Akibat Passport Rusak


Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman pribadi guys. Baca sampai selesai biar tau klimaksnya.. hehe

Alkisah pada saat itu kebetulan saya mendapatkan keberuntungan sebagai perwakilan kampus UINSA bersama 4 teman lain dari berbagai Fakultas untuk menjadi volunteer di Thailand. Program tersebut merupakan salah satu kerja sama antara pihak kampus, Abroad Alumni Association of Southern Provinces Thailand (Badan Alumni),  SBPAC Thailand (Southern Border Province Administration Center Thailand) dan juga Konsulat Republik Indonesia di Songhka.

Salah satu bentuk kerja sama ini bertujuan untuk memberikan manfaat pendidikan terhadap beberapa daerah tertinggal di Thailand, khususnya di bagian selatan yang mayoritas ditempati oleh Bangsa Melayu (di Thailand kurang lebih ada 3 etnis: etnis Siam, Melayu dan China. Etnis Siam adalah etnis mayoritas dan beragama budha, wajahnya seperti di film-film Thailand. Sedangkan etnis Melayu wajahnya sebagaimana orang Melayu pada umumnya, kebanyakan beragama Islam dan bertempat di bagian selatan Thailand, khusunya 3 daerah: Naratiwat, Pattani dan Yala, sebagian juga banyak berada di sekitar Bangkok. Bahasa mereka berbeda dengan bahasa Melayu Malaysia seperti di film kartun Upin Ipin, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Utara yang sangat susah dimengerti. Mungkin kalau di Jawa mereka disebut dengan “ngapak”, sebagaimana orang Brebes, Tegal, Cirebon dan lain-lain. Sedangkan etnis China tidak begitu banyak dan cukup susah membedakannya dengan etnis Siam).

Badan Alumni adalah alumni luar negeri Thailand Selatan. Seluruh pengurusnya merupakan orang Melayu yang merasa memiliki tanggung jawab untuk memajukan dan mempertahankan budaya dan etnis kemelayuannya, mengingat mereka merasa bahwa kebudayaan Siam dan Budha telah banyak merasuk melalui kurikulum dan beberapa pola lain, di samping karena pendidikan di Thailand bagian selatan juga termasuk yang tertinggal. Oleh sebab itu mereka melakukan MoU dengan beberapa kampus di Indonesia dengan tujuan agar mahasiswa Indonesia dapat menyebarkan nilai-nilai keilmuan dan juga nilai-nilai ras melayu yang menurut mereka mulai ditinggalkan. Dengan mengirimkan mahasiswanya, kampus di Indonesia berharap bisa menaikkan kelas kampusnya agar dapat bertaraf Internasional, mengingat ini merupakan program yang melibatkan 2 negara, kemudian nantinya mereka juga akan mendapat jatah mahasiswa asal Thailand yang akan dikuliahkan di sana. Sedangkan pihak badan alumni juga mendapatkan timbal balik, mereka dapat mengirimkan siswa-siswi berbangsa Melayu untuk dikuliahkan di Indonesia secara gratis (menurut yang telah disampaikan oleh Kepala Konsulat Songhkla Bpk. Triyogo Jatmiko, setiap tahun, hampir 6000 muda-mudi asal Thailand Selatan yang berniat untuk belajar di Indonesia setiap tahunnya, baik di pondok-pondok pesantren atau di kampus-kampus).

Saya dipercaya bersama sekitar 84 mahasiswa lain dari seluruh Indonesia untuk menyebarkan ilmu di sana (Dari seluruh mahasiswa, kita disebar ke beberapa sekolah di penjuru Thailand Selatan, mulai dari Provinsi Naratiwat sampai Provinsi Krabi. Masing-masing sekolah dijatah 1 anak atau maksimal 2 anak. Tahun ini memang hanya diprioritaskan di sekolah yang berada di bagian Selatan Thailand saja, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang katanya ada juga yang ditempatkan di sekitar Bangkok, atau sampai di Thailand bagian tengah). Dikarenakan pengumuman kelulusan seleksi dan proses pemberangkatan yang cukup mepet, malam itu juga saya berangkat ke rumah di Madura untuk melengkapi syarat-syarat pemberangkatan. Kemudian setelah semuanya beres, saya langsung menyerahkannya ke pihak International Office (IO) UINSA.

Saya baru sadar bahwa ada yang janggal ketika melihat di pasport saya ada sedikit sobekan (hanya seujung jempol) di halaman tempat kolom tanda tangan, tepatnya di pojok atas sebelah kanan, cukup jauh dari kolom tanda tangan pihak yang mengeluarkan passport. Sayangnya, saya baru sadar ketika proses penyerah terimaan berkas ke pihak IO, mau diperbaiki terlebih dahulu rasanya waktunya tidak akan cukup. Saya anggap ini bukan dan tidak akan jadi masalah. (Kebetulan saat itu saya belum sadar bahwa passport robek akan menjadi masalah. Seingat saya terakhir kali bepergian, passport tersebut masih dalam kondisi baik. Kemudian passport saya lama dipegang salah satu pihak travel. Namun sampai saat ini saya tidak tau apa penyebab robeknya).

Singkat cerita tibalah pagi itu, pagi dimana saya akan meninggalkan tanah air selama 4,5 bulan. Saya benar-benar tidak merasa cemas mengenai passport, karena saya anggap posisi robeknya tidak berada di tempat yang vital. Ketika mulai melewati imigrasi Juanda, sebelum memberikan setempel tanda keluar, petugas tersebut memberikan saran, agar kalau ada waktu sebaiknya passport saya segera diperbaiki, karena untuk desnitasi negara-negara maju, passport seperti itu tidak akan diperbolehkan masuk. Saya anggap itu hanya anjuran biasa, saat itu saya hanya mangguk-mangguk.

Kemudian setelah tiba di Kuala Lumpur Airport terminal 2 (KL 2), ketika pemeriksaan imigrasi, saya bersama iring-iringan teman lainnya memilih berada di posisi paling belakang untuk mengantisipasi bahwa semua teman saya lolos (karena yang saya dengar, meskipun antar negara Asean bebas visa masuk dan tinggal selama 1 bulan, namun untuk rakyat Indonesia, imigrasi Malaysia agak memperketat, karena banyak kasus masyarakat Indonesia yang overstay di Malaysia dan bekerja secara ilegal. Artinya sebelum memberikan setempel masuk, pihak imigrasi akan melihat terebih dahulu penampilan atau barang bawaan bagi orang yang di passportnya tidak ada setempel visa, jika penampilan dan barang bawaannya meyakinkan berarti dia terindikasi hanya akan liburan atau keperluan lain dan tidak akan menjadi TKI ilegal). Kebetulan 2 teman di depan saya digiring ke tempat pemeriksaan khusus, giliran saya, dengan nada agak tinggi petugas tersebut bertanya kenapa passport saya robek, saya jawab bahwa itu sudah lama sekali, ternyata dia tidak mempermasalahkan. Kemudian dia bertanya hendak kemana saya? “saya hendak ke Thailand”,. “kenapa tidak langsung flight yang Thailand?” terinsipasri dari film India saya jawab“saya nak menghabiskan beberapa ringgit dulu untuk liburan di Malaysia”. Kemudian saya diberikan setempel masuk Malaysia. Mengenai 2 teman saya yang digiring ke temapt khsusus tadi, kemudian mereka juga diberikan setempel masuk seteleh menunjukkan surat tugas dari Badan Alumni dan pihak kampus.

Setelah berkiling sebentar di daerah Kuala lumpur dan Putra Jaya, kemudian kita melanjutkan perjalanan via bus ke perbatasan Malaysia dan Thailand di Kedah dan Songhka. Berangkat dari Putra Jaya sebelum maghrib kita baru bisa masuk ke border pagi hari. Guidenya mengatakan bahwa kita agak beruntung saat itu, terkadang di perbatasan tersebut kita harus antri berjam-jam karena banyaknya turis yang ingin menyebrang dari Malaysia ke Thailand. Sewaktu pemeriksaan imigrasi Malaysia untuk memperoleh setempel keluar, saya masih merasa biasa, ketika tiba giliran saya, petugasnya ternyata bapak-bapak berumur sekitar 50 tahun ke-atas. Dia membolak balik passport saya dan sama sekali tidak bertanya mengenai passport saya yang robek, dia hanya bertanya apakah saya pernah belajar di Arab? kenapa di passport saya banyak visa bertuliskan Arab, saya hanya menggelengkan kepala. Kemudian setempel keluar diberikan.

Selesai pemeriksaan imigrasi Malaysia, beberapa kilo meter setelahnya kita sampai sampai di imigrasi Sadao, Songhkla, Thailand, untuk mendapat setempel masuk. Antara kedah dan Sadao sebenanrya sama-sama etnis Melayu, namun ketika sudah sampai di Sadao, hawanya sudah beda, mungkin karena bahasa dan tulisan-tulisan di segala penjuru sudah memakai bahasa dan tulisan Thailand. Ketika giliran saya untuk diperiksa petugas imigrasi, kebetulan petugasnya perempuan, dia menunjuk pas di tempat passport saya yang robek, sebelum sempat menjawab isyaratnya saya diarahkan ke ruang pemeriksaan khusus yang berada di sebelahnya. Di dalamnya ada seorang laki-laki etnis Siam, di situ saya mulai sedikit bertanya-tanya, saya bukan takut bahwa saya tidak akan diperbolehkan masuk ke Thailand, saya hanya takut proses pemeriksaan akan memakan waktu lama, yang akan membuat rombongan lain harus menunggu, tidak enak hati rasanya jika karena saya mereka harus tertahan di imigrasi. Tenryata perkiraan saya salah, petugas imigrasi tersebut hanya membolak-balik passport kemudian menyuruh saya tegak untuk difoto, lalu setempel masuk diberikan.

Setelah opening ceremony di salah satu resort di Pattani, kita dijemput oleh kepala sekolah masing-masing dan di sanalah kita harus berpisah dengan teman-teman. Karena saya dan teman-teman UINSA tidak sempat mengurus visa ijin tinggal di Thailand di Konsulat Thailand Surabaya (sebenanrya kita sudah mengurus, tapi ternyata belum clear. Akhirnya saya masuk ke Thailand tanpa visa, kemudian sebelum satu bulan tinggal di sana saya harus menyeberang ke Malaysia, tepatnya ke Konsulat Thailand di Kelantan, untuk memeproleh visa tinggal sebagai selama 2 bulan lagi).

Ketika harus mengurus perpanjangan visa saya kembali harus menyeberang ke Malaysia, namun via border Naratiwat-Kelantan. Pada saat melewati proses imigrasi Naratiwat di Thailand untuk mendapatkan setempel keluar saya merasa aman-aman saja, demikian juga ketika mau masuk ke Malaysia. Perkiraan saya benar, petugas imigrasi tidak mempermasalahkan passport saya yang rusak. Setelah proses pengurusan visa di Malaysia selesai, kita kembali lagi ke Thaland via border yang sama, namun masalah ada ketika saya akan melewati imirgrasi Malaysi untuk mendapatkan setempel keluar. Petugas imigrasi perempuan berjilbab bertanya ke saya mengenai passport saya yang rusak, saya menjawab sama dengan jawaban saya di bandara KL 2, bahwa itu sudah rusak sejak lama, tetapi dia tetap mempermasalhakan dan membawa saya ruang pemeriksaan khusus, di sana ada bapak-bapak berkepala botak.

Ketika saya masuk, dia langsung marah-marah ke saya, bahwa passport saya tidak sah dan dia tidak akan memberikan setempel keluar, kebetulan karena dia langsung bernada tinggi saya juga agak emosi, saya katakan bahwa jika bandara KL 2 Malaysia yang merupakan border highclass-nya mau memberikan setempel terhadap passport saya ini, kenapa boder sini tidak mau? (saya belum merasa bersalah karena belum browsing mengenai regulasi passport rusak) Kebetulan saya juga dibantu pihak Badan Alumni. Kemudian setelah sekitar 20 menit kita sama-sama bernada agak tinggi, barulah si petugas botak tersebut mengatakan “oke karena ini setempel keluar tidak apa-apa saya beri setempel, tapi kalo setempel masuk tidak akan sama sekali”, kurang lebih seperti itu dengan logat Melayunya.

Setelah selesai pemeriksaan, pada saat berjalan keki ke border Thailand, petugas Badan Alumni tersebut mengatakan kepada saya bahwa memang terkadang petugas imigrasi di Kelantan itu sering menyulitkan orang-orang yang mau menyeberang, tapi ujung-unjungnya dia ingin dikasih uang jaminan. Saya tidak tau itu benar apa tidak, yang jelas petugas badan Alumni tersebut juga menceritakan bahwa ada temennya yang pernah mengalami hal serupa, dari gaya bicaranya dia terlihat sangat tidak suka dengan petugas imigrasi di Kelantan itu. Konsekuensi apabila saya tidak diberikan setempel masuk, maka saya harus mengunjungi Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur untuk membuat passport baru (padahal jarak Kelantan dan Kuala Lumpur sangat jauh), baru kemudian bisa kembali lagi ke Thailand. Kemudian setelah kejadian itu saya mulai brwosing mengenai regulasi passport yang rusak, saya sadar bahwa memang yang saya lakukan salah, dan yang saya ngototkan ketika berdebat dengan petugas imigrasi Malaysia itu adalah hal yang salah.

Kebetulan tempat saya bertugas berada di Yala, Banang Sata. Banang Sata merupakan daerah pegunungan yang banyak pohon duriannya, makan durian gratis di sana sudah bagaikan saling berbagi rokok ketika berkumpul dengan teman-teman di tanah air. Banang sata merupakan salah satu red zone, dikatakan red zone karena di sana banyak para pejuang Melayu yang merasa tertindas oleh pemerintahan Thailand (mereka menyebutnya dengan Budha Siam). Mereka sering melakukan teror terhadap pemerintah atau ke etnis Siam yang berada di sana (hal ini disebabkan karena mereka dulunya adalah bangsa berdaulat dengan kerajaan yang sejahtera, sebelum akhirnya kerajaan Thailand datang menyerbu). Daerahnya sekitar 100 KM dengan perbatasan Betong, tempat wisata daerah atas awan Thailand dan Pangkalan Hulu, sebelah utara Malaysia. Tidak heran jika 80% masyarakat Yala adalah etnis Melayu, sisanya etnis Siam dan China. Banang Sata masih sangat kampung tapi cukup sejahtera, dikatakan sejahtera karena hampir di setiap rumah mempunyai mobil pribadi.

Ketika itu, ada undangan untuk berbuka bersama di Konsulat Songhkla. Perjalanan saya dari Banang Sata menuju kota Songhka berjarak sekitar 170 KM atau sekitar Surabaya-Madiun. Namun bisa ditempuh dengan perjalanan transporatsi umum (sejenis van) sekitar 2,5-3 jam, maklum di sana jalan cukup luas dan kendaraan tidak sepadat di Indonesia, atau bisa ditempuh dengan 3 jam versi kereta api gratisan. Kebetulan di sana naik kereta api untuk kelas ekonomi adalah gratis untuk penduduk asli, dan bayar (murah) untuk pendatang. Namun terkadang saya dikasih pinjam KTP oleh kepala sekolah saat memesan tiket, sehingga naik keretanya juga gratis.

Saat sampai di Konsulat untuk berbuka bersama, saya segera menghampiri ibu Wenny, salah satu diplomat Konsulat, untuk menanyakan perihal pembuatan passport. Ibu Wenny menjawab bahwa passport bisa langsung diproses tapi kalau mau menunggu nanti sekitar tanggal 26 Agustus pembuatan passport di Konsulat akan dimutaakhirkan, yakni memakai cip elektronik, sedangkan yang sekarang adalah passport jenis lama, yang tidak ada scan mata atau sidik jari, hanya foto tempelan biasa. Akhirnya saya memutuskan akan membuat passport saat bulan Agustus saja, ketika passport cip di konsluat sudah rampung. Meskipun saya sudah tau bahwa ijin tinggal saya akan habis di awal agustus.

Setelah ijin tinggal mau habis, otomatis saya hatus pergi ke Malaysia lagi dan keluar masuk border lagi dalam keadaan passport saya masih rusak. Saya sadar akan resiko yang akan saya tanggung, namun tetap yakin bisa lolos. Kebetulan kita juga diantar oleh petugas Badan Alumni, tapi bukan yang mengantar saya di periode perpanjangan visa yang pertama. Saat keluar Thailand seperti biasa, sebagaimana yang saya yakini border Thailand itu ramah dan tidak begitu mempersulit, ternyata prosesnya memang lancar.

Masuk malaysia saya mulai berfikir takut terjadi apa-apa dan menghambat perjalanan teman-teman, ternyata border masuk ke Malaysia juga aman. Setelah urus visa, hendak keluar malaysia saya sudah mempersiapkan argumen dan alasan ketika akan bertemu petugas imigrasi botak yang marah-marah dan sempat tidak memberikan setempel keluar dulu. Ternyata semuanya lancar. Saya bisa keluar dari Malaysia dengan tangan melenggang. Ketika itu saya sudah merasa bahwa saya lolos, karena imigrasi Naratiwat untuk masuk ke Thailand biasanya sangat ramah.
Ternyata masalah ada di sana, sampai di imigrasi Thailand ketika maghrib, kita mulai mengantri. Ketika tiba giliran saya, petugas imigrasi Thailand yang saya lihat berasal dari etnis Siam, marah-marah ke saya dengan bahasa Siam sambil menunjuk passport saya yang rusak. Kemudian dia memanggil petugas yang berdiri di luar, petugas itu pun juga marah-marah ke saya dengan bahasa Siam. Ini menjadikan kita pusat perhatian, saya tidak paham apa yang dikatakannya, saya hanya mencoba tenang dan menjawab bahwa saya akan memperbaiki passport saya di Konsulat Indonesia ketika tanggal 26 Agustus dalam bahasa inggris, dia tetap ngoceh dan mengembalikan passport saya. Ini menunjukkan bahwa saya tidak diberikan setempel masuk. Kemudian saya mencoba mencari cara lain, kebetulan melihat salah seorang petugas yang sepertinya beretnis Melayu, dia duduk di dalam ruang tempat petugas-petugas imigrasi tersebut bertugas, entah posisinya sebagai apa, saya menghampiri dia kemudian mencoba berkomunikasi dan menjelaskan, tapi dia malah menyuruh saya balik ke Malaysia untuk membuat passport. Petugas imigrasi yang lain fokus ke tugasnya dan acuh tak acuh.

Petugas Badan Alumni yang mengantar kita saat itu ternyata juga marah ke saya, mungkin dianggap saya adalah hambatan. Di sana saya mulai merasa sedih. Konsekuensinya saya tidak tau pasti, tapi yang jelas saya harus kembali ke Malaysia, jika tetap masuk atau berdiam diri di Thailand saya bisa di penjara dan dideportasi. Namun salah satu petugas badan alumni mengatakan salah satu solusinya kita harus menghubungi Konsulat Indonesia dan berdiam diri menunggu di border agar Konsulat Indonesia yang mengurus nasib saya. Saya tetap berusaha untuk tenang, saya ingin semua selesai sekarang dan tidak ingin menunggu sampai besok.

Kekawatiran saya bahwa saya akan jadi penghampat perjalanan teman-teman ternyata tidak terjadi, salah satu petugas badan alumni langsung mengarahkan peserta volunteer agar cepat-cepat masuk ke mobil untuk segera menuju ke penginapan di Naratiwat, mengingat waktu sudah malam, mereka pergi setelah menghampiri dan memberikan semangat terhadap saya. Tinggal beberapa teman-teman lelaki saya yang memilih bertahan sampai urusan saya selesai. Ketika itu ada salah satu teman dari Jember yang memberikan nomor petugas imigrasi Sadao, Songhkla, dia mendapatkan nomornya dari staf konsultat ketika dia mengurus visa pergi ke Malaysia saat lebaran. Saya mencoba menghubunginya, ternyata dia lancar berbahasa Indonesia, dari logatnya dia dari etnis Siam. Saya tidak tau tapi memang katanya petugas imigrasi Sadao Songhkla mempunyai hubungan erat dengan konsulat Indonesia (mungkin ini salah satu hasil dari diplomasi orang-orang konsulat agar imigrasi Sadao selalu membantu orang Indonesia). Setelah berbicara dengannya beberapa saat dia mengarahkan saya agar menemui langsung Kepala Imigrasi Naratiwat di ruangannya, lalu katakan bahwa saya orangnya dia (kira-kira seperti itu). Saya mencoba masuk sendiri ke ruangannya yang berada di antara petugas imigrasi yang lain, ternyata dia sedang makan tomyam, parahnya dia hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Siam. Saya serahkan telpon yang masih menyambung ke Kepala imigrasi tadi, ternyata setelah saya serahkan panggilannya mati, kemungkinan kehabisan pulsa. Setelah itu saya keluar dari ruangan dan mencari petugas Badan Alumni yang marah-marah tadi, karena hanya dia yang bisa berkomunikasi dengan bahwa Siam.

Seingat saya, saya juga meminjam hp anak Jember untuk menelpon kembali petugas imigrasi Sadao yang sebelumnya mencarikan jalan terhadap saya. Setelah panggilan tersambung, saya kasih ke petugas Badan Alumni, mereka berkomunikasi agak lama, lalu saya ajak petugas badan alumni masuk ke ruang Kepala Imigrasi. Di dalam dia masih sibuk makan tomyam, akhirnya petugas badan alumni menjelaskan apa yang disampaikan petugas imigrasi Sadao ke Kepala Imigrasi Naratiwat tersebut. Kemudian passport saya diminta dan dicoret-coret memakai bahasa Thailand (setelah saya tanya ke petugas badan Alumni, ternyata artinya adalah bahwa passport saya sudah tidak bisa digunakan lagi di Thailand, kecuali ada surat keterangan dari pihak Konsulat atau kedutaan) dan kemudian kepala imigrasi sendiri yang memberikan setempel.

Akhirnyaa.....Keluar dari ruang kepala imigrasi dengan perasaan penuh kemenangan dengan berjalan lenggak lenggok melewati beberapa petugas imigrasi yang tadinya marah-marah ke saya. Hehe tapi pada akhirnya saya sadar juga dan sebelum meninggalkan gedung imigrasi saya bersalaman ke mereka.
Setelah kejadian dengan konsekuensi yang besar tersebut saya langsung sadar dan insaf diri. Ketika kebetulan tanggal 17 Agustus saya ditugaskan untuk menjadi salah satu petugas upacara bagian paduan suara, kemudian memutuskan untuk mengurus pembuatan passport baru meskipun bukan passport cip (hal ini karena jarak dari domisili saya dan Konsulat Indonesia cukup jauh dan saya males untuk bolak balik, jadi sekalian saya buat pas ada tugas di sana). Saya langsung menghampiri pak Arif (diplomat senior Konsulat) beliau menunjuk saya agar datang ke bagian pembuatan passport dan visa. Tanggal 18 Agustus, saya menghampiri bagian pembuatan passport dan visa dan diterima staff lokal, dia mengatakan bahwa minimal passport akan jadi dalam waktu 3 hari. Nanti akan dikirimkan via pos ke alamat tertera secara gratis. Saya agak risau sebenarnya, karena nanti proses pulang dari Konsulat ke domisili saya di Yala, passport tersebut akan digunakan untuk pesan tiket kereta api, atau meskipun saya memutuskan untuk naik van (sejenis mini bus) yang tidak perlu memakai passport, tetap saja khawatir karena terkadang ada pemeriksaan identitas oleh tentara. Toh saya tidak mungkin menunggu tiga hari ke depan di konsulat karena harus cepat-cepat kembali ke Yala.

Saya menanyakan apakah prosesnya tidak bisa dipercepat? ternyata staff lokal tersebut mengatakan tidak bisa. Oke akhirnya saya terima dan saya tinggalkan untuk menghadiri undangan Kepala Konsulat kepada para petugas Upacara untuk bakar-bakar dan makan bersama di Wisma Republik Indoensia, kediaman bapak Kepala Konsulat.
Malam hari ketika pulang dari acara, kita menuju konsulat untuk beristirahat, ternyata passport dan surat pergantian passport sudah berada di atas kasur salah satu kamar cowok di Konsulat. Saya heran dan menanyakan ke pak Arif, pak Arif kemudian tidak berkata apa-apa dan mengecek passport saya, kemudian menyarankan agar saya datang ke staff lokal bagian visa dan passport lagi karena ada kolom yang belum disetempel. Setelah saya datang, petugas tersebut langsung mengeluh kurang lebihnya begini,“ya gini ini mas jadi bawahan, harus rela ngelembur malam-malam demi tugas, kalo tidak, nanti bisa dimaraihn atasan”.

Saya merasa tersindir dan merasa bersalah, karen mungkin dia harus ngelembur sampai malam demi mengurus passport saya, namun saya cukup bersyukur karena saya sudah punya passport baru meskipun hanya passport jenis lama. Kemudian saya baru bisa menuturkan terima kasih secara resmi lewat utusan Konsulat yang kebetulan diberikan tugas untuk menjenguk kita-kita yang berada di Provinsi Yala. Akhirnya semuanya berjalan lancar. Saya bisa pulang dengan lancar tanpa halangan apapun.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh