Nge-backpacker Malaysia-Singapore

Setelah beberapa bulan menjadi volunteer di Thailand, akhirnya kita memutuskan untuk berlibur terlebih dahulu sebelum pulang ke tanah air. Tujuan yang kita pilih adalah Singapore. Kebetulan yang berminat pada saat itu ada 10 anak, 5 dari UINSA, 1 berasal dari Kalimantan dan 4 berasal dari Aceh.  Setelah kita tiba di Kuala Lumpur Airport Terminal 2 (KL 2) sekitar jam 9 pagi, semua para volunteer pergi dengan tujuan masing-masing. Ada yang langsung pulang ke Tangerang dengan pesawat tujuan Soekarno-Hatta, ada yang langsung ke Aceh, ada yang masih jalan-jalan di Malaysia, dan lain-lain. Sedangkan kita memutuskan untuk nge-backpacker dari Malaysia ke Singapore. Sebenanrnya kita bisa menaiki penerbangan ke Surabaya yang transit di Canghi Airport Singapore dengan masa transit lebih dari 1 hari, untuk kemudian menghabiskan masa transit dengan berlibur, lalu melanjutkan flight pulang ke tanah air. Namun karena kita ingin merasakan sensasi nge-backpacker, akhirnya kita membatalkan rencana penerbangan tersebut. Padahal itu akan lebih irit biaya, tenaga dan waktu.

Sebelum berpisah dengan semua teman volunteer di bandara, kita menyempatkan untuk menukarkan uang Bath Thailand ke Ringgit Malaysia dan Dolar Singapore. Kurs Singapore sekitar Rp. 10.000 per 1 dolarnya. Setelah semua urusan selesai, kita menyewa mobil van yang akan mengantarkan kita dari KL 2 menuju tempat tinggal orang tua salah satu teman yang berasal dari Aceh, kebetulan orang tuanya bekerja di Putra Jaya. Perjalanan dari KL 2 menuju Putra Jaya sekitar 1 jam-an lebih, dengan biaya per-anak sekitar 15/20 ringgit. Sebenarnya kita bisa naik kereta bandara yang bisa mengantarkan kita ke stasiun Putra Jaya, tapi karena barang bawaan kita lumayan berat, akhirnya kita putuskan untuk naik van saja, toh dengan naik van, kita bisa turun langsung di lokasi tujuan. Berbeda dengan naik kereta, karena masih harus berjalan agak jauh dari stasiun.

Sampai di rumah teman tersebut, kita istirahat sambil menikmati jamuan yang telah disiapkan. Beberapa teman ada yang menjadi sukarelawan dengan pergi ke terminal untuk membeli tiket bus menuju Singapore, sebenanrnya bisa beli via online, tapi karena pada saat itu kita tidak tau, akhirnya mereka terlanjur berangkat. Kebetulan pada hari itu hanya ada pemberangkatan bis menuju Singapore pada jam 23.00.

Sebelum berangkat menuju Singapore kita sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari kemungkinan yang akan terjadi di border sampai rute-rute dan tempat hiburan yang akan kita datangi.  Sebenarnya orang dengan passport kuno seperti punya saya (ingin tau penyebab passport saya jenis lama? Baca di sini) sangat beresiko dan peluang untuk ditolak masuk ke Singapore sangat besar. Mengingat system border di Singapore yang sudah sangat canggih. Saat masih di Thailand, ada salah satu petugas konsulat mengatakan bahwa passport dengan jenis seperti yang saya miliki itu tidak bisa masuk ke Singapore, karena system di Singapore sudah sangat canggih, hampir sama dengan di Amerika dan Eropa, katanya. Namun setelah saya bertanya ke Diplomat senior Konsulat, beliau malah berkata bahwa passport saya bisa masuk, meskipun dengan proses yang agak rumit. Pernyataan beliaulah yang membuat saya yakin bahwa dengan passport jenis tersebut, saya tetap bisa masuk Singapore.

Di samping masalah passport, berdasarkan hasil browsing kita juga harus menyiapkan kartu identitas, baik SIM ataupun KTP, kemudian uang Singapore minimal 150 Dollar, alamat dan tujuan jelas mengapa kita mau masuk ke Singapore. Maklum saja, dengan negara sekecil itu, pastinya pemerintah Singapore tidak mau ada pendatang ilegal yang tidak jelas tujuannya, lebih kasarnya mungkin, pemerintah Singapore tidak mau ada gembel masuk ke  negaranya. Mungkin. Sebenarnya syarat-syarat di atas tidak wajib jika pemeriksaan border aman, tapi kita hanya mengantisipasi apabila terkena random check. (berdasarkan hasil browsing, border di Singapore katanya selalu menerapkan random check, artinya system akan memilih salah satu orang secara acak untuk diperiksa secara khusus di ruang pemeriksaan khusus. Ini banyak terjadi pada orang yang pertama kali mau masuk Singapore. Sebenarnya ini bukan pertama kali saya menginjakkan kaki Singapore, sebelumnya pernah via Canghi Airport, tapi hanya transit wkwk).

Setelah sholat isya’ kita bergegas menuju terminal Putra Jaya dengan menaiki mobil grab. Sampai di terminal, saya cukup terpukau dengan megahnya terminal bis Putra Jaya, kebersihan dan kemegahannya melebihi bandara Juanda terminal 2. Ditambah lagi manajemen systemnya yang sangat tertata. Saya baru tau bahwa system pemberangkatan bis di Malaysia diatur sebagaimana system pemberangkatan pesawat di bandara. (Setelah tertarik menjadi bus mania saya mulai tau bahwa ada salah satu terminal bis yang juga menerapkan hal demikian di Indonesia, yakni terminal di Pekan Baru, Riau. Di Surabaya katanya juga akan diterapkan di awal tahun 2019 untuk desnitasi sekitar Jawa Timur Saja). dengan system tersebut, kita diharuskan boarding setengah jam sebelum pemberangkatan bis, kemudian tepat seperti waktu yang tertera di tiket, bis datang, lalu petugas melakukan pemanggilan terhadap penumpang agar segera menaiki bis terkait.

Kebetulan saat itu kita menumpangi salah satu bis travel (nama travelnya lupa), bus tersebut adalah bus tingkat. Tempat duduknya besar, nyaman dan masing-masing ada tempar carger HP. Termasuk murah dengan perjalanan 300 KM menuju Singaporedengan harga tiket 50 Ringgit atau sekitar 150 Rupiah. Sekitar jam 23.00 bis tiba dan penumpang dengan tujuan Beach Road Singapore dipanggil dan dipersilahkan masuk ke bis.

Pukul 4 subuh bis sampai di border Johor Bahru, Malaysia, untuk melakukan pemeriksaan imigrasi. Seluruh penumpang bis diharuskan turun. Setelah pemeriksaan imigrasi inilah biasanya yang cukup memakan waktu lama, karena di jam-jam pagi tersebut banyak sekali kendaraan pribadi dan bis yang juga ingin menyebrang ke Singapore. Ini mengharuskan kita mencari bis yang kita tumpangi. Setelah ketemu, ternyata bisnya terjebak macet karena banyaknya kendaraan. Katanya, jam-jam segitu merupakan jamnya orang-orang Malaysia yang bekerja di Singapore berangkat kerja. Sehingga gedung imigrasi juga penuh.

Setelah bis bisa berjalan kembali, semua penumpang dipersilahkan masuk. Supir mulai memeriksa jumlah penumpang dan memastikan bahwa jumlahnya sama dengan saat pertama kali berangkat. Perjalanan dilanjutkan menyebrangi jembatan penghubung Malaysia dan Singapore sebelum kemudian kita tiba di border Singapore yang bernama Woodlands.  Seperti biasa, bis menurunkan semua penumpang, namun kali ini beda, supir bis mengatakan bahwa jika ada penumpang yang ada problem di border, maka penumpang tersebut tidak akan ditunggu.

Di sana saya mulai agak sedikit khawatir, mengingat jenis passport saya berjneis kuno, sedangkan pemeriksaan di sana sangat mutakhir. Di samping saya takut ditolak masuk, saya juga takut menjadi penghambat liburan teman-teman. Saya katakan ke mereka bahwa jika ternyata saya tertahan di border, maka saya persilahkan kalian melanjutkan liburan masuk ke Singapore, saya akan kembali ke Putra Jaya Malaysia sendiri.

Antrian di pemeriksaan passport Singapore sangat panjang. Saya mengambil urutan di tengah di antara teman-teman. Ketika petugas imigrasi mulai memeriksa teman saya di depan, petugas tersebut mengisyaratkan bahwa terjadi masalah. Kemudian petugas tersebut memanggil petugas lain, lalu petugas tersebut bergegas mengantarkan teman saya menaiki lift khusus. Ternyata saya juga terkena random check. Dari 10 orang, 8 di antara kita digiring ke pemeriksaan khusus. Yang tidak terkena hanya 2 teman cewek.

Kita dibawa menaiki lift dengan kode password seperti di film-film holliwood, ditemani petugas imigrasi berpistol. Setelah itu kita dimasukkan ke suatu tempat (seperti ruang tunggu) dan dipersilahlan duduk. Kemudian petugas tersebut keluar ruangan dan mengunci kita dari luar, demikian juga ketika ada orang yang terkena random check selanjutnya. Tempatnya lumayan besar dan nyaman, tapi kita tidak dapat kemana-mana karena sudah dikunci dari luar. Di hadapan kita hanya ada seperti meja resepsionis hotel, di kursinya duduk petugas yang mulai memanggil kita satu persatu. Kita yang dipanggil diminta untuk masuk lagi ke ruang kecil khusus yang di dalamnya sudah ada petugas imigrasi yang siap menginterview.

Ketika tiba giliran nama saya dipanggil, saya agak kaget karena ternyata petugas yang menginterview sangat ramah dan lancar berbahasa Indonesia. Pertanyaannya hampir sama dengan hasil browsing. Dia menanyakan apa tujuan saya ke Singapore, hendak menginap dimana,  dan bawa uang berapa Dollar. Masalah muncul ketika dia meminta saya menunjukkan KTP dan SIM, karena tanggal lahir di passport dan KTP maupun SIM saya beda (karena ada faktor). Saya sebenanrnya sudah mengantisipasi itu, sehingga saya sisipkan SIM dan KTP saya di ruang tas paling dalam, yang sekiranya apabila diperiksa tidak akan ditemukan. Ketika ditanya KTP dan SIM saya hanya mengeluarkan kartu pers Arrisalah dan Kartu perpus. Ternyata dia tidak memperosalkan dan kemudian saya dipersilahkan keluar ke tempat menunggu. Akhirnya setelah proses pemeriksaan sekitar 2,5 jam, kita diberikan setempel masuk Singapore, dan 2 temen cewek kita yang lolos random check sudah menunggu harap-harap cemas di luar. Keluar dari border Woodlands kita sudah kehilangan bis travel tadi, akhirnya kita memutuskan untuk mencari bis lain dan membayar masing-masing 5 Dollar menuju Beach Road.

Agaknya proses pemeriksaan kita terbilang cukup lancar. Mengingat ada beberapa perempuan dengan penampilan modis (kalau tidak salah dia berasal dari Thailand, saya tau dari cara dia berbicara), saat interview mereka dimarahi habis-habisan, setelah di ruang tunggu petugas mengatakan bahwa dia ditolak masuk ke Singapore dan menyuruhnya kembali ke Malaysia. Saya mendengar petugas imigrasi mengatakan kepada mereka “comeback to Malaysia”, kemudian saya melihat dua orang perempuan menangis terisak-isam. Kemungkinan kasus seperti itu terjadi karena bawaan mereka yang sangat banyak (mereka membawa koper besar) tapi mereka tidak dapat menunjukkan dengan benar dimana mereka akan tinggal dan sampai kapan mereka di Singapore. Tapi jelasnya saya tidak tau.

Yang cukup saya segani dari Singapore adalah dimana-mana terdapat petunjuk arah dan di setiap stasiun kereta bawah tanah kita bisa mengambil kertas kecil yang berisi peta Singapore sekaligus rute perjalanan kereta bawah tanahnya, sehingga orang-orang yang baru berkunjung seperti kita, tanpa bertanya pun tidak akan tersesat.

Karena sampai di sana pagi hari, destinasi pertama yang kita tuju adalah merlion park, di merlion park kita sempat berkeliling. Setelah agak siang baru kita memutuskan untuk menuju Bugis Street. Bugis Street adalah surganya para backpacker di Singapore. Di samping banyak motel murah, di sana juga banyak tempat makan yang manyajikan makanan Melayu (dan beberapa makanan Jawa) dengan harga yang cukup terjangkau. Harga motel perhari hanya sekitar 10 Dollar (atau sekitar Rp. 100.000) sementara nasi yang paling murah di salah satu warung Melayu di bugis street seharga 3 Dollar (tergantung lauk, karena systemnya seperti warung tegal) dan es teh sekitar 1-2 dollar. Artinya sekali makan di tempat termurah tersebut kita harus mengeluarkan gocek Rp. 50.000. Sebenarnya juga ada beberapa warung murah, seperti restoran penyetan dengan harga nasi 7-10 Dollar, namun tetap yang paling murah adalah warung Melayu tersebut.

Di motel kebetulan kita sekamar dengan beberapa backpacker asing, ada yang dari Belanda, Jepang dan Itali. Menurut saya, merekalah The Real Bacpacker. Karena mereka berasal dari negara jauh, bawa barang bawaan yang tidak sedikit dan hidup di tempat yang murah agar sisa uangnya bisa dipakai untuk melanjutkan perjalanan ke negara selanjutnya. Di atas loteng, kita sempat berbincang dengan salah satu backpacker perempuan, agak tua, berkulit putih seperti orang eropa, tapi dia mengaku berkebangsaan Srilangka. Dia banyak bercerita mengenai pengalamannya mengunjungi beberapa negara dengan nge-backpacker.

Setelah beristirahat cukup, kita meletakkan tas-tas kita di motel dan melanjutkan petualangan mengelilingi negara kecil tersebut. Kemana-mana kita memakai kereta bawah tanah, cukup praktis dan cepat. Kita sempat berkeliling ke Chinatown, Little India, Sentosa Island kemudian di malam hari menuju Marina bay sands. Sepenuh hari itu kita hanya gunakan untuk berkeliling di sekitar Singapore. Karena besoknya kita sudah harus kembali ke Malaysia, mengingat kita sudah memesan tiket flight kembali ke tanah air.

Malam hari ketika hendak kembali dengan berjalan kaki menuju ke tempat travel yang menyediakan bis ke Malaysia. Awalnya saya berfikir, karena ini adalah Singapore, negara dengan biaya hidup yang sangat mahal dan segalanya serba mewah, terminal bisnya adalah terminal yang lebih mewah dari Malaysia. Ternyata setelah sampai, kondisi daripada tempat bis menaikkan penumpang sangat memprihatinkan, bahkan sama sekali tidak ada kursi tunggu. Sampai sekarang saya tidak tau apakah memang di Singapore tidak ada terminal bis antar provinsi sebagaimana negara lain karena negaranya yang kecil, sehingga penumpang bis tujuan Malaysia harus terlantar di tempat yang tidak begitu layak ketika menunggu bis, atau memang sebenarnya ada, tapi saya yang tidak tau.

Ketika dalam perjalanan, sebelum tiba di tempat travel bis. Dua teman saya baru menyadari bahwa ternyata passport mereka hilang. Kita sudah membolak balik isi tasnya, ternyata memang tidak ada. sementara sebentar lagi (sekitar jam 22.00), bis akan berangkat. Kita harus segera tiba di Malaysia besok di pagi hari, karena tiket pesawat ke Indonesia ialah Jam 18.00. Jadi mau tidak mau kita harus naik bis dari Singapore ke Malaysia di jam tersebut. Telat sedikit saja, tidak ada jaminan bahwa akan ada pemberangkatan bis pagi dari Singapore, maka otomatis tiket flight menuju Indonesia akan hangus dan harus beli lagi.

Mau tidak mau mereka berdua harus mencari passportnya, sebenanrnya kita ingin membantu mencari tapi mereka menolak, katanya daripada banyak yang terkena problem mending mereka berdua saja.  Merekapun berlari sambil mengingat-ingat dimana passport mereka jatuh atau tertinggal dimana. Sementara sisanya terlantar di tempat travel bus dengan harap-harap cemas dan saling berdoa. Kemudian menjelang bis berangkat akhirnya mereka tiba dengan badan penuh keringat, ternyata passport mereka jatuh di salah satu stasiun kereta bawah tanah ketika menukarkan kembali kartu kereta menjadi uang. Kemudian kita bisa kembali lagi ke Malaysia, dan sampai di sana subuh. Untuk menghindari macet, sekitar jam 14.00 lebih kita bergegas ke bandara, dan alhamdulillah bisa tiba di tanah air dengan selamat.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh