Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir Indonesia


Resume ini ditulis sebagaimana judul aslinya. Nama penulis buku: Ainur Rofiq al-Amin. Penerbit: LKis. Tebal: 227. Diterbitkan di Jogjakarta pada tahun 2012.

Hizbut Tahrir (HT) adalah organisasi politik yang didirikan pada tahun 1953 oleh Taqiyuddin al-Nabhani. Organisasi tersebut merupakan organisasi yang getol mengusung ideologi khilafah. Khilafah adalah ideologi yang berupaya mepersatukan umat Islam seluruh dunia dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah di bawah kepemimpinan khalifah. HT menganggap bahwa cita-cita mendirikan negara Islam merupakan solusi dari problematika kemanusiaan modern (khususnya umat Islam) yang cenderung dikendalikan barat dengan berbagai macam muslihatnya. Banyak cara yang mendorong HT untuk mewujudkannya, salah satunya adalah dengan mendirikan partai politik. Organisasi ini mulai mengkritik gerakan-gerakan sosial umat Islam yang dianggapnya tidak membawa manfaat dan hanya menjadi penghalang kebangkitan umat. Mereka bertekad bahwa salah satu cara terbaik untuk mewujudkan kebangkitan umat adalah dengan partai politik.

HT berpendapat bahwa mewujudkan partai politik yang akan mengembalikan kejayaan khilafah masa lalu adalah kewajiban. Oleh sebab itu, mereka menolak gradualisme. Konsep ini adalah pemahaman bahwa umat Islam saat ini secara kuantitas sudah sangat besar, sehingga mustahil menerapkan syariat Islam secara serta merta. Artinya penerapan harus dilakukan secara perlahan. HT menolak ini karena menganggap bahwa orang yang mengatakan mustahil menerapkan hukum Islam secara total sama dengan mengatakan bahwa Allah menurunkan agama yang tidak aplicable. HT mencontohkan bangkit dan suksesnya kalangan komunisme yang dilakukan dengan cara radikal, bukan gradual. Realitasnya, memang HT telah meminjam metodologi filosofis secara langsung dari marxisme dan leninisme. Padahal dampak ketika mengawinkan prinsip metodologi Leninisme-marxisme dengan islamist ideology berdasarkan sudut pandang khilafah, maka akan menjadi totalitarian organizatiton yang tidak menolelir perbedaan.

Secara struktural, puncak kepemimpinan di tubuh HT dipimpin oleh amir yang berbasis di Yordania. Di bawah amir terdapat tiga lembaga: badan administrasi, badan madzalim dan badan penangung jawab pemilihan amir. Sedangkan markas HT di London bertugas mengawasi seluruh aktivitas di negara-negara muslim. Badan administrasi bersama amir akan membentuk qiyadah yang mempunyai tugas memimpin partai, mengawasi, dan mensupervisi seluruh perkembangan partai. Level selanjutnya adalah mu’tamad (pemimpin regional) yang bersama dengan qiyadah bertanggung jawab atas masalah politik di wilayah bawahannya. Selanjutnya ada mas’ul, lalu naqib atau pemimpin HT di perkotaan dan pedesaan.

Gerakan HT mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an. Dipimpin oleh Abd Rahman al-Baghdady (kemudian tokoh ini dikeluarkan dari HTI). Lalu bertransformasi menjadi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan dideklarasikan pada tahun 2000.  Menurut HT, Indonesia merupakan salah satu sasaran vital untuk menegakkan konsep khilafah. Hal ini terbukti dengan dilaksanakannya konferensi Hizbut Tahrir Internasional pada 28 Mei 2000, kemudian konferensi serupa pada 12 Agustus 2007 yang dilaksanakan di Indonesia.

Dalam penyebaran ideologi, ada beberapa tahapan yang biasa dilakukan oleh HT. Bagi mereka yang tertarik dengan HT, biasanya akan diberikan ruang halaqah, kemudian mereka akan disebut dengan halaqah amm. Berjalan beberapa bulan, mereka akan dinaikkan menjadi darisin (peserta halaqah yang intensif). Setelah sekitar jangka waktu 3 tahun, baru mereka akan disebut dengan hizbiyyin. Ketika telah menjadi hizbiyyin, mereka akan disumpah dengan kalimat-kalimat yang akan mendorong mereka punya jiwa militansi. Di samping bersumpah, mereka juga diharuskan agar taat kepada segala keputusan amir.

Setelah pemahaman mengenai khilafah mulai mendarah daging, dengan sendirinya mereka akan sangat royal. Tidak heran jika setiap bulan, hizbiyyin akan menyumbangkan iuran sekitar 15.000 untuk membeli buletin mingguan seharga Rp. 250  per lembar (dulu). Dari hal-hal tersebutlah sumber dana berkembangnya organisasi HTI. Namun Zyno Baran mengatakan bahwa beberapa pakar inteljen internasional berspekulasi bahwa HT didanai para pendukung dari Iran, negara-negara teluk dan Saudi Arabia. Pada sekitar 1950-an, ada rumor bahwa HT didanai oleh CIA.

Dalam salah satu karyanya, al-Nabhani  menjelaskan mengenai wajibnya memerangi pemerintah yang menampakkan kekufuran nyata dan menerapkan hukum kufur. Menampakkan kekufuran nyata yang dimaksud adalah memakai hukum selain hukum Allah. Oleh sebab itu, mereka menganggap berafiliasi dengan sistem pemerintahan apapun selain khilafah hukumnya adalah haram. Di sisi lain HT juga menyadari bahwa revolusi tidak hanya dapat dilakukan dengan kekerasan, namun juga dapat dilakukan dengan manuver intelektual (intellectual manouvre). Ini mereka akui dengan meniru cara Nabi ketika berdakwah di Mekkah. Padahal dalam eksekusinya, banyak dalil-dalil yang seakan dipaksakan agar sesuai dengan kehendak ideologi khilafah.

Salah satu bentuk hegemoni intelektual yang dilakukan oleh HT adalah: Mereka menganggap bahwa menegakkan khilafah merupakan hal yang paling agung dalam agama. Seorang muslim akan mendapat dosa besar apabila tidak mencoba mengangkat khilafah.  Dalil-dali yang mereka gunakan adalah sebagaimana di dalam Al-Qur’an Surat  Al-Baqoroh Ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
(Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu )

Kemudian di dalam Surat Al-Maidah Ayat 49:

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

(Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu)

Ayat pertama menurut HTI merupakan implikasi dari perlunya totalitas dalam berislam. Salah satu penerapannya sebagaimana tercantum di ayat kedua yakni dengan menjalankan syariat Islam secara sempurna.

HT menolak kaidah usuliyyah

تغير الاحكام بتغير الازمان والامكنة
(berubahnya hukum disebabkan berubahnya jaman dan tempat)

Kemudian juga kaidah
العادة محكمة
(adat itu bisa dikontruksikan menjadi hukum).

Mereka menganggap penggunaan kaidah ini akan berimbas pada berubahnya ketentuan syariat hukum Islam, karena jika hal tersebut terjadi, berarti hukum Islam itu tidak aplicable, padahal syariat Allah dapat digunakan kapan pun dimana pun. Kontruksi dalil nash Al-Quran di atas mereka kaitkan dengan salah satu kaidah syar’iyyah yang lain, yaitu kaidah:

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب
(Sesuatu yang tidak sempurna suatu kewajiban, kecuali dengan melakukannya,maka melakukan hal tersebut adalah kewajiban).

Bagi HT, khilafah merupakan tariqah (jalan) yang seandainya tidak dilakukan, maka penerapan syariat Islam tidak akan sempurna. Oleh sebab itu, dengan memakai kaidah ini mereka menghukumi bahwa khilafah hukumnya adalah wajib. Ini berarti dalam penerapan kaidah-kaidah usuliyyah hasil ijtihad ulama tersebut, HT hanya memilih kaidah yang sesuai dengan kepentingannya dan meninggalkann bahkan menolak dengan tegas kaidah yang tidak sejalan.

Adapun dalil hadis yang biasa dipakai HT adalah :

من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة لا حجة له ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
(Barang siapa yang melepaskan tangan dari ketaatan, dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa hujjah, dan barang siapa yang mati, dan tidak ada baiat di pundaknya, maka matinya seperti mati jahiliyyah).

HT menafsirkan hadis ini sebagai dasar kewajiban melakukan baiat bagi umat Islam. Bagi yang tidak melakukannya, maka akan mati dalam keadaan jahiliyyah. Penafsiran ini nampaknya hanya upaya sebagai pembenaran ideologi mereka. hadis tersebut memang berisi anjuran kepada umat Islam untuk berbaiat, namun tidak ada penjelasan kepada siapa dan dengan maksud apa harus berbaiat. Kesimpulan HT bahwa sasaran baiat itu adalah khalifah merupakan penalaran yang jumping to conclusion agar umat Islam meyakini khalifah.

Apabila mengacu pada sejarah, disebutkan bahwa beberapa kali Nabi telah melakukan pembaiatan. Salah satunya adalah baiat aqabah pertama atau disebut bay’at al-nisa yang diikuti oleh 12 muslim pada tahun 12 kenabian. Kemudian juga bay’at al-Kubra yang diikuti oleh 73 laki-laki dan 2 perempuan pada hari tasyriq tahun 13 kenabian. Baiat tersebut bertujuan agar umat Islam berjanji untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak. Kedua peristiwa tersebut terjadi sebelum Nabi hijrah ke Madinah, yang berarti –dalam keyakinan HT- sebelum negara Islam berdiri. Demikian juga baiat yang terjadi selepas Nabi berada di Madinah,  pada tahun 6 H. Nabi bersama 1600-an sahabat melaksanakan umrah ke Mekkah. Perjalanan ini dihalangi kaum quraisy. Kemudian Nabi membaiat sahabatnya agar tidak lari dan siap mati. Beberapa contoh baiat ini mempunyai arti bahwa makna baiat tidak selalu identik dengan kepemimpinan, melainkan juga bermakna keridahaan dan janji seorang muslim untuk mengikuti ajaran-jaran kenabian. Karena jika konotasi baiat dari hadis di atas adalah baiat khilafah sebaimana logika HT, maka sahabat Sa’ad ibn Ubadah adalah manusia yang dianggap mati dalam keadaan jahiliyyah, karena telah menolak untuk membaiat Sahabat Abu Bakar. Demikian juga yang dilakukan sahabat Farwah ibn Amr. Tentunya ini kontradiktif dengan yang dikatakan al-Nabhani bahwa sahabat adalah mereka yang adil, mempunyai kekhususan dan akan masuk syurga. Ini juga menunjukkan bahwa pemahaman HT mengenai hadis ini terlalu dipaksakan untuk hegemoni kepentingannya.

Kemudian landasan normatif HT selanjutnya adalah ijma’ sahabat. Dalam pandangan HT sebagaimana hasil kontruksi penulis (buku). Setiap ada ijma’ ulama maka hukumnya wajib, bukan sunnah atau mubah. Bahkan HT membolehkan percekcokan dalam masalah perebutan khilafah. Mendasar pada peristiwa tsaqifah (peristiwa tentang pembaiatan Abu Bakar, dimana pada saat itu ada beberapa golongan yang sebelumnya tidak setuju), walaupun Al-Quran melarangnya. Demikian juga HT membolehkan membunuh sesama, apabila mereka tidak mau membaiat pemimpin yang telah ditentukan. Hal ini mengacu pada cerita di masa sayyidina Umar.

HT juga tidak mencantumkan hadis yang bertentangan dengan sikap khilafah. Hadis tersebut adalah:

الخِلافةُ ثَلاثُونَ سنةً، وسائِرهُمْ مُلوكٌ، وَالخُلَفَاءُ وَالْمُلُوْكُ اثْناَ عَشَرَ
(Khilafah kenabian adalah 30 tahun, selebihnya adalah kerajaan. Jumlah khalifah dan raja itu ada 12).

Beberapa pengikut HT bahkan menolak menafsirkan bahwa setelah 30 tahun adalah kerajaan, karena mereka menganggap hal tersebut bertentangan dengan kalimat selanjutnya tentang khalifah dan raja yang berjumlah 12. Argumentasi ini kemudian direlevansikan dengan pendapat bahwa khalifah sudah ada secara kontinuitas sejak jaman Nabi.

Dasar selanjutnya adalah perspektif historis. HT bersikukuh bahwa khilafah telah berdiri secara continue sejak jaman kenabian hingga 1924 ketika dinasti ottoman terpecah belah. Pernyataan HT mengenai hal ini dinilai tidak begitu tepat, mengingat kontinuitas khilafah selama berabad-abad masih debatable. Dalam tatanan historis, dinasti Islam memang selalu ada. Namun apabila disesuaikan dengan konsep khilafah (dalam pemikiran mereka), sebenarnya jenis pemerintahan yang didambakan HT sudah tidak ada sejak jaman Ab-basyiyah (Bahkan apabila konsep pemikiran HT mengenai transisi kepemimpinan yang tidak membolehkan diserahkan langsung ke keturunan khalifah sebagaimana sistem kerajaan, maka sebenarnya konsep khilafah tersebut sudah tidak terpakai sejak dinasti Umayyah). HT juga menjelaskan, bahwa apabila ada 2 khalifah yang dibaiat, maka yang terakhir lah yang harus dibunuh. Berdasarkan konsep tersebut, seharusnya banyak sekali kerajaan yang mereka anggap khilafah, secara hukum tidak sah. Karena kerajaan-kerajaan tersebut (atau khilafah) dibangun melalui penaklukan khilafah sebelumnya. Sebagaimana khalifah Ab-basiyyah dan Khalifah Ottoman.

Dalam pandangan HT, saat ini tidak ada satu negara pun yang dapat dikategorikan sebagai negara Islam, termasuk Arab Saudi dan Iran. Dalam Jurnal yang diterbitkan kalangan muda HTI menyebutkan bahwa Arab Saudi, Iran dan Sudan merupakan negara sekuler. Arab Saudi dipandang masih mengadopsi hukum sekuler, sedangkan Iran dan Sudan selain karena memproklamirkan negara republik, Undang-undang kedua negara itu juga memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan hukum Islam. HT menilai, negara berpenduduk muslim harus mengganti hukumnya dengan hanya memakai hukum Allah dan sistem Khilafah Islamiyyah. Ini yang membuat HT selalu menggebu-gebu untuk mendirikan khilafah.

Selain pemakaian landasan hukum yang cenderung dipaksakan. Pola sistem pemerintahan yang akan diterapkan HT juga tidak begitu logis, bahkan terlalu konservatif.  Ada banyak potensi ketimpangan, inkonsistensi dan penyelewengan. Salah satunya adalah mengenai cara dan wujud tuntutan rakyat (people power). Hal tersebut sama sekali belum diatur dalam dokumen HT. Malah mereka menganggap bahwa tuntutan rakyat tidak dibenarkan dalam Islam. Hal ini bertolak belaka dengan realitas yang mereka lakukan, pada tahun 2011 bersamaan dengan demonstrasi di Timur Tengah, kelompok massa HT melakukan longmarch, menuntut pemerintah untuk menegakkan khilafah di Mesir. Di samping itu, mereka juga beberapa kali telah melakukan kudeta, seperti pada tahun 1968 dan 1969 di Amman, di Baghdad pada 1972, di Kairo pada 1974 dan di Damaskus pada 1976, meskipun kudeta-kudeta tersebut selalu gagal. Ini menandakan bahwa antara regulasi yang akan mereka pakai dan realitas yang mereka lakukan, terjadi ketidak sesuaian.

Selanjutnya mengenai salah satu lembaga dalam pemerintahan HT, Majlis ummat. Majlis ini merupakan lembaga wakil rakyat dari seluruh warga negara khilafah yang dipilih melalui pemilihan umum dan menjabat selama 5 tahun. Majlis ini mempunyai wewenang memberi masukan terhadap khilafah mengenai permasalahan rakyat, mengoreksi khilafah, muawin, wali, amil bahkan lembaga ini berhak membatasi calon dalam pemilihan khilafah. Hal ini tentunya mengundang kontradiksi dengan argumen-argumen HT yang dengan keras mengharamkan demokrasi. Sedangkan sistem yang dianutnya sendiri merupakan nilai-nilai esensial dan implementatif dari demokrasi itu sendiri.

Beberapa pola di atas tidak lebih mengkhawatirkan dari pandangan al-Nabhani bahwa khalifah adalah negara itu sendiri dan mempunyai jabatan seumur hidup. Artinya, dalam mengelola negaranya khalifah mempunyai kekuasaan absolute yang sangat luas. Salah satu  kewenangan khalifah adalah melegislali hukum syara’ menjadi peraturan bagi rakyat. Hukum syara’ yang diadopsi akan menjadi konstitusi dan undang-undang yang tidak boleh ditentang. Seorang hakim atau qadhi pun tidak boleh menetapkan hukum yang tidak sejalan dengan khalifah. Demikian juga mujtahid yang berbeda juga harus meninggalkan hasil ijtihadnya (Adapun majlis ummat hanya sebatas memberikan koreksi dan masukan). Ini akan menjadi sistem yang berpotensi mengusung kekuasaan absolute apabila dipadukan dengan pendapat HT yang lain bahwa rakyat harus patuh dan sama sekali tidak boleh memberontak terhadap khalifah, sekalipun khalifah berbuat maksiat. Ini artinya dengan kondisi khalifah sebagai manusia biasa, mempunyai nafsu, dan penuh dengan khilaf (terlebih manusia di jaman ini), sama saja HT telah membuat suatu pola pemerintahan yang sangat berpotensi akan terjadinya banyak penyelewengan.

Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan mengenai ilusi pembentukan sistem khilafah ini. Baik dalam tata konstitusi yang cenderung konservatif ataupun cara-cara HT dalam menggali dalil untuk mengklaim kebenarannya. Abdullah Ahmed an-Naim yang mengatakan bahwa system khilafah tidak sejalan untuk diterapkan di masa ini, karena sebagian besar negara-negara muslim sudah menganut konteks negara bangsa-bangsa (nation state). Beliau menambahkan bahwa potensi ke arah khilafah memang kecil, tapi alangkah baiknya jika hal itu tidak dianggap pepesan kosong belaka. Oleh sebab itu, pola pergerakan HT dan HTI di Indonesia harus benar-benar diawasi, dipersempit kemudian dieksekusi. Mengingat ancamannya terhadap kerukunan, kenyamanan dan keamanan bangsa dan negara sangat besar.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh