5 identitas yang harus dimiliki versi Buya Yahya

KH. Yahya Zainul Maarif atau biasa dikenal dengan Buya Yahya merupakan salah satu tokoh ulama muda masa kini yang terkenal dengan kealimannya. Dalam berdakwah, beliau mashur sebagai da'i yang lugas, tegas dan santun ketika berceramah. Saat ini beliau mengasuh pondok pesantren Al-Bahjah di kabupaten Cirebon.

Dalam salah satu keterangannya ketika menghadiri undangan berceramah pada haul KH. Abdul Hamid Pasuruan, beliau menyampaikan bahwa ada identitas yang harus benar-benar terwujud di dalam diri seseorang untuk menghadapi akhir zaman yang penuh dengan fitnah ini. Identitas tersebut bersifat imperatif. Artinya salah satu saja tidak ada, maka akan sangat berbahaya menghadapi tantangan zaman. Sebagaimana yang disebutkan beliau, bahwa identitas tersebut ada 5. Yakni: Islam, Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, berakidah Asy-Ariyyah atau Maturidiyyah, bermadzhab, yang terakhir adalah bertasawwuf.

Kelima komponen ini merupakan identitas wajib yang harus dimiliki oleh semua kalangan, khususnya yang menyebut dirinya sebagai Nahdliyin. Mengingat banyak sekali aliran-aliran baru atau aliran pembaharuan dalam Islam yang mulai mengingkari keabsahan ilmu yang diturunkan melalui sanad ilmu yang sahih, dan mengajak untuk langsung menggali ilmu dari Al-Quran dan Al-Hadist secara langsung.

Dalam tulisan ini penulis akan coba menguraikan masing-masing komponen berdasarkan pengetahuan penulis. Di sini penulis ingin mengatakan bahwa apa yang tertera dalam detail komponen bukan merupakan keterangan resmi yang dituturkan oleh Buya Yahya, melainkan syarah yang ditulis oleh penulis.

Identitas yang pertama dikatakan oleh Buya Yahya adalah Muslim. Satu-satunya cara untuk menjadi seorang muslim adalah dengan membaca kalimat sahadat dan meyakini kebenarannya. Muslim artinya orang yang beragama Islam, untuk mendapatkan kesempurnaan menjadi seorang muslim yang baik, seseorang yang mengaku Islam harus bisa mengimplementasikan dirinya agar bisa melakukan 5 rukun Islam, yakni: membaca Syahadat, melakukan sholat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji apabila mampu.

Surga adalah jaminan bagi seorang muslim yang melaksanakan rukun-rukun tersebut dengan sempurna.  Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dalam suatu Hadis, ketika ada sahabat bertanya mengenai apakah ketika dia melaksanakan semua rukun Islam dia akan masuk surga, Nabi menjawab bahwa iya dia akan mendapatkan surga. Masing-masing rukun tersebut mempunyai rahasia dan manfaat yang besar, baik jika dikaji dari aspek spiritual, sosiologis, psikologis dan lain-lain. Semisal mengenai sholat, sebagaimana sabda Nabi:

الصلاة عماد الدين فمن اقامها فقد اقام الدين فمن تركها فقد هدم الدين
(sholat adalah tiang agama,  barang siapa yang melakukannya maka dia sama dengan membangun agamanya. Namun barang siapa yang meninggalkannya maka dia sama dengan merobohkan agama)

Di hadis yang lain, Nabi bersabda bahwa kelak hal pertama yang akan dihisab di hari kiamat adalah sholat. Di dalam riwayat lain Nabi juga bersabda bahwa apabila seseorang sholatnya baik, maka kehidupannya di dunia juga akan baik, namun apabila sholatnya tidak baik, kehidupannya juga tidak akan baik. Dari hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa posisi sholat sangat urgen bagi orang Islam.

Di samping itu juga ada zakat. Setiap harta orang Islam yang cukup, di dalamnya terkandung harta orang lain yang di dalam Al-Quran disebut dengan 8 asnaf. Konsep zakat merupakan solusi untuk meminimalisir atau bahkan menetralisir kesenjangan sosial di bidang sosial ekonomi masyarakat. Kiranya konsep ini lebih unggul apabila dibandingkan dengan konsep sosialisme yang pernah digulirkan oleh Karl Max. Karena dalam zakat seseorang tidak harus menyerahkan kepemilikannya terhadap negara, dia hanya harus menyisihkan hartanya untuk beberapa golongan yang telah ditentukan. Ini artinya, zakat adalah menjadi solusi yang sangat baik untuk menengahi konsep kapitalisme dan sosialisme.

Setelah itu di rukun ke-tiga, ada puasa. Puasa  dapat bermanfaat untuk menjadi rem dalam menahan nafsu, sekaligus pengingat bagaimana pedihnya kehidupan saudara kita yang kurang beruntung secara ekonomi. Rukun yang kelima adalah haji. Melaksanakan haji bukan hanya mampu menjadikan seorang muslim saling mengenal dengan muslim yang lain dari seluruh dunia, melainkan juga dapat mengambil ibroh dari perjalanan dan perjuangan Nabi dan utusan terdahulu.

Demikianlah uraian mengenai muslim. Identitas pertama ini, di akhir zaman implementasinya sudah sangat berkurang, bahkan banyak di antara orang Islam yang mungkin hanya melaksanakannya hanya di rukun pertama saja.

Kemudian identitas yang kedua adalah Aslus Sunnah Wal Jama'ah. Mengenai hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, Nabi bersabda:
قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْــهِ وَسَلَّمَ وَاِنَّ هَذِهِ الْمِلََّةَ ستَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ تِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارٍ وَوَاحِدَةُ فِى الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Artinya: Sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 diantaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud)

Dari hadis inilah kemudian masing-masing manhaj dan golongan umat Islam sama-sama mengklaim bahwa golongannyalah yang dimaksud oleh Nabi sebagai al-Jamaah. Mengenai perbedaan ini, apabila posisi kita sudah tau mengenai dasar ilmu dari manhaj yang kita anut dan yakini, maka sebagaimana yang dikatakan oleh Kiyai Mustofa Bisri ada baiknya kita menempatkan diri sebagai orang yang merasa paling salah. Ini yang kemudian akan menjadi dorongan bagi kita agar selalu beristighfar, muhasabah dan tidak merasa paling benar sendiri.

Sementara menurut Syeh Ali Jumah pada saat muktamar Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Chechnya 25 Agustus 2016 dalam ceramahnya sebagaimana dikutip oleh NU online mengatakan bahwa aswaja merupakan golongan mayoritas umat Islam sepanjang zaman, karena lebih dari 90 persen umat Islam adalah Aswaja. Aswaja ialah mereka yang mentransmisikan nash dengan begitu baik, lalu menafsirkan dan memberi penjabaran dengan mujmal (global). Aswaja mempunyai 3 pilar agama: Iman, Islam dan Ihsan. Dan juga membagi ilmu menjadi 3 macam ilmu utama, yakni: akidah, fiqih dan suluk.

Dalam memahami nash, aswaja tidak hanya berpacu pada teks, melainkan juga konteks dan realitas kehidupan. Kemudian setelah itu dimanifestasikan dengan menerapkan teks nash yang absolut terhadap realitas kejadian yang sifatnya relatif. Kurang lebih demikian yang dijabarkan oleh Syeh Ali Jumah.
Tentunya sengan identifikasi aswaja yang seperti ini dapat disimpulkan bahwa aswaja ialah sebuah golongan yang fitrahnya tidak mudah mengkafir-kafirkan golongan lain dan tidak membunuh sesama hanya karena perbedaan.

Kemudian identitas yang harus dijaga oleh seorang muslim selanjutnya adalah berakidah Asy-ariyyah dan Maturidiyyah. Asy-ariyyah merupakan salah satu manhaj akidah yang disusun oleh Abu al-Hasan Al-Asyary sedangkan Maturidyyah disusun oleh Abu Mansur Al-Maturidy. Salah satu alasan mengapa seorang disarankan berpacu pada beliau dikarenakan sanad keilmuan beliau yang sangat baik dan menyambung terhadap Rosul Saw.

Alasan kedua adalah dikarenakan manhaj ini merupakan manhaj yang sangat banyak diikuti oleh ulama-ulama yang terkenal dengan kealimannya dan karya-karyanya yang Agung, seperti Al-Gazali, Ibnu Hajar Al-Asqalany, Imam Nawawi, kalangan madzhab dan banyak kalangan maupun ulama yang lain.

Salah satu bentuk keterangan Imam Al-Asy’ari dalam masalah akidah ialah tidak ada sesuatu yang dapat menyerupai Allah Swt. (مخالفة للحوادث). Hujah dalam hal ini terdapat dalam Al-Quran surah Al-Syura ayat 11 dan Al-Ikhlas ayat 4 yang kemudian dilanjutkan dengan pemahaman bidang ilmu yang lain. Sedangkan dalam sekte akidah yang berbeda mengatakan bahwa Allah Swt. mempunyai jasad, hal ini didapatkan dari penafsiran nash secara tekstual versi mereka. Hal yang pastinya sangat rumit dan terlalu panjang untuk dijabarkan. Dalam hal ini Buya Yahya kemudian menyampaikan bahwa cara yang mudah untuk memahami akidah Asy-ariyyah atau Maturidiyyah adalah dengan membaca nadzoman Akidatul Awam.

Identitas yang ke empat adalah bermadzhab. Bermadzhab mempunyai arti bahwa dalam masalah ahkam agam. islam kita dianjurkan agar mengacu pada madzahibul arba'ah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ibnu Hanbal). Sebagaimana diketahui bahwa sumber agama Islam ialah Al-Qur'an dan Al-Hadis. Beberapa kalangan akhir-akhir ini dengan slogannya bertajuk pemurnian Islam kemudian mengatakan bahwa tidak perlu lagi bermadzhab atau mengacu terhadap siapapun, cukup mengacu pada Al-Qur'an dan Al-Hadis.

Pernyataan tersebut tentunya harus dipertanyakan kebenarannya. Mengingat untuk memahami nash (Al-Qur'an dan Hadis) diperlukan banyak cabang ilmu. Mulai dari asbabun Nuzul, asbabul wurud, ilmu tafsir, Ilmu nahwu, Ilmu Shorof, ilmu balagah, ilmu maani, ilmu bayan, dan lain-lain. Macam-macam ilmu tersebut diperlukan agar dalam pemahaman teks daripada nash tidak memakai pemahaman pribadi yang peluang kekeliruannya sangat besar. Padahal konsekuensi dari kekeliruan tersebut dapat berimplikasi pada kesalahan dalam membuat hukum.  Nabi bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh An-Nasai:
من فسر القران برأيه فليتبوأ مقعده من النار
(Barang siapa yang menafisirkan Al-Quran dengan dirinya sendiri, maka lebih baik dia duduk di neraka)

Sedangkan 4 Imam madzhab merupkan Ahli hadis dan ahli ilmu yang hidup lebih dekat dengan zaman dan tempat Rosul. Beliau-beliau adalah ahli di bidangnya. Maka cara paling aman dalam menggali nilai-nilai keilmuan dalam hukum Islam adalah dengan bermadzhab. Apabila tidak bermandzhab, lalu kita menyimpulkan masalah agama, agaknya sangat sulit, mengingat dalam menafsirkan nash Al-Qur'an, butuh banyak hadis dan asbabun nuzul yang harus dihafal, demikian dalam memahami hadis banyak asbabul wurud yang harus diketahui, kita Juga harus paham cabang ilmu pendukung dengan penalaran yang matang supaya tidak termasuk dalam klasifikasi manusia yang lebih baik berada di neraka sebagaimana sabda Nabi.

Kemudian identitas yang terkahir adalah bertasawwuf. Tasawwuf merupakan salah satu jalan seorang hamba agar bisa menyucikan dirinya dan lebih mengenal tuhannya. Salah satu bagian dari ilmu tasawwuf adalah bagaimana seorang hamba dapat membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran dan melaksanakan kehidupan dengan mengedepankan akhirat.

Tasawwuf merupakan cara terbaik untuk muhasabah diri. Jawaban mudah dari mengapa ilmu tasawwuf harus dipelajari dan diterapkan adalah karena banyaknya ahli sufi yang ma'rifat dan wusul terhadap Allah. Nilai-nilai ilahiyyah telah benar-benar disemayamkan dalam dirinya, sehingga dunia dan segala kenikmatannya diangap tidak ada artinya. Salah satu cara bertasawwuf dengan banyak belajar terhadap seorang guru yang bersanad. Salah satu jalannya adalah dengan tirakat, torekot, memahami penyakit hati, dan banyak yang lain. Karena dengan tasawwuflah yang kemudian membuat manusia banyak berfikir dan sibuk dengan kesalahannya yang besar daripada sibuk mengurus kesalahan orang lain yang sangat kecil.

Seorang sufi yang wusul dan ma'rifat kepada Allah atas izin Allah dapat memiliki keajaiban-keajaiban yang sulit dinalar orang biasa. Itulah yang kemudian disebut dengan karomah. Sebagaimana karomah Yai Muhammad Usman yang mengganti bensin dengan air teh ketika supirnya lupa mengisi bensin. Demikian juga banyak cerita yang lain.

Apabila coba dijadikan sebuah perdebatan retorika. Maka kenyataan mengapa karomah dan cerita keajaiban tokoh sufi tidak bisa dinalar adalah, karena memang logika kita yang tidak sampai atau belum disampaikan oleh Allah. Sama dengan kita menceritakan panjang lebar mengenai besi terbang dan menusia yang dapat saling berbicara jarak jauh terhadap seorang suku amazon pedalaman yang terisolasi dan sama sekali tidak tau perkembangan zaman. Mereka tidak akan percaya karena memang logika mereka tidak sampai.

Di samping lima identitas tersebut, Buya Yahya juga mewanti-wanti agar kita bisa menjaga manhaj talaqqy. Manhaj talaqqy mengharuskan kita mencari ilmu dengan bertatap muka secara langsung dengan guru (bukan lewat medsos atau yang lain). Karena hal tersebut dapat menjadikan seorang guru tau terhadap muridnya dan nur ilmu bisa tertransformasi dengan baik.

Hal di atas merupakan identitas yang harus dijaga oleh kita, dan juga diimplementasikan terhadap anak dan keluarga. Salah satu caranya adalah dengan cara menyekolahkan, memondokkan atau memilihkan tempat pengajian bagi mereka dengan klasifikasi bahwa 5 identitas tersebut harus benar-benar terpenuhi. Hal ini untuk menjaga agar nilai-nilai keilmuan kita dan keluarga menjadi baik karena sanad kelimuan dan panutan yang baik.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh