirahat terlebih dahulu. Lumayan, meskipun sudah istirahat di resort sebelumnya, tapi badan masih agak capek naik bis setelah melalui perjalanan yang agak panjang. Saya gunakan waktu itu untuk bersosialisasi, berkenalan dengan orang-orang terdekat. Khususnya para guru.

Dari sana saya kenal Abah. Abah ini adalah pemilik sekolah yang besar ini. Beliau  pewaris dari Haji Romli. Haji Romli adalah pendiri awal sekolah. Awal mula bersalaman dengan Abah di masjid saya kira beliau adalah orang kampung biasa yang sedang sholat di majsid sekolah. Saya belum sadar kalo beliau adalah pemilik sekolah. Tapi lama-lama, saya baru tau, karena yang menjalankan roda kepemimpinan sekolah semuanya adalah putra-putri beliau.

Beliau sangat ramah dan sering main ke tempat saya. Beliau juga adalah lulusan Bandung. Saya lupa universitasnya. Istri beliau juga keturunan Minangkabau. Yang jelas, kebetulan Abah agak klop dengan saya. Sebab beliau sangat suka berbicara mengenai politik, khususnya politik Indonesia. 

Kebetulan pada saat itu sedang ramai masalah Ahok di Jakarta. Jika datang ke kamar, beliau biasanya langsung memancing saya berbicara mengenai politik. Berbeda dengan teman sekamar saya, mas A, yang tidak begitu tertarik dengan politik. Awalnya, saya agak bingung darimana Abah dapet informasi mengenai politik Indonesia. Apa dari medsos atau apa. Tapi lama-lama, setelah saya beberapa kali masuk ke rumahnya, ternyata beliau memang punya tv khusus yang memang selalu menonton channel Indonesia. 
*Abah berkoko putih yang berjenggot

Saya dikasih gaji dan dikasih beras setiap bulan. Itu memang jatah wajib sesuai MoU. Mas A ini mendapat gaji yang cukup besar. Karena statusnya guru profesional. Sedangkan saya hanya volunteer. Tapi tetap saya kasih join dia beras. 

Sayangnya, WiFi sekolah jaraknya tidak Sampai ke tempat saya. Tapi Alhamdulillah fasilitas yang saya dapat di sana cukup baik. Meskipun jika dibandingkan dengan teman-teman saya yang lain, pasti ada kekurangan. Khususnya masalah WiFi itu. 

Kebetulan, saat itu, kita 74 volunteer, hanya bisa komunikasi via wa grup. Kita sering sharing mengenai keseharian dan fasilitas yang kita dapat. Dari sana saya tahu bahwa ada teman yang ditempatkan di sekolah yang letaknya di kota, dimana mobilitas dan fasilitas oke. Ada yang ditempatkan di suatu pulau terpencil daerah Krabi. Ya Krabi, surga wisata Thailand yang mashur karena keindahan alamnya. Ada teman yang diletakkan di rumah khusus di suatu kompleks. Ada yang tinggal di kamarnya para muridnya sendiri. Macam-macam. 

Dari sana kadang saya merasa iri. Dalam hati saya, kenapa saya harus ditempatkan di desa seperti ini. Hampir semua dari mereka menikmati fasilitas wifi. Bagi yang cowok dapat fasilitas motor. Tapi saya tidak. Karena tidak ada motor, saya agak susah untuk mobilisasi. Jadinya setiap mau keluar harus pinjam sepeda motor salah seorang guru. Tapi entah kenapa, padahal saya tidak pernah mengeluh atau bebicara mengenai ini, beberapa lama kamudian saya diberikan fasilitas motor khusus.

Seiring berjalannya waktu, saya jadi sadar bahwa bisa jadi mereka yang menurut saya nyaman, sebenarnya ada punya satu sisi ketidak-nyamanan yang tidak saya ketahui. Ternyata asumsi saya benar. Ada mereka yang ditempatkan sendiri di sekolah yang lokasinya agak ke utara Thailand. Hampir semua orang lokal berbahasa Thai. Tidak pakai bahasa Melayu. Biasanya mereka yang berlokasi ke provinsi yang agak ke Utara ini memang populasi orang Melayu tidak begitu banyak. Jadi sehari-hari dia memakai google translate yang pakai voice. Sampai mengajar pun harus pakai google translate. Jadi benar-benar terasingkan. 

Ada juga yang hanya tinggal sendiri. Tinggal di sekolah yang bukan sekolah asrama. Tidak ada murid yang menginap. Jadi dia layaknya penjaga sekolah. Untung saja dia pemberani orangnya. 

Ada juga seorang teman yang tinggal serumah dengan orang Budha. Dia tinggal layaknya anak angkat dari orang Budha tersebut. Untungnya, orang Budha ini sangat baik. Tetapi di suatu saat teman saya ini pernah sangat panik karena merasa telah memakan daging babi. Eh ternyata bukan. Cuma salah sangka. 

Pada akhirnya, dia dipindahkan ke salah satu asrama pondok yang ditempatinya hanya untuk menginap. Adapun mengajarnya, tetap di sekolah Budha. Pokoknya macam-macam lah keadaan kita waktu itu. Positif dan negatif. Dengan berkiblat ke sana, setidaknya saya jadi agak bersyukur.

Sampai tiba waktunya saya sudah dikasih jadwal mengajar di sekolah. Saya sampai di sekolah jam 07:40. Kebetulan setiap hari, pada jam 07:45, dilaksanakan upacara. Upacara layaknya di Indonesia. Berbaris sambil bernyanyi lagu khas sekolah. Lagu khas sekolah hampir mirip dengan lagu aktivis mahasiswa, buruh tani. Tapi beda lirik saja. 

Kemudian diteruskan dengan langsung kebangsaan Thailand sambil menaikkan bendera. Itu dilakukan setiap hari. Nampaknya itu memang kebijakan pemerintah Thailand. Setelah ada pengumuman dari pihak sekolah. Saat waktu pengumuman itu saya diberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri. Ketika berkenalan saya pakai bahasa Indonesia biasa dengan sedikit logat Melayu. Saya tidak tau mereka paham atau tidak. Yang jelas saya tidak begitu banyak bicara karena takut mereka tidak paham. 

Setelah saya selesai, seperti biasanya, para murid berjalan berbaris sambil bersalaman ke para guru. Murid perempuan salaman ke guru perempuan, yang laki-laki ke guru laki-laki. Itu dilakukan setiap hari. Bagi murid yang telat, ada hukuman yang biasanya diberikan oleh OSIS atau guru. Biasanya hukumannya adalah push up.
*Suasana upacara yang dilakukan setiap pagi

*ketika pertama kali memperkenalkan diri

*murid dihukum push up karena telat

Di waktu itu saya banyak berkenalan dengan orang-orang, khususnya para guru. Dari sana memang ada beberapa guru lulusan Indonesia. Yang saya tahu ada 3. Kemudian ada juga lulusan negara lain seperti Mesir, dan sebagainya. Saya punya jam mengajar hampir setiap hari. Tapi tidak full seharian. Disela-sela senggang itu biasanya saya gunakan untuk ke kantor bagian atas. Tempat saya dan guru-guru nongkrong. Atau jika malas, saya kembali ke bangunan tempat saya tinggal.
Share:

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh