Soeharto; Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?


Soeharto; Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?

*Tulisan adalah hasil resume dari buku sesuai judul aslinya

(Nama Buku: Soeharto; Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?-- Penulis: Peter kasenda--Penerbit : Kompas--Tebal : 276 Halaman--Persensi : Moh Usman A.R.)

Soeharto merupakan sosok yang cukup fenomenal di Indonesia. Diawali dengan peristiwa SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret), dengan berbagai siasat, ia mengambil alih kemudi pemerintahan. Secara resmi memegang tampuk kepemimpinan Indonesia pada 1968, setelah diangkat oleh MPR yang ia bentuk sendiri sebelumnya. Banyak kalangan menduga bahwa peristiwa G/30/S PKI yang terjadi pada 1965 adalah salah satu kesempatan emas yang tidak disia-siakan oleh Soeharto, bahkan yang lebih radikal ada yang mengatakan bahwa peristiwa yang menggugurkan 7 Jendral tersebut memang merupakan modus Soeharto bekerja sama dengan CIA untuk menyudutkan kaum Komunis dan melengserkan Soekarno yang cenderung anti barat. Terlepas dari itu semua, apa yang dilakukan Soeharto berhasil, di bawah panji propaganda anti komunismenya, ia memegang kendali penuh pemerintahan dan memutar kemudi 160 derajat kebijakan-kebijakan pemerintah sebelumnya. Padahal sebelum 1965, ia adalah sosok yang oportunis dan tidak begitu dikenal, bahkan dianggap Jendral yang bodoh oleh A. Yhani.

Misi utama Soeharto di periode pertama jabatannya adalah menstabilkan perekonomian Indonesia yang sudah merosot cukup jauh, hal ini disebabkan pemerintah sebelumnya yang lebih terfokus pada stabilitas politik karena maraknya pertikaian ideologi. Untuk mewujudkan visinya, komunitas donor internasional kembali dibangun, program ini berhasil menarik banyak investor baik domestik maupun luar negeri. Hal ini sangat berdampak pada peningkatan jumlah investasi dalam negeri, sehingga jumlah yang disetujui ialah sebesar 13 $ juta pada 1968, 319 $ juta pada 1970 dan 1.465 $ pada 1973. Bukan hanya di sektor investasi asing, pada 2 dekade setelah kepemimpinannya, Indonesia berhasil memproduksi bahan pangannya sendiri, bahkan bisa mengekspor ke luar negeri.
Posisi yang cukup kuat terutama dalam pengambilan kebijakan ekonomi menjadikan peluang besar baginya untuk memperkaya diri, keluarga dan kroninya. Dengan slogan pembangunan nasional, Soeharto cukup berhasil menjinakkan kaum oposisi jalanan yang pada tahun 1966 sebelumnya cukup vokal mengkritisi pemerintah. Apabila ada beberapa kelompok yang aktif merongrong penyimpangan yang dilakukan, dengan berkoordinasi bersama ABRI sebagai penyokong utama, pemerintah di bawah kendalinya akan memberikan label mereka sebagai penghambat pembangunan nasional.

Wajar jika saat itu banyak kalangan aktivis yang dihukum tanpa proses peradilan, bahkan beberapa di antaranya hilang sampai sekarang. Demikian juga banyak lembaga pers yang diberedel karena liputannya yang dianggap kontra pembangunan.

Disamping itu, menyadari loyalitas ABRI terhadapnya, Soeharto mengimplementasikan Dwi Fungsi ABRI dengan menjadikannya mempunyai peran sosial politik yang sangat dominan. Bukan hanya perwakilannya sebanyak 75-100 anggota di Parlemen, namun juga menempati posisi sentral dalam birokrasi. Pada 1977 posisi jabatan 53,5 % posisi jabatan tinggi negara diduduki oleh tentara. 8.025 anggota ABRI ditugaskaryakan di posisi-posisi strategis. Duta besar 28 (dari 63 jabatan yang tersedia); Konsul Jendral, 4 (dari 16 jabatan yang ada); Gubernur, 18 (dari 27 jabatan yang ada); Bupati, 130 (dari 241 jabatan yang ada); Sekertaris Jendral Departemen, 14 (dari 19 yang tersedia); Direktur Jendral, 18 (dari 61 yang tersedia); Kepala Lembaga, 8 (dari 18 yang tersedia); Asisten menteri dan Sekertaris menteri, 21 (dari 25 yang tersedia). Posisi strategis tersebut menjadikan Soeharto dengan mudah merealisasikan kepentingannya secara legal, mulai dari tingkat nasional sampai di tingkat desa.

Dari sinilah muncul beberapa aturan yang mengharuskan rapat-rapat ormas di kecamatan dan desa-desa harus memiliki izin terlebih dahulu dari Koramil atau Babinsa. Hal ini juga menjadikan Rezim Orde Baru dapat memantau segala pergerakan oposisi yang mengancam kekuasaannya.

Kelihaian Soeharto dalam melanggengkan kekuasaan juga tercermin dari kepandainnya membaca situasi di sekitarnya, termasuk terhadap orang-orang terdekatnya. Soeharto akan menggandeng erat orang-orang yang dapat menjadi pembantu pribadinya untuk mewujudkan visinya, salah satunya seperti Ali Moertopo, L.B. Moerdani, Sudharmono dan lain-lain. Mereka adalah loyalis Soeharto yang akan melakukan segala hal untuk kepentingan Soeharto,  Setelah dirasa mereka memiliki nama dan basis kekuatan besar yang akan mengancam kekuasannya, Soeharto tidak akan segan-segan untuk menyingkirkannya. Sebagaimana yang dialami Sudharmono. Dengan kedudukan Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, Ketua Umum Golkar berada di bawah wewenangnya. Siapapun yang diajukan oleh Soeharto sebagai Ketua Umum, maka dapat dipastikan peserta Munas Golkar dengan suara bulat akan menyetujuinya. Sebagaimana peristiwa tidak dipilihnya kembali Sudharmono sebagai Ketua Umum Golkar, padahal ia telah mensukseskan Golkar dalam Pemilu 1987 atas perolehan suara sebanyak 73%. Sudharmono yang ketika itu juga sebagai Wakil Presiden pastinya akan dapat menjadikan Golkar sebagai partai yang semakin berkuasa.

Namun ternyata Soeharto berpandangan lain, ketakutannya bahwa Sudahrmono akan menjadi ancaman bagi kekuasaannya menjadikannya lebih memilih Wahono sebagai Ketua Umum Golkar, seorang tokoh yang kurang begitu terkenal. Soeharto juga tidak akan segan untuk membuang kroni yang berbeda faham dengannya, khususnya di kalangan tentara, salah satunya adalah dengan membuangnya dengan memindah tugaskan menjadi Duta Besar atau Konsul Jendral di beberapa negara.
Dengan menguasai Golkar secara total, berarti Soeharto juga menguasai Parlemen, meskipun tidak sepenuhnya.

Hal ini berdampak pada segala kebijakan Soeharto, berupa RUU dan produk eksekutif lain yang akan berjalan mulus tanpa perlawanan yang berarti di Parlemen. Penguasaan Parlemen berarti Soeharto tidak perlu takut DPR akan mengajukan hak angket, interpelasi, apalagi pemakzulan terhada dirinya. Inilah yang menyebabkan banyak terjadi penyimpangan ketika Soeharto berkuasa. Meskipun pembangunan dirasa semakin baik, namun korupsi menjalar hampir ke semua instansi, khususnya oleh para birokrat dan pengusaha yang mempunyai afiliasi dengan keluarga cendana. 

Pada akhirnya, krisis ekomoni pada 1997 tidak dapat terbendung. Sebagaimana Orde Lama yang turun karena didera isu ekonomi, demikian juga Orde Baru. Soeharto resmi menyatakan mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, setelah sebelumnya terjadi kerusuhan, pembakaran dan perkosaan yang dilakukan terhadap kaum yang dianggap non pribumi, ditambah perlawanan oleh kelompok mahasiswa yang melakukan aksi besar-besaran secara silmultan di hampir seluruh pelosok negeri, dengan tujuan utama, Reformasi.

Desakan mundur bahkan juga dilontarkan oleh Harmoko, orang kepercayaan Soeharto, yang menjabat sebagai Ketua Umum Golkar sekaligus Ketua MPR. padahal belum sampai 100 hari ia melantik Soeharto sebagai Presiden.
Buku ini cukup menjelaskan secara gamblang berbagai upaya yang dilakukan oleh Soeharto  sebagai panglima Rezim Orde Baru dalam melanggengkan kekuasaannya. Penulis mengungkap secara detail beberapa fakta berdasarkan referensi terdahulu, khususnya penulis dan pengamat dari luar negeri.

Beberapa fakta tersebut penulis susun membentuk bab-bab, sehingga bisa memfokuskan pembahasannya pada bab yang sedang dikuliti. Namun fakta dan data dalam buku tersebut agak cukup sulit dipahami untuk menemukan jawaban dari bagaimana Soeharto bisa melangengkan kekuasaannya selama 32 tahun? Sesuai judul buku. Hal ini dikarenakan penulis tidak begitu memberikan uraian yang teknis secara ekspilisit jawaban dari pertanyaan tersebut, melainkan ia mencoba menjawab perlahan dengan data-data dan fakta yang ia peroleh dari berbagai sudut pandang. Di samping itu, pemilihan tanggal dari kisah yang tak beraturan cukup membuat pembaca harus bekerja extra dalam menghubungkan satu fakta yang dibeberkan dengan fakta yang lainnya.

Moh. Usman Ainur Rofiq

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Icon Display

Dahulukan Idealisme Sebelum Fanatisme

Popular Post

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Recent Posts

Kunci Kesuksesan

  • Semangat Beraktifitas.
  • Berfikir Sebelum Bertindak.
  • Utamakan Akhirat daripada Dunia.

Pages

Quote

San Mesan Acabbur Pas Mandih Pas Berseh Sekaleh