Sami'na Wa Atho'na VS Kritis Observatif

SAMIKNA WAATOKNA VS KRITIS OBSERVATIF
*Moh. Usman Ainur Rofiq (Semester VI)

Seorang mukmin sejati pada saat Allah memerintahkan agar ia taat kepadanya maka tidak lain jawaban yang akan keluar darinya adalah Samikna Waatho’na (kami mendengar dan kami taat) sebagaimana di dalam surat Al-Baqoroh 285. Ayat tersebut adalah ayat kedua terakhir Surat Al-baqoroh. Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa ayat ini turun pada saat Rasul di Sidrotul muntaha, saat itu Rasul di beri tiga hal yakni shalat lima waktu, ayat-ayat penutup surat Al-Baqoroh, dan ampunan bagi ummatnya yang tidak menyekutukan Allah. Samikna dalam artian kami mendengar, dan waatho’na ialah lalu kami menaati. 

Seorang mukmin sejati akan senantiasa membenarkan apa yang datang kepadanya, mengamalkan apa yang diperintahkan, dan bahkan mengajarkan terhadap mukmin yang lain,  demikian ialah termasuk dalam cakupan dari samikna waatho’na. Namun tidak dengan jawaban bani israil, ketika mereka di perintahkan untuk berpegang teguh pada apa yang diwahyukan, mereka akan  menjawab sami’na wa ashoina (kami mendengar lalu kami durhaka). Demikian juga yang terjadi pada orang-orang munafik, mereka menjawab kami mendengar, padahal sebenarnya mereka tidak mendengarkan (sami’na wahum la yasmaun).

Meskipun sami’na waatho’na adalah bagian dari wahyu yang merepresentasikan wujud bagaimana  hamba terhadap tuhannya dan bagaimana pola seorang mukmin sejati dalam beragama, namun  di  kalangan pesantren kalimat tersebut sudah menjadi sebuah konsep kehidupan, konsep berbudi pekerti, sekaligus sebuah asas berinterkasi antara seorang guru/kiayi dan santrinya. Berpacu dari ayat tersebut, adat di kalangan kaum sarungan adalah seorang santri akan selalu sendiko ndawuh  terhadap  apa yang di perintahkan oleh kiayinya. Tanpa berfikir apakah logis atau tidak, rasional atau mustahil, dengan segenap keyakinan yang dimiliki oleh santri terhadap kiayinya, dia akan melakukan segalanya.

Seperti dalam suatu cerita, ada seorang santri miskin dipanggil oleh Syaikhona Moh Kholil Bangkalan. Syaichona berkata kepadanya: “kamu berangkat haji di tahun ini ya”, dengan merasa bahagia dalam hatinya, santri tersebut sambil mengangguk beberapa kali. Padahal jangankan untuk ongkos kesana, untuk makan sehari-haripun selama di pondok dia kekurangan. Di sisi lain, Syaikhona juga memanggil salah seorang santrinya yang kaya, beliau juga memerintahkan santri tersebut untuk pergi haji di tahun ini, namun setelah berfikir beberapa kali tentang berapa uang yang akan di keluarkan nantinya, berapa lama waktu yang akan di gunakan, akhirnya dia beranikan diri berkata kepada Syaikhona Kholil bahwa dia belum mampu untuk pergi haji. Pada akhirnya santri yang mengangguk tersebut benar-benar mampu berhaji, bahkan sebanyak ketika ia menganggukkan kepala di depan kiayainya. Namun tidak pada santri yang menolak, bahkan dia tidak bisa berhaji sepanjang umurnya meskipun kaya.
Jika coba dicermati Sebenarnya konsep tersebut sudah diimplementasikan oleh para sahabat di zaman nabi. Sahabat tidak pernah bertanya bagaimana mekanisme matahari bisa muncul dari barat sebagaimana dalam Al-Quran, padahal hal tersebut sangat bertentangan dengan logika di masa lalu. Meskipun pada akhirnya di jawab oleh NASA bahwa hal itu akan terjadi suatu saat. Sahabat selalu mengikuti arahan-arahan nabi, yang bahkan rasionalisasinya baru dipecahkan di zaman sekarang.

Ketika seorang hamba tidak banyak bertanya dan protes terhadap apa yang dipetintahkan tuhannya, atau seorang santri tidak banyak membantah terhadap gurunya atas apa yang diperintahkan, melainkan hanya menjalankannya dengan penuh keyakinan, maka tidak ada hal lain yang akan  tercapai kecuali keberkahan. Meskipun cukup bertentangan dengan logika; tidak berkemajuan; kolot dan lain-lain, namun begitulah adanya. Barokah adalah salah satu pemberian tuhan penguasa seluruh alam, yang berupa semakin baiknya suatu kehidupan. Kehidupan di sini bisa berupa apapun, baik kelancaran rejeki, ketenangan hidup, iman semakin kuat, ibadah semaki rajin, dan lain-lain.  barokah adalah pemberian dari Allah yang mana jangankan kemajuan atau kesuksesan individu, kehancuran alam pun dapat terjadi seketika jika berkehendak.

Sedangkan kritis, ialah berasal dari kata kritika yang artinya memeriksa dengan teliti. Kata kritis sudah banyak di salah artikan dengan beberapa padanan kata yang tidak pada tempatnya, ada yang mengatakan bahwa orang yang kritis adalah orang yang pintar mencari kesalahan, orang yang pintar menemukan sebuah celah dari sisi yang kurang, dan lain-lain. Padahal secara secara devinitif kritis sendiri ialah pengetahuan yang memeriksa dengan teliti, apakah suatu pengetahuan sudah sesuai denga realita, dan juga meneliti bagaimanakah kesesuaiannya. Artinya, kritis ialah bukan hanya orang yang pintar mencari kesalahan atau kekurangan, melainkan ia yang teliti dalam menghadapi persoalan.
Di era modernisme ini, manusia cenderung mengukur segala sesuatu melalui rasio. Rasio adalah salah satu metode pencapaian akhir dalam mengukur benar tidaknya sesuatu. Bahkan beberapa kalangan sudah menganggap bahwa agama hanyalah suatu kebohongan, karna menurut mereka banyak irasionalitas yang diajarkan dalam agama. Hal ini bisa dikatakan berawal dari bagaimana teori Galileo Galileo yang mengatakan bahwa matahari adalah pusat tata surya, menentang kedigdayaan otoritas gereja yang menyebut bahwa gajad rayalah yang berputar mengelili mahkota pausnya. Galileo dituduh kafir karena telah mengedepankan rasio dari pada teks-teks dalam Al-Kitab.

Selayaknya kritisime memang sangat di perlukan dalam segala hal, apalagi dalam ilmu pengetahuan. Karena memang sudah disepakati bahwa paradigma ilmu yang bersifat sosial ialah memakai contructivisme dan critical teori. Maka dalam hal ini, krtisisme merupakan konsep paling penting dalam ilmu pengetahuan. Jika menginginkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan, manusia harus mengedepankan sifat kritisnya dalam segala hal.
Bukan hanya sampai di situ saja, kritis juga sangat di perlukan dalam pranata sosial. Hal ini untuk menjaga agar apa yang senyatanya bisa sesuai dengan apa yang seharusnya. Tanpa daya pikir kritis dalam berkehidupan, manusia tidak akan menyadari bahwa telah terjadi suatu ketimpangan, kehidupan cenderung akan mengalami stagnasi, manusia hanya akan melakukan sesuatu berulang-ulang tanpa mengingat bahwa sebenarnya ada sesuatu yang jika dibenahi akan menjadi lebih praktis dan efektif.

Demikian juga observatif, observatif ialah berasal dari observasi yang artinya peninjauan secara cermat. Observasi sangat di perlukan untuk meninjau benar tidaknya sesuatu. Dewasa ini salah satu parameter kebenaran ialah dengan observasi. Kebenaran ialah sesuatu yang setelah observasi di anggap benar. Tanpa observasi, kebenaran hanyalah sebuah prasangka yang belum bisa dianggap benar. Maka jelas bahwa observasi adalah pintu menuju ruang kebenaran. Setelah pintu dibuka, maka barulah bisa sampai pada sebilik ruang kebenaran.
Meskipun berbeda haluan, observasi dalam hal ini juga mempunyai kedekatan dengan empirisme; atau mendalami; meninjau; atau meneliti suatu teori dengan pengalaman indrawi secara langsung.  Karna memang manusia modern terkadang juga tidak secara praktis percaya pada rasio, namun juga harus bisa di buktikan dengan indra.
Manusia akhir zaman tidak akan pernah yakin pada suatu hal yang tidak sesuai dengan akal,  sebelum dibuktikan dengan indrawi. Mereka akan terus mengkritisi hal yang tak logis, sampai tuhan-pun ikut dikritisi. Padahal riset dari Harvard Business School tentang orang orang sukses menyatakan bahwa 75% CEO yang sukses, ternyata mereka sering tidak logis dalam mengambil keputusan.
Seyogyanya kritis dan observatif harus tetap di usung untuk kemajuan kehidupan sosial dan ilmu pengetahuan. Mahasiswa harus kritis dalam segala hal, termasuk dalam menerima kebijakan atau masukan dari pejabat kampus atau dosennya. Di sisi lain, samikna wa atho’na, juga tidak boleh di lupakan. Meskipun implementasinya dalam kehidupan kampus cenderung tidak relevan karna akan menghambat kemajuan dan ilmu pengetahuan, namun setidaknya ada sebuah esensi penting yang terpancar di dalamnya, yakni adab. Adab sebagai esensi dari yang terkandung dalam konsep tersebut tetap harus di terapkan, dengan harapan agar tetap memperoleh keberkahan. Maka mahasiswa haruslah kritis dan observatif dalam segala hal, namun tetap tidak boleh melupakan bagaimana adab yang harus ia lakukan.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh