Tulisan ini didasarkan pada buku yang berjudul Asia vs Barat. Benarkah orang barat lebih kreatif dari Orang Asia?
Setelah renainsains, orang-orang Barat mulai meninnggalkan abad kejumudan dan melakukan lompatan besar. Mereka banyak melakukan penemuan yang membuat perubahan besar atas kemajuan dan kemudahan umat manusia. Sementara itu, orang Asia yang di abad jauh sebelumnya mempunyai kelebihan-kelebihan, kini mulai tertinggal. Salah satu penyebabnya adalah kreativitas.
Manusia sejak pertama dilahirkan hampir mempunyai kreativitas yang sama, namun keadaan psikologis yang dibentuk oleh keadaan sekitar lah yang akan menentukan tingkat kreativitas seseorang di masa depannya.
Mungkin seseorang akan menemukan ide-ide kreatif dalam kehidupan sehari-harinya, semisal menggunakan koin untuk mengendurkan mur, menciptkan resep baru untuk makan siang, membenarkan kerusakan di dapur, dan lain-lain. Menjadi penemu harian tidak akan mendapat apapun, kecuali pada diri kita sendiri atau hanya segelintir orang di sekeliling kita. Maka tentunya manusia memerlukan kreativitas unggul.
Kreativitas unggul di sini sebagaimana penemuan pertama mengenai astronomi oleh Hreiclus dan Galilei, teori relativitas yang ditemukan Einsten, penemuan telepon oleh Alexander Graham Bell. Kreatifias tersebut bukan sekedar bermanfaat untuk diri sendiri namun juga untuk semua elemen manusia.
Manusia bisa saja mempunyai banyak kreatifitas harian, bahkan dalam berbagi hal. Namun dalam kratifitas unggul, hanya orang tertentu saja yang berhasil mendapatnya. Sayangnya, orang-orang tersebut lebih banyak berasal dari Barat. Lalu apa saja faktor yang bisa membuat barat lebih kreatif dari Asia? Jawaban dari pertanyaan tersebut terdiri dari 2 faktor. Faktor yang mudah dirubah dan faktor yang susah untuk dirubah.
Faktor yang mudah dirubah mempunyai arti bahwa baik orang Asia ataupun orang barat akan mendapatkan kreatifitas unggul apabila melakukan kiat tersebut. Hal ini disebabkan karena instrumen untuk melakukan perubahan ada pada masing-masing diri mereka sendiri. Sedangkan faktor kedua adalah faktor yang cukup susah untuk dirubah. Hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan sosial dan keyakinan yang sudah berdiri secara systematis dan paten, sehingga membuat orang Asia susah untuk keluar dari hal tersebut.
Contoh daripada faktor yang mudah dirubah untuk menjadikan diri sendiri sebagai sosok yang kreatif unggul adalah dengan bersungguh-sungguh bidang yang tekuni secara terus menerus. Ini akan semakin mudah dilakukan apabila bidang tersebut merupakan bidang yang benar-benar dicintai. Hayes melakukan studi bahwa para penemu yang terdiri dari komposer musik, pelukis, penyair dan penemu lain membutuhkan waktu sekitar 10 tahun untuk menyerap ilmu pengetahuan sebelum bisa melahirkan mahakarya kreatif.
Penelitian tersebut memantik pesan bahwa agar dapat menghasilkan suatu karya kreatif yang akan dapat bermanfaat dan mendapatkan pengakuan umum, maka setidaknya manusia harus fokus pada bidang tersebut minimal 10 tahun. Tidak peduli apakah manusia mempunyai bakat atau tidak, yang paling penting adalah apakah secara psikologis kita mampu untuk melakukan pengorbanan yang diperlukan. Langkah ini termasuk dalam kategori yang mudah dirubah karena semua manusia mampu untuk melakukannya.
Sedangkan faktor kedua, yang memuat faktor yang sulit untuk dirubah terdiri dari banyak faktor. Pertama: orang-orang barat terkenal dengan sosok individualitasnya, sehingga membuat mereka cenderung bebas dan fokus pada tugas ketika melakukan sesuatu. Sedangkan Asia lebih mengutamakan faktor cultural dan kelompok, sehingga membuat mereka akan lebih memilih kepentingan kelompok dan malah lebih fokus pada ego dan emosional daripada menyelesaikan tugas.
Ini akibat dari orang Asia yang lebih mendekatkan anaknya dengan orang-orang yang secara psikologis memang sudah dekat dengan mereka. Sementara itu orang tua barat lebih mendidik anak mereka secara mendiri. Sebagai hasilnya orang Asia dan barat tumbuh dan berkembang dengan karakter psikologis yang berbeda. Ini lah yang kemudian membuat orang cenderung individual dan orang asia cenderung cultural dan hidup berkelompok.
Akar individualisme dari kehidupan barat juga dapat dilacak dari banykanya tulisan pemikir barat masa lalu, seperti Jhon Locke, Jean-Jacques Rousseau dan lain-lain. inndividualisme inilah yang kemudian memantik orang barat terhadap pandangan liberalisme, dimana orang bebas melakukan apapun sesuai dengan yang mereka inginkan selama dalam batas tidak menggangu kebebasan orang lain.
Sedangkan nilai cultural orang Asia mewakili sebuah idealisasi dari segala mahkluk hidup. Dimana ada banyak sekali batas-batas yang harus dihindari, mulai dari batas dalam keyakinan, tatakrama, adat, dan lain-lain. Sehingga mereka sangat menjunjung tinggi sosial, bukan individual. Sementara itu orang barat lebih menjunjung individual daripada sosial.
Seseorang dengan makna diri yang mandiri (independent self-construal) melihat diri mereka sebagai individu unik yang terpisah dan berbeda dengan orang lain. karena identitasnya sebagai seorang yang berasal darikemampuannya untuk membedakan dirinya dengan orang lain. Sebagai hasilnya dia bersikap mandiri dan otonomis, bukannya hanya menyetujui tujuan kelompoknya. Berlawanan dengan itu, orang yang bergantung pada orang lain, melihat dirinya sebagai bagian dari hubungan sosial. Karena identitasnya sebagai seorang individu berasal dari kemampuannya untuk menjaga koneksi dengan orang lain. Maka dia akan mengalami ketergantungan dan akan menjalani apa yang mereka katakan dan lakukan, serta menghindari konflik sosial dengan mereka.
Seorang individu akan secara berbeda mampu mengevaluasi informasi positif atau relativ yang relevan dengan diri mereka. Sedangkan fokus utama dari orang Asia cenderung pada moralisme otoriterian, mereka akan berusaha mengevaluasi atribut diri yang negatif yang bisa menghalangi seseorang untuk bisa berbaur dengan kelompok lainnya.
Salah satu dampak positif dari individualisme adalah Critical thinking. Critical thinking merupakan alat paling diandalkan oleh para penemu. Berpikir kritis adalah proses pemecahan masalah yang tidak hanya sebatas pada kebiasaan atau konvensi tapi bebas untuk bersikap tidak biasa pada hal-hal yang tampak normal dan alamiah. Sikap ini biasanya sangat mudah ditemukan oleh oarng yang biasa hidup individualistik yang terbuka. Sedangkan orang yang cenderung mementingkan kelompok biasanya lebih suka menutupi apa yang mereka pikirkan dan rasakan, karena terpaut pada hal-hal yang dinilai melampaui batas-batas sebagaimana yang digariskan oleh kelompoknya. Hal itu, membuat mereka tertutup dan terlalu merendahkan diri, dan akan berujung pada terhambatnya kreatifitas mereka.
Nilai kedua yang banyak dimiliki oleh orang Barat adalah kecendrungan mereka yang selalu fokus pada tugas. Hal ini disebabkan karena mereka selalu berpikir individual, tidak peduli pada pandangan orang lain dan nilai-nilai yang berkembang di sekitar. Sementara itu orang Asia lebih fokus pada ego sektoral, ini disebabkan karena mereka terkekang oleh nilai-nilai yang telah melekat dalam diri mereka, sehingga terkadang dalam memilih keputusan lebih kepada pertimbangan valuisme daripada sesuatu yang jelas memberikan pengaruh positif.
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar