Supremasi Interventif External atas Internal

Manusia tidak akan pernah lepas dari masalah. Baik masalah yang solusinya sudah di depan mata, atau  mungkin yang masih harus diterka-terka. Apapun masalahnya, suatu solusi akan sangat sulit ditemukan jika setiap individu tidak berjalan beriringan, atau jika masing-masing manusianya hanya berkata “aku ya aku dan kamu ya kamu” tanpa adanya suatu keinginan untuk saling bahu membahu.

Maka diperlukan suatu wadah yang diharapkan bisa menjadi pemersatu antar para individu sehingga bisa bertransformasi menjadi golongan, atau wadah yang bisa menampung individu-individu yang memiliki orientasi serupa. Hal ini dimaksudkan supaya beberapa masalah yang dihadapi bisa teratasi dengan efisien dan optimal. Karna walau bagaimanapun, suatu proses akan lebih cepat teratasi oleh sedikit tenaga yang dilakukan bersama, dari pada besarnya kekuatan yang dilakukan sendirian.
Dalam prakteknya memang manusia selalu hidup berdampingan. Banyak golongan dan kelompok yang membentuk suatu lembaga ataupun organisasi yang di dalamnya berisi beberapa aktifitas dengan orientasi dan tujuan yang sama. Lembaga maupun organisasi itupun berdiri dengan manajemen yang beraturan, bertingkat sesuai jabatan dengan fungsi berbeda. Individu-individu tersebut ditempatkan pada posisi masing-masing sesuai dengan tugasnya.

Ketika individu-individu manusia bersatu menjadi golongan baik dalam bingkai organisasi, lembaga, atau apapun, dan telah memiliki manajemen yang sempurna. Apabila di masa depan kemudian ditemukan masalah yang bersifat internal, maka setiap tingkat sudah dibekali dengan rumusan pemecahan permasalahannya. Secara tidak langsung manajemen telah menjadi solusi sebelum adanya masalah itu sendiri.

Namun tidak sampai disitu, suatu organisasi bukan hanya butuh terhindar dari masalah. Hal paling urgen lainnya adalah, dibutuhkan aplikasi aktif untuk mengembangkan dinamisme kemajuan. Hal ini di tunjukkan agar organisasi ataupun lembaga tersebut tidak hanya statis, namun bisa bergerak semakin dekat atau bahkan bisa melampaui esensi dan cita-cita mendasar. Salah satu caranya adalah dengan mengkrucutkan visi dan misi menjadi orientasi prioritas bersama dan tidak mengaitkan kepentingan pribadi dan golongan dengan kepentingan organisasi atau lembaga.

Realitasnya, banyak sekali kenyataan yang tidak sesuai dengan ekspetasi bersama. Beberapa oknum dan golongan seringkali mengaitkan kepentingan pribadinya menjadi kebijakan organisasi. Hal ini tentunya akan menjadi sebab utama terhambatnya efisiensi tercapainya visi dan misi organisasi. Sebagaimana Indonesia di jaman orde baru, di era itu banyak sekali kebijakan manipulatif dan elitis yang hanya dirancang demi suksesnya tujuan beberapa individu tertentu atau suatu golongan saja. Bahkan parahnya, manajemen organisasi yang seharusnya menjadi faktor urgen dan prioritas utama, seakan sudah didesign sejitu mungkin agar orientasinya bisa sesuai dengan keinginan pribadi dan golongan tertentu, sehingga berakibat pada stagnasi dan banyaknya kemunduran dalam berbagai aspek di masa itu.

Dalam sekala kecil banyak sekali ditemukan permasalahan yang senada, baik yang  terjadi pada lembaga, komunitas, atau beberapa organisasi di tingkat mahasiswa, baik internal maupun external. Secara struktural, keorganisasian tertinggi tingkat mahasiswa adalah di bawah lingkup DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) dan SEMA (Senat Mahasiswa). Sebagaimana diketahui, bahwa keorganisasian DEMA dan SEMA adalah organisasi intern kampus, yang setiap keputusan dan kebijakannya akan timbul dan berakibat pada kampus, khususnya mahasiswa secara umum. Oleh karena itu seharusnya DEMA atau SEMA bisa bertindak dengan objektif dan tidak menyangkut pautkan kepentingan pribadi dan  golongannya.

Real mengatakan, DEMA atau SEMA terindikasi telah diintervensi dan kuasasi oleh suatu organisasi lain non intern. Sehingga sebagaimana di era orde baru, setiap arah kebijakannya banyak sekali yang mengundang kontroversi, mulai dari kebijakan yang tidak berdasarkan kemaslahatan mahasiswa secara umum, sampai keputusan yang diskriminatif terhadap beberapa golongan. Seharusnya sebagai insan intelek, hal tersebut tidak boleh terjadi. Demokrasi sebagaimana dalam Pancasila, bukan hanya harus direalisasikan dalam keorganisasian negara, namun ditingkat keorganisasian mahasiswa sekalipun harus diterapkan.

Di samping itu, dengan beberapa design politik yang diterapkan, pola politik yang ada hanya memberikan kesempatan terhadap mahasiswa dalam lingkaran organisasi external tertentu saja yang berhak berkelut dalam kepengurusan DEMA dan SEMA yang bersifat intern. Sehingga keinginan memimpin terhadap mahasiswa yang bukan dari golongan tersebut hanyalah nonsens. Padalam dalam UUD RI 1945 pasal 28D ayat ke 3 dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pasal ini  sangat eksplisit menyatakan bahwa setiap warga indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk maju atau melenggang menuju lembaga atau keorganisasian dalam pemerintahan, hal tersebut tentunya bukan hanya berobjek di tingkat pemerintahan atau dalam negara, namun bisa juga mempunyai tendensi pada pemerintahan bertaraf kecil di tingkat mahasiswa.

Seharusnya tiap individu di lingkup keorganisasian DEMA dan SEMA harus diisi oleh mahasiswa yang independen yang terdiri dari semua golongan dan berbagai macam organisasi external, hal ini dimaksudkan agar DEMA dan SEMA benar-benar fokus pada visi dan misi dan tidak mencampur adukkan kepentingan pribadi dan golongan menjadi kepentingan organisasi.
Jika diamati secara seksama antara rezim orde baru dengan rezim DEMA dan SEMA, secara esensial apakah terdapat suatu perbedaan? lalu apakah tujuan mahasiswa menentang rezim tertentu dengan berbagai tuduhan, jika rezim busuknya tanpa rasa malu dibangga-banggakan. Apa tujuan mahasiswa selalu mencari celah akan kelemahan pemerintahan, jika sobekan besar dalam dirinya mereka biarkan. Memang benar idealisme akan sangat mudah di agungkan jika tidak ada yang dipertaruhkan, tapi apa mungkin kekuasaanlah yang telah membuat buta terhadap daya intelektualitas dan penalaran akan kebenaran yang mereka kaji hampir setiap hari.

Apabila hal tersebut tetap dibiarkan, beberapa dampak yang sudah terjadi akan semakin menghancurkan. Sulit untuk mencapai perubahan. Bahkan sedikit demi sedikit, hal itu akan membuat efek-efek baru yang semakin lama semakin membesar. Seyogyanya organisasi adalah salah satu cara untuk memberikan dampak kemajuan, baik secara objektif pada dunia dan sekitar, atau secara subjektif pada manusia itu sendiri. Namun hal itu bisa terjadi jika manusia yang ada dalam organisasi tersebut fokus pada visi misi dan tidak memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan organisasi.

#Tulisan semester III

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh