Kecanduan Ceremony

Addohir yadullu alal bhatin (sisi luar adalah indikator dari sisi dalam). Pepatah arab tersebut hanyalah representasi dari beberapa peristiwa saja, tidak bisa dianggap sebagai teori umum sebagai pedoman untuk membuat persepsi, mengatasi masalah, atau membuat solusi. Melihat sisi luar sangatlah penting, karena dari sini tanda-tanda akan apa yang ada di dalam bermunculan. Jika dikaitkan dengan manusia, maka sisi luar tersebut bisa meliputi tatakrama, cara berbicara, cara berbusana, dan lain-lain. Besar kemungkinan orang yang halus dalam berbicara, selalu tersenyum, rapi dalam berbusana, adalah menunjukkan apa yang ada di dalam hatinya. Namun sebagaimana yang disebutkan di awal, teori ini tidak bisa dipakai untuk semua realita. Durian yang tampilan luarnya terdiri dari berbagai duri tajam dan bau yang sangat menyengat, ternyata rasanya banyak membuat orang ketagihan. Sedangkan buah pare, yang bentuk tubuhnya indah menawan, lunglai semampai, ternyata rasanya sangat pahit di lidah. Demikian juga jika coba dilihat dari realita yang berbeda. Durian yang rasanya bisa membuat ketagihan, ternyata resiko penyakitnya cukup besar. Sedangkan pare meskipun rasanya pahit, tapi manfaat dan faidahnya sangat baik untuk kesehatan.

Artinya manusia tidak boleh melihat segala sesuatu yang dihadapinya hanya dari satu sisi saja, tapi dia harus melihat dari berbagai sisi. Karena sikap dan sifat yang melekat pada apapun terkadang cenderung tergantung dari bagaimana manusia melihatnya. Maka dari itu, ketika manusia sudah tidak menemukan celah yang baik dari suatu sisi, dia harus melihat dari sisi yang berbeda, jika ternyata masih belum mendapatkan celah, maka dia harus mencoba melihat masalah tersebut dengan kacamata yang berbeda.

Dalam hal agama pun, sisi luar atau seremoni merupakah parameter dari keabsahan suatu ritual. Semisal, sholat. Khusu’ ataupun tidak, asalkan syarat seremonialnya sudah dilakukan dengan baik, maka dia akan tercatat telah melakukan sholat. Namun tidak dengan orang yang tidak melaksanakan syarat seremoni, semisal dia tidak punya wudu’, maka sekhusu’ apapun sholatnya, dia tetap tidak dianggap telah melakukan sholat. Hal seperti ini adalah bagian terpenting dalam agama, karena walau bagaimana pun yang akan mengatur bagaimana tatakrama manusia dalam mengabdi kepada tuhannya ataupun pergaulan antar sesama manusia adalah dengan seremonialisasi.

Meskipun demikian, hal itu tidak bisa dianggap sebagai satu-satunya hal yang dibutuhkan. Ada hal yang lebih penting dari itu semua, yakni esensi. Esensi adalah inti dari segala sesuatu. seremoni dan esensi adalah dua bagian yang mempunyai keterkaitan dan saling membutuhkan. Tanpa seremoni, tidak akan tercapai esensi. Tanpa esensi, apalah arti ceremoni. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan sholat, maka esensinya adalah bagaimana caranya agar sholatnya diterima sehingga bisa mendapat ridho yang maha kuasa. Jika hanya menjalankan syarat rukun, maka dia tidak akan mendapatkan esensi tersebut, karena agar sholat bisa diterima, dia harus fokus dalam menghadap dan khusu’ melakukannya, meskipun pada dasarnya tidak ada yang tau apakah sholatnya akan diterima ataupun tidak.

Secara umum manusia cenderung melupakan esensi dan mengagungkan seremoni. Padahal ceremony tanpa esensi terkadang hanya akan menghasilkan sesuatu yang mulgho saja, bahkan tidak jarang juga akan mengantarkannya ke jurang kehancuran. Oleh sebab itu, manusia harus bisa mengganti pola fikirnya yang cenderung seremonial manjadi lebih esensial. Dalam artian dia harus bisa lebih banyak mengubah persepsi terhadap realita, peristiwa, ataupun problem yang dihadapinya lebih kepada esensinya. Seperti yang jika direpresentasikan dalam sebuah pertanyaan adalah, apa tujuan sholat? Apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan tersebut? bukan hanya dengan pertanyaan seperti apakah syarat rukun sholat? Apakah sholat saya sudah sah? Atau jika coba dikorelasikan dengan dunia akademisi adalah, sebagai contoh, “Apa tujuan kuliah? Apa yang harus saya dapat dalam kuliah? Bukan hanya “Sekarang ada tugas apa?” “Kamu dapat nilai apa?” Sekarang masuk jam berapa? Dosennya siapa?
Hal-hal seremonial seperti itu tidak boleh dijadikan prioritas dalam melakukan sesuatu, karena jika coba dikomparasikan antar jawaban dari pertanyaan di atas, tentu memiliki orientasi yang  berbeda. Semisal jawaban dari pola pikir seremonial, syarat rukun sholat adalah bla bla bla, sholat saya sudah sah, sekarang ada tugas bla bla bla, saya dapat nilai bla bla bla. Jawaban yang demikian hanya akan mengantarkan manusia pada titik tersebut, tidak lebih.

Sedangkan dalam jawaban dengan pola pikir esensial dia akan menemukan banyak jawaban, bahkan sub-sub jawaban. “Tujuan saya sholat agar saya diterima dan mendapat ridho Allah”, sehingga dia akan mempersiapkan segalanya agar sholatnya diterima, bahkan melakukan banyak hal selain sholat agar mendapat ridho Allah. Atau “tujuan saya kuliah agar saya bisa mendapat kesuksesan dan membahagiakan orang tua.” Dari jawaban tersebut, manusia tidak hanya terpaku pada satu cara, karena jawaban tersebut merupakan titik puncak mengapa pekerjaan tersebut harus dikerjakan, bukan hanya bagaimana cara dia mengerjakannya.

Artinya jika dalam kuliah tujuannya adalah kesuksesan. Maka orang yang esensial bukan hanya berbicara mengenai bagaimana caranya masuk kelas dan mendapatkan nilai yang baik, tapi bagaimana caranya dia sukses. Dengan hal tersebut tentunya  kran aktivitas dan kreativitasnya semakin terbuka, karena dia akan melakukan banyak hal yang dapat mengantarkannya pada kesuksesan, bukan hanya melakukan perkuliahan saja.

Dengan pola pikir tersebut celah dan cara bagaimana agar bisa mendapatkan apa yang dituju akan semakin terbuka. Bisa dengan cara A, B atau C, sehingga tujuan bisa lebih gampang terlaksana. Seandainya tujuan tidak terlaksanapun, dengan banyak jalan yang sudah dilaluinya, dia bisa menggapai hal-hal lain yang secara esensial sama. Berbeda dengan yang seremonial, tujuannya saja hanya di pelupuk mata dan cara yang dilaluinya pun hanya fokus pada satu titik, sehingga kurang begitu bisa membuka kran kreativitas yang dapat mengantarkannya menuju banyak jalan.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh